Fenomena ini dikenal sebagai "bias algoritma". Oleh karena itu, penting untuk melakukan audit dan pengujian terhadap algoritma yang digunakan dalam sistem AI secara rutin, guna memastikan bahwa keputusan yang diambil tidak mendiskriminasi kelompok tertentu. Transparansi dalam pengembangan algoritma dan pelibatan berbagai pihak dalam proses pelatihan data juga diperlukan untuk memitigasi potensi bias.
3. Tanggung Jawab atas Keputusan AI
Salah satu pertanyaan etika yang kompleks adalah siapa yang bertanggung jawab ketika AI membuat keputusan yang salah atau berbahaya. Sebagai contoh, dalam mobil otonom yang diprogram untuk menghindari kecelakaan, siapa yang bertanggung jawab jika mobil tersebut menyebabkan kecelakaan yang melibatkan pejalan kaki atau pengemudi lain?Â
Apakah itu pengembang perangkat lunak, perusahaan yang memproduksi mobil, atau bahkan pengemudi (dalam kasus mobil yang masih memerlukan intervensi manusia)?
Isu ini semakin penting seiring dengan berkembangnya penggunaan AI dalam sektor-sektor yang berdampak langsung pada kehidupan manusia, seperti dalam dunia medis atau hukum. AI dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit, meresepkan obat, atau bahkan memberikan saran hukum.Â
Jika keputusan AI tersebut keliru dan menyebabkan kerugian atau bahkan kematian, siapa yang akan dimintai pertanggungjawaban? Pertanyaan ini menuntut adanya pembaruan dalam regulasi dan pedoman hukum untuk menetapkan tanggung jawab yang jelas antara manusia dan mesin dalam konteks pengambilan keputusan berbasis AI.
4. Dampak AI terhadap Pekerjaan dan Ekonomi
Penggunaan AI juga menimbulkan dilema etika terkait dampaknya terhadap ketenagakerjaan. Seiring dengan otomatisasi berbagai pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia, banyak sektor pekerjaan yang terancam digantikan oleh teknologi.Â
Misalnya, robot-robot yang digunakan dalam pabrik atau algoritma yang mengelola layanan pelanggan, dapat menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang sebelumnya dilakukan oleh manusia.
Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi menambah tingkat pengangguran dan memperburuk ketimpangan ekonomi. Pekerja dengan keterampilan rendah yang mudah digantikan oleh mesin dapat mengalami kesulitan untuk mencari pekerjaan baru yang serupa.Â
Sebaliknya, pekerja dengan keterampilan tinggi di bidang teknologi dan pengembangan AI akan semakin dibutuhkan. Ini menciptakan ketimpangan yang lebih besar antara mereka yang memiliki akses ke pendidikan dan keterampilan teknologi, dan mereka yang tidak.