Permasalahan kekerasan seksual di Indonesia masih menjadi tantangan yang dihadapi bagi pemerintah dan masyarakat. Meskipun pemerintah sudah mengesahkan UU Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual pada Sidang Paripurna DPR RI 12 April tahun 2022, efektivitas UU tersebut belum memadai dalam memutus rantai kekerasan seksual. Hal ini disampaikan secara daring oleh Lestari Moerdijat selaku Wakil Ketua MPR RI dalam Forum Diskusi Denpasar 12 bertemakan Efektivitas UU TPKS Meredam Kekerasan Seksual (Kharisma, 2023).Â
Dalam implementasinya UU TPKS belum berjalan secara maksimal, hal ini karena peraturan pelaksana Undang-Undang tersebut belum diterbitkan sampai sekarang (Dewi, 2023). UU TPKS belum bisa memberikan kesadaran kepada para pelaku karena masih banyaknya kasus-kasus yang berakhir damai, sehingga penguatan peraturan pelaksana UU TPKS harus segera diterbitkan.
Dikutip dari website KEMENPPPA, jumlah kasus kekerasan seksual pada tahun 2024 sendiri tercatat sebanyak 4.519 kasus diantaranya terdiri dari 980 korban laki-laki dan 3.958 korban perempuan. Tentunya dalam kasus kekerasan seksual para pelaku tidak memandang jenis kelamin tertentu dan paling banyak yang menjadi korban rata-rata perempuan (Kemenpppa, 2024).
Melihat kasus-kasus tersebut diperlukan adanya sebuah strategi yang dapat mempengaruhi kebijakan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Lewat media alternatif diharapkan kebijakan UU TPKS dapat diimplementasikan tanpa adanya hambatan yang mempengaruhi. Perkembangan teknologi di era sekarang turut mempengaruhi tatanan kehidupan masyarakat. Peran media sangat penting dalam mengubah perspektif publik terhadap suatu kebijakan, hal ini karena media merupakan sebuah informasi yang dapat mempengaruhi pandangan masyarakat baik dari segi politik, budaya, dan ekonomi.
Dalam kasus kekerasan seksual, media alternatif dapat dijadikan peran untuk memperkuat perlindungan korban serta meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Media sosial seperti TikTok, Twitter, Instagram, serta Facebook dapat mempengaruhi kebijakan tersebut dengan membuat content yang mengedukasi terkait kekerasan seksual. Selain itu media massa seperti website yang membahas artikel-artikel tentang kekerasan seksual.
Dengan adanya media alternatif tersebut tentunya diharapkan dapat mengubah persepsi publik terhadap kekerasan seksual. Selai itu dapat mempengaruhi penerbitan peraturan pelaksana dari UU TPKS, sehingga dalam pengimplementasiannya UU tersebut dapat berjalan optimal dan juga dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan seksual di Indonesia.
REFERENSI:Â
Dewi, Anita Permata. (2023). Urgensi Penerbitan Peraturan Pelaksana UU TPKS. Diakses melalui https://m.antaranews.com/berita/3874575/urgensi-penerbitan-peraturan-pelaksana-uu- tpks
Kharisma, Atta. (2023). Waket MPR Sebut UU TPKS Belum Efektif Redam Tindak Kekerasan Seksual. Diakses melalui https://news.detik.com/berita/d-6621297/waket-mpr-sebut-uu-tpks-belum-efektif-redam-tindak-kekerasan-seksual
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. (2024). Diakses melalui https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan