Berkali-kali tubuhnya menabrak batuan kali, ukuran tubuhnya kini berubah menjadi lebih besar. sampai mana aliran ini akan membawanya. Kakinya membengkak, perutnya seolah ingin meledak. Bibirnya kini berubah seperti terong busuk, berwarna ungu dan membesar.
"Ahh menabarak apalagi aku setelah ini?, tidakkah ada orang disekitar sini? Apa mereka tidak melihatku. Apa itu, buntalan warna merah, kantong kresek? Atau apa?. Oooo dia mendekat gawat aku akan menabraknya...Tidak...".
BRUK.....
Tabrakan terjadi, tubunya menabrak bungkusan besar yang ternyata adalah kasur yang di buang di sungai. Sudah tiga hari tubuhnya hanyut di sungai, selama itu tak satupun orang melihatnya. Benturan terjadi, kini tanganya mulai sedikit longgar, mau lepas dari tubuhnya.
"Aduh gawat tanganku akan lepas, bagaimana ini, tidak adakah yang mencariku, tidak adakah yang melihatku".Â
Derasanya aliran sungai malam itu membuat tubunya melaju dengan kencang. Hujan malam itu, membuat debit air sungai meningkat. Derasanya aliran air dan debit air yang meningkat membuat tubuhnya  semakin cepat terbawa arus. Kini ukuran tubunya bertambah lagi, badanya seolah penuh dengan air, kulitnya mulai mengelupas.
" Ahhh itu apa, apa lagi ini? Gunungan sampah? Kenapa orang membuang sampah sebanyak ini".
Tubuhnya yang semakin membesar membuat dia gampang tersangkut. Setelah tertabrak kasur, kini dia harus menabrak gunungan sampah yang berbau busuk. Beruntungnya hidungya sudah tidak berfungsi lagi sehingga dia tidak bisa merasakan baunya. Tapi tabarakan itu membuat kaki kananya menjadi longgar, setelah tanganya kini bertambah kakinya turut mau lepas.
Tubuh itu bernama Warso, Warso adalah pencari ikan dengan menggunakan setrum. Malam itu, dia pergi mencari ikan seperti sebelumnya. Dia mencari ikan di galengan sawah bersama temanya Minto. Mencari ikan begini memang mengandalkan keberuntungan, kadang beruntung kadang buntung. Malam itu bukanlah hari keberuntungan Warso.
" Mau kemana kamu" ucap Minto.
" Mau ke sungai depan, di sana banyak ikanya" jawab Warso.