Mohon tunggu...
Putri Mufatikah
Putri Mufatikah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga, prodi Ilmu Komunikasi tahun 2015. Menjalani hidup ini hanya untuk mencari ridho-Nya. Semoga selalu dalam lindungan-Nya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gempa Bantul 2006 dengan Hikmahnya

2 Januari 2016   06:44 Diperbarui: 2 Januari 2016   07:47 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Musibah Gempa Bumu di Bantul Mei 2006. Yang terjadi sekitar setengah enam pagi menjadikan warga panik. Gempa yang terjadi di pagi hari ini, kebanyakan orang masih dalam aktivitas paginya. Namun tak jarang yang masih tidur.

Saat gempa terjadi aku baru ingin melaksanakan sholat subuh. Ow ya saat musibah gempa ini terjadi aku baru duduk di bangku sekolah dasar yang pada saat itu kelas 3. Dan kebetulan pada waktu musibah ini menimpa sekolah dalam waktu dekat akan melaksanakan ujian sekolah. Namun karena musibah ini ujian mengalami kendala sehingga untuk pelaksanaannya ditunda. Dan di daerah saya di Kecamatan Pundong termasuk pusat dari musibah gempa ini.

Semua orang berlari tanpa mempedulikan orang lain, karena mereka ingin menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka berlari dengan keadaaan mereka yang tak disadari, ada yang masih memakai mukena karena sedang sholat dan ada yang tidak memakai pakaian karena sedang mandi.

Semua orang berkumpul ditempat aman, yang tidak ada bangunan dan mencoba menenangkan diri karena kejadian ini.

Saat orang sedang berlindung dan masih mengatasi kecemasan tiba-tiba ada seseorang yang mengabarkan adanya isu sunami, semua orang berlarian ingin menyrlamatkan diri. Kamai berlari ke tempat yang lebih tinggi yaitu ke bukit, karena desa mereka dekat dengan bukit atau pegunungan.

Mereka berlari dengan membawa keluarga mereka yang terluka, maupun yang meninggal, dengan perasaan yang kacau balau dan juga merasa sedih.

Di bukit, mereka mencoba mencari makanan yang bisa dimakan. Kemudian mereka mencabut singkong yang ada di kebun kemudian membakarnya yang kemudian dijadikan sebagai pengganjal perut yang kosong.

Setelah gempa dirasa sudah tidak ada, mereka mencoba mengurus keluarga mereka yang terluka maupun yang meninggal untuk dikuburkan dan yang terluka dibawa ke rumah sakit.

Dalam prosesi pemakaman warga yang meninggal dimakamkan dengan peraalatan yang seadanya dan tidak semua mayat dimakamkan memakai kain kafan. Proses penggalian mengalami berbagai kendala karena saat menggali kuburan ada saat-saat terjadi gempa susulan. Saat gempa susulan datang penggali naik pemukaan, setelah gempa sudah reda kembali turun untuk menggali. Dan itu terjadi berulang kali , tidak hanya satu dua kali. Ini cerita aku dapatkan dari bapakku yang juga ikut membantu proses pemakaman korban gempa.

Tiga hari tiga malam semua orang menunggu bantuan dengan membuat tenda sederhana. Saat hujan datang, tidak hanya badan namun juga barang-barang yang kami bawa dari rumah yang hancur yang masih bisa digunakan pun ikut kena air hujan.

Karena isu-isu tsunami sudah tidak ada, warga turun mengambil barang-barang kami yang masih bisa digunakan. Kemudian bantuan datang kami pun berebut untuk mendapatkanya, dengan berdesakan di poosko bantuan ada juga yang sampai jatuh dan pingsan saat mengambil bantuan yang diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun