Tak terasa pandemi Covid-19 di Indonesia sudah memasuki umur satu tahun. Sejak masuknya virus Covid-19 ke Indonesia, segala aspek kehidupan manusia ikut terpengaruh seiring kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 tersebut. Contohnya masyarakat dihimbau untuk 'work from home' atau melakukan semua pekerjaan seperti belajar ataupun kegiatan yang biasanya dilakukan di luar rumah sebisa mungkin harus dilakukan di rumah. Hal ini tentu saja membentuk sebuah budaya baru bagi masyarakat Indonesia.
Sebelum masuk ke pembahasan lebih dalam, baiknya kita perlu mengetahui apa yang dimaksud dengan budaya.
Budaya merupakan sesuatu yang diperoleh dari hasil proses belajar yang dilakukan oleh manusia. Proses belajar ini disebut dengan kebudayaan sehingga budaya dikatakan sesuatu yang kompleks karena mencakup seluruh kebiasaan manusia (moral, kepercayaan, hukum, adat istiadat, bahasa dan masih banyak lagi) yang ia pelajari dalam kelompok tempat ia tinggal. Sederhananya budaya merupakan kebiasaan yang dilakukan dalam sebuah kelompok
Tidak dapat dipungkiri bahwa  pandemi Covid-19 membuat intensitas penggunakan media elektronik  meningkat akibat berubahnya sistem kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk bekerja dan belajar di rumah tentu membutuhkan alat yang dapat menyambungkan individu satu dengan individu yang lain. Maka media elektronik lah yang menjadi jawabannya. Media elektronik yang dimaksud adalah internet, dengan adanya internet manusia tidak harus melakukan kontak fisik untuk bekerja ataupun belajar bersama dengan individu lain. Sehingga kegiatan inilah yang dimaksud oleh pemerintah dalam mengurang tingkat penyebaran virus Covid-19.
Penggunaan internet dengan intensitas yang tinggi tentu saja membawa dampak bagi perilaku penggunanya. Salah satunya dapat kita lihat melalui kehidupan dalam media sosial khususnya di TikTok. Â
Apa itu TikTok ?
TikTok merupakan sebuah aplikasi yang dirilis oleh salah satu perusahaan di Tiongkok yaitu ByteDance (Adawiyah, 2020). Aplikasi ini digemari oleh masyarakat dari semua kalangan umur baik anak kecil, remaja, dewasa hingga orang tua. Pada aplikasi TikTok kita dapat melihat segala macam video pendek yang dibuat oleh orang lain. Dalam penggunaannya, konten yang ditampilkan dalam beranda akan mengikuti konten yang disukai oleh pemilik akun TikTok tersebut. Â Hal ini memungkinkan para pengguna TikTok saling melakukan persuasi kepada orang yang mereka kenal ataupun tidak mereka kenal.
Salah satu perubahan gaya hidup yang disebabkan oleh penggunaan aplikasi Tiktok ini adalah anak muda Indonesia tidak lagi malu menggunakan barang-barang yang tidak bermerek/branded. Mengingat penampilan menjadi hal terpenting untuk meningkatkan kepercayaan diri seseorang.Â
Hal ini membuat beberapa anak muda memilih merek barang yang ia gunakan setiap hari sesuai tren yang diminati oleh kelompok sebayanya (. Bahkan mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang mahal untuk memperoleh barang dengan merek tertentu. (Pranoto, 2010). Tetapi hal ini tidak lagi berlaku sejak ketenaran konten-konten berisikan produk bagus dengan harga terjangkau di aplikasi TikTok. Untuk menjelaskan fenomena tersebut, kita akan menggunakan konsep Circuit of Culture yang dikemukaan oleh Stuart Hall.
Audiens yang melihat videoitu dengan durasi yang cukup sering pun akan terpersuasi dan akhirnya cara pandang mereka terhadap suatu barang akan berubah. Contohnya semakin banyak masyarakat TikTok yang memilih menggunakan barang-barang yang tidak bermerek dengan alasan harganya sangat terjangkau dan kualitasnya bagus. Bahkan mereka berlomba-lomba untuk membeli barang tersebut. Hal ini menandakan bahwa masyarakat Indonesia tidak lagi malu menggunakan barang-barang murah atau tidak bermerek. Mengingat sebagian besar anak muda Indonesia memiliki pandangan bahwa menggunakan barang bermerek mencerminkan kehidupan mereka.