Mohon tunggu...
Putri Mega W
Putri Mega W Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog RSJD Surakarta

Psikolog RSJD Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Psikologi Bercerita: Cinta pada Pandangan Pertama

1 April 2023   10:53 Diperbarui: 8 April 2023   21:46 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putri Mega, M.Psi.,Psikolog

"Begitu kulihat wajahnya untuk pertama kali, cinta itu langsung menyentuh kalbuku dengan sentuhan sihir. Aku berpikir, belum pernah kulihat cahaya seterang ini, kemudian kulihat ia tertawa ringan yang merekah begitu indah, seakan ia hadir di sisiku sebagai obat penawar laraku selama ini. Aku selalu terbayang-bayang wajahnya seakan-akan jiwaku melayang-layang jauh ke awang-awang."

Begitulah kiranya secuplik gambaran seseorang yang sedang dimabuk cinta pada pandangan pertama.

Saya pribadi sebenarnya agak bingung dengan gambaran kondisi tersebut, bukannya meremehkan atau tidak memvalidasi perasaan orang lain, hanya saja saya terkadang terheran-heran pada seseorang yang mengatakan ia mencintai (seseorang) setelah melihatnya pertama kali. 

Timbul spekulasi beberapa pertanyaan dalam benak saya bahwa itu cinta ataukah nafsu belaka? 

Itukah cinta yang sesungguhnya ataukah hanya suatu bentuk kekaguman saja?

Saya pribadi tidak pernah mencintai seorang pun kecuali setelah melewati masa yang cukup lama, dimana ia telah berinteraksi akrab dengan saya dan saya telah menyertainya baik dalam keseriusan maupun guyonan, dalam keadaan lara maupun ceria.

Lalu bagaimana perspketif cinta pada pandangan pertama dalam kacamata psikologi?

Disini saya akan memaparkan pendapat dari Robert J. Sternberg  yang menjelaskan terkait bab tersebut.

Sternberg adalah seorang Professor Psikologi dari Universitas Heidelberg, Jerman yang mengembangkan teori segitiga cinta pada tahun 1986. 

Menurut teori tersebut cinta yang sesungguhnya adalah cinta hakiki dan tidak muncul secara instan melainkan memiliki 3 syarat atau komponen, antara lain; gairah atau hasrat, keintiman dan komitmen. 

Ketiga komponen tersebut saling berinteraksi, saling mempengaruhi dan memiliki hubungan yang positif satu sama lain.

  • Gairah atau hasrat, merupakan dorongan yang mengarah pada ketertarikan fisik, kesempurnaan seksual.
  • Keintiman, merupakan sebuah perasaan kedekatan, keterhubungan satu sama lain, perasaan nyaman satu sama lain. Adanya rasa percaya, perhatian dan komunikasi yang baik dalam suatu hubungan.
  • Komitmen, merupakan upaya menjaga kepercayaan, perasaan serta tanggung jawab antar pasangan untuk menjaga keberlangsungan hubungan jangka panjang.

Selain komponen cinta Sternberg juga mengulas terkait jenis-jenis cinta, yaitu;

  • Non love (bukan cinta), ketika ketiga komponen cinta tidak hadir dalam suatu hubungan, baik komponen gairah atau hasrat, keintiman maupun komitmen. Kondisi demikian bisa kita temukan dalam interaksi kita sehari hari dengan orang lain seperti hubungan pembeli dan penjual, atau saat kita bertemu dan mengobrol dengan teman kerja atau sekolah secara tidak sengaja.   
  • Liking friendship (menyukai;persahabatan), ketika komponen keintiman cinta hadir dalam suatu hubungan sementara komponen gairah dan komitmen tidak. Menunjukkan perasaan kedekatan, kehangatan terhadap orang lain tanpa adanya perasaan gairah ataupun komitmen jangka panjang. Kondisi demikian sama halnya hubungan kita dengan sahabat kita.
  • Infatuated love (cinta nafsu), cinta tergila-gila yaitu ketika komponen gairah cinta hadir dalam suatu hubungan tanpa didasari keintiman dan komitmen. Melibatkan gairah psikofisiologis tingkat tinggi yang termanifestasi dalam bentuk gejala somatic seperti peningkatan detak jantung, ereksi alat kelamin dsb. Kondisi demikian bisa kita temukan pada saat orang yang mengaku mencintai seseorang pada pandangan pertama.
  • Empty love (cinta kosong), ketika komponen komitmen cinta hadir dalam suatu hubungan tetapi komponen keintiman dan gairah tidak hadir. Kondisi demikian bisa ditemukan pada hubungan jangka panjang dimana pasangan telah kehilangan perasaan satu sama lain atau seperti hubungan perjodohan.
  • Romantic love (cinta romantic), ketika komponen keintiman dan gairah cinta hadir dalam suatu hubungan tetapi komponen komitmen tidak. Kondisi demikian bisa kita temukan pada pasangan yang akan berencana membuat komitmen hubungan jangka panjang.
  • Companionate love (cinta pendamping), ketika komponen keintiman dan komitmen cinta hadir dalam suatu hubungan tetapi komponen gairah tidak. Kondisi ini memiliki istilah "persahabatan jangka panjang yang berkomitmen", biasanya terjadi pada pernikahan ketika ketertarikan fisik telah mereda atau hilang.
  • Fatuous love (cinta palsu), ketika komponen hasrat dan komitmen cinta hadir dalam suatu hubungan tetapi komponen keintiman tidak. Kondisi demikian bisa kita temukan pada seorang yang menjalin hubungan yang sangat singkat dan disegerakan untuk menikah.  
  • Consummate love (cinta sempurna), ketika komponen gairah atau hasrat, keintiman dan komitmen cinta semua hadir secara lengkap dalam suatu hubungan. Kondisi demikian merupakan cinta yang ideal atau sempurna yang diperjuangkan orang. Pasangan ini akan melakukan hubungan seks yang menyenangkan dalam jangka puluhan tahun lamanya, tidak terpikirkan untuk berpindah ke orang lain, bersama-sama mengatasi kesulitan atau hambatan dan merasa nyaman satu sama lain.

Bahwasannya  dari teori Sternberg cinta pada pandangan pertama samahalnya  dengan istilah infatuated love (cinta nafsu) atau tergila-gilanya seseorang terhadap orang lain. 

Seseorang yang dimabuk cinta pada pandangan pertama biasanya muncul secara instan atau tiba-tiba dan bisa menghilang dengan cepat begitu saja atau tidak bertahan lama. 

Cinta pada pandangan pertama sebetulnya hanyalah rasa takjub walaupun dalam keberlangsungannya bisa dikembangkan lebih jauh kepada hubungan keintiman dan komitmen, namun terkadang juga hanya berhenti sampai gairah saja.

Untuk itu jika seseorang yang sampai saat ini masih berjuang demi cinta yang sempurna tidak ada salahnya untuk berjuang perlahan menyelami pasangan kita agar saling mengenal lebih dalam tentang dirinya.

Referensi

Sternberg, R.J (1986). A Triangular Theory of Love. Psychological Review. Vol. 93(2), 119-135

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun