Transisi energi melalui Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi /Geothermal atau pun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), justru menambah persoalan baru. Proyek-proyek atas nama perubahan iklim mengakibatkan perubahan bentang alam, penghancuran lingkungan, perampasan wilayah kelola rakyat dan ruang hidup rakyat, penggusuran, dan bencana ekologis. Pemerintah juga tengah mencoba untuk dapat melakukan kerjasama dengan Tesla, sebuah perusahaan mobil listrik yang dipimpin oleh Elon Musk untuk bisa berinvestasi di Indonesia dalam bidang pengembangan baterai untuk kendaraan listrik sebagai salah satu jalan untuk mengurangai emisi global. Namun, meskipun kendaraan-kendaraan menggunakan baterai sebagai energinya juga akan meyisakan kurang lebih 7000 hektar lahan bekas tambang nikel yang dieksplorasi sebagai bahan baku pembuatan baterai sehingg dapat memicu dampak kerusakan ekologis.
Tentunya, kebijakan domestik pemerintah Indonesia dalam beberapa hal yang telah disebutkan di atas malah tidak mencerminkan spirit dalam mengupayakan percepatan transisi energi bersih yang di prioritaskan di dalam KTT G20 2022. Semua hanya terlihat seperti gimmick politik pemerintah untuk mendapatkan komitmen global. Komitmen serius untuk menangani bencana krisis iklim kembali kepada kepentingan bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H