Mohon tunggu...
Putri Indah Lestari
Putri Indah Lestari Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi Manajemen Pendidikan angkatan 2019 Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Secercah Pencerahan untuk Kebangkitan Pendidikan

4 Mei 2020   12:00 Diperbarui: 4 Mei 2020   12:11 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk mengubah dunia- Nelson Mandela

Indonesia itu kaya raya. Kaya akan hasil laut, hasil tanah, keanekaragaman hayati, dan kekayaan lainnya. Tambang emas, tambang timah, dan hasil bumi lainnya ada dimana-mana. Tapi gimana pendidikannya? Iya, pendidikan yang khususnya ada di berbagai pelosok negeri ini. 

Gimana sekolah-sekolah di sana? Sekolah yang jauh dari kata sempurna, sekolah yang hampir roboh, dan sekolah yang hampir bahkan tidak jelas bentuknya. Kalau bicara tentang sekolah yang seperti ini, rasanya jadi ingat film Laskar Pelangi.

Film yang mengisahkan bagaimana anak-anak miskin bisa sekolah dengan murah disalah satu pulau terkaya di Indonesia. Tau kan Pulau Belitung? Pulau yang kaya akan timahnya, bahkan tambang timah merajalela dimana-mana bak tumpukan jerami ketika musim panen padi tiba. 

Tapi anak-anak disana tidak pernah sedikitpun pantang menyerah. Semangat mereka yang tidak pernah pudar untuk mendapatkan pendidikan, walaupun dengan sekolah yang biasa saja dengan sarana dan prasarana kurang memadai. 

Kalau bicara masalah sarana dan prasarana pendidikan asik sepertinya, karena tidak akan pernah ada habisnya. Pernah ngga sih kita berpikir, bahwa sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu hal yang menentukan apakah anak-anak ini akan  mendapatkan pendidikan yang layak atau justru langsung jadi kuli dan bekerja di tanah perantauan. Baiklah, kita kupas satu-persatu dari akses anak-anak pelosok negeri ini berangkat dan pulang sekolah.

Jalan sempit (atas bukit bawah jurang), jalan becek, menyebrangi sungai, tidak ada kendaraan sehingga mengharuskan mereka untuk berjalan kaki berkilo-kilo meter jaraknya, hanya untuk mendapatkan sesuap materi pelajaran. Ada kendaraan mungkin hanya sepeda kayuh, tapi jalannya tidak memungkinkan mereka untuk mengendarainya. 

Sepeda motor? Mungkin ada, tapi hanya satu dua orang yang memilikinya. Permasalahan seperti ini saya rasa sudah biasa bagi mereka. Rasanya jauh sekali jika dibandingkan dengan anak-anak yang sekolah di perkotaan. 

Jalanan besar, banyak kendaraan lalu lalang, bahkan ada juga yang diantar pakai mobil dengan supir pribadi, sehingga mereka tidak perlu pusing memikirkan bagaimana caranya berangkat dan pulang sekolah.

Lanjut nih, bicara soal gedung sekolahnya. Pernah ke kota? Liat gedung-gedung sekolah yang ada disana? Gimana? Menjulang tinggi kan. Gedung sekolah yang indah, membuat mata nyaman melihatnya. 

Coba deh bandingin sama gedung sekolah yang ada di penjuru negeri ini. Gedung sekolah yang kotor dan kusam hingga matapun malas melihatnya. Jangankan melihat, mengintipnya saja pasti mata kita tidak betah. 

Gedung yang hampir roboh karena kayunya sudah mulai menua, serta gedung yang ketika musim hujan tiba membuat kehujanan dan ketika musim panas membuat kepanasan karena gentingnya banyak yang berlubang. Kalau gedungnya saja seperti itu, bagaimana anak-anak ini bisa nyaman ketika belajar?

Pernah dengar atau membaca kata-katanya bung Hatta yang ini "Aku rela dipenjara asalkan bersama buku. Dengan buku aku bebas". Mau dipenjara atau tidak, anak-anak yang menuntut pendidikan di pelosok negeri juga jarang memiliki buku. 

Ada paling hanya gurunya yang punya atau beberapa anak saja dengan jumlah buku yang pas-pasan. Kata orang buku itu jendela dunia, lantas jika keadaannya seperti itu bagaimana cara mereka melihat dunia? Apakah mereka harus terpenjara dalam gelapnya kebodohan tanpa tahu berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang? Sungguh keadaan yang mengenaskan. 

Permasalahan tentang buku saja sudah sangat mengenaskan, lantas bagaimana dengan permasalahan teknologi disana? Mungkin masih banyak anak-anak disana yang belum mengenal teknologi. 

Belum lagi ditengah-tengah pandemi covid-19 ini, pemerintah mengharuskan anak-anak dengan belajar secara online. Belajar secara tatap muka saja sudah susah, apalagi secara online. Apakah mereka tidak perlu belajar? Dengan adanya pandemi ini, saya berharap kalian tidak patah semangat untuk terus belajar ya.

"Simpanlah tas dan bukumu, lupakan keluh kesalmu, libur tlah tiba, libur tlah tiba, hatiku gembira" Ketika libur semester tiba, hal petama yang kita pikirkan pasti berlibur. Sepertinya anggapan kita ini kurang selaras dengan anak-anak pelosok negeri ini. 

Karena bagi mereka, masa liburan ialah masa yang paling tepat untuk membantu orangtuanya. Banyak dari mereka yang bekerja dengan tujuan untuk meringankan beban orangtuanya. 

Mungkin ada yang kerja di kawasan eksploitasi pertambangan, membantu ibunya berjualan di pasar, atau ada juga yang membantu ayahnya berlayar.

Tapi dari sekian banyaknya permasalahan, ironisnya masih ada saja orangtua yang lebih memilih untuk menjadikan anaknya sebagai kuli dan buruh daripada harus bersekolah. Bagaimana anak-anak ini dapat berkembang, jika tempat pertamanya untuk memperoleh pendidikan saja sudah mengajarkan hal yang kurang baik. 

Alasan klasiknya karena kekurangan biaya, padahal pemerintah sudah menyediakan banyak peluang yang dapat diambil seorang anak sehingga dapat bersekolah tanpa harus terbebani biaya pendidikan. Untuk itu mari kita tersadar, bahwa pendidikan itu sangat bermakna, dengan pendidikan inilah kita dapat keluar dari jeratan kesengsaraan, keluar dari gelapnya kemiskinan, dan mampu keluar dari dalamnya jurang kebodohan. 

Tulisan ini bukan kritikan atau sindiran untuk siapapun. Lewat tulisan ini, mari bersama-sama kita majukan pendidikan di negeri ini. Karena untuk memajukan pendidikan tidak hanya diperlukan peran pemerintah, namun juga memerlukan aspirasi dari seluruh masyarakat. 

Jangan hanya karena keterbatasan biaya dan teknologi membuat anak-anak negeri ini putus dalam mengenyam pendidikan. Pemerintah juga telah berupaya semaksimal mungkin, maka dari itu mari kita kerahkan segala yang kita mampu. 

Tidak harus dengan tindakan yang besar, mungkin dapat dimulai dengan menumbuhkan kebiasaan-kebiasaan kecil yang bermanfaat, seperti rajin membaca buku, pantang menyerah, rajin belajar, dan sebagainya. 

Kebiasaan-kebiasaan ini lama-kelamaan pasti akan berubah menjadi tindakan yang besar, seperti menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pendidikan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan, dan tindakan lainnya yang mampu memberikan perubahan yang nyata untuk pendidikan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun