Mohon tunggu...
Putri Engellina Cecilia
Putri Engellina Cecilia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - -

On Going

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fikih Muamalat dalam Praktik Hutang Piutang

11 Juni 2023   10:56 Diperbarui: 11 Juni 2023   11:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan sehari-hari, masalah keuangan merupakan hal yang tidak dapat diduga. Untuk memenuhi kebutuhan, seseorang terkadang harus mengeluarkan uang yang lebih besar dari pendapatan mereka. Ketika tidak ada pilihan lain, maka solusi yang digunakan adalah dengan melakukan peminjaman atau hutang. Sayangnya, praktik hutang piutang yang banyak beredar di masyarakat terkadang menimbulkan kesulitan dan beban yang lebih besar. Hal ini terjadi ketika terdapat bunga atau riba yang harus dibayar oleh peminjam sehingga mereka harus membayar dengan jumlah yang lebih tinggi dari pinjaman awal. Ketergantungan pada bunga dan meningkatnya pembayaran dari waktu ke waktu dapat membuat seseorang terjebak dalam lingkaran hutang yang sulit untuk dilunasi.


Fiqih muamalah merupakan solusi dari persoalan tersebut. Terdapat aturan hukum yang jelas dalam mengatur praktik hutang piutang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Fikih muamalah sebagai sumber hukum yang mengatur berbagai aspek transaksi juga membantu umat muslim dalam mengindari praktik-praktik yang dilarang seperti bunga (riba) yang dapat merugikan salah satu pihak. Sehingga, untuk memastikan bahwa hutang piutang yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah perlu adanya pemahaman yang benar terkait dengan fikih muamalah.

Bagaimana praktik hutang piutang dalam fikih muamalah?
Dalam Islam, hutang piutang disebut dengan istilah "Qard" atau "Qard al-Hasan". Dimana istilah Qard sendiri merujuk pada pinjaman yang diberikan oleh seseorang atau entitas kapada orang lain dengan harapan agar pinjaman tersebut dikembalikan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati. Sedangkan istilah "Qard al-Hasan" mengacu pada pinjaman yang baik. Maksud pinjaman yang baik adalah pinjaman yang diberikan tanpa bunga dan tujuannya adalah untuk amal atau niat membantu orang lain tanpa mengharapkan imbalan beruba penambahan atau keuntungan bagi pihak piutang. Dalam fikih muamalah, terdapat prinsip-prinsip etika Islam yang harus diperhatikan dalam praktik hutang piutang diantaranya kejujuran, keadilan, kepercayaan, tanggung jawab serta menjaga hubungan baik diantara pihak yang terlibat. Dengan berdasar pada nilai-nilai tersebut, pihak-pihak hutang piutang dapat membangun hubungan yang saling menguntungkan dan bermanfaat. Terkait dengan etika tanggung jawab, seorang peminjam diharapkan dapat melunasi hutangnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Umat muslim pun sangat dianjurkan untuk membayar hutang sesuai perjanjian bahkan lebih awal jika memungkinkan sebagai tanda kebaikan dan kejujuran.

Lalu, bagaimana jika seseorang mengalami kesulitan dalam melunasi hutangnya?
Dalam islam, menangani kendala pelunasan dilakukan dengan cara adil dan bijaksana. Islam mendorong komunikasi antar pemberi pinjaman dengan pihak yang meminjam untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Kepedulian dan kerjasama dalam menyelesaikan hutang dianggap lebih baik daripada menghindari pembayaran hutang tersebut. Pihak peminjam dapat menjelaskan situasi keuangannya dengan jujur dan terbuka sehingga dapat dilakukan renegosiasi terkait jangka waktu pembayaran atau hal lain yang sekiranya tidak menyulitkan kedua belah pihak. Namun apabila pihak peminjam tidak menepati kesepakatan / perjanjian, dan tidak ingin diajak untuk melakukan renegosiasi secara baik, maka pihak pemberi pinjaman dapat memberikan sanksi berupa mengajukan gugatan hukum. Hal ini bukanlah untuk menyebabkan kerugian atau menciptakan pertentangan, namun untuk mendorong pelunasan hutang dan menjaga integritas transaksi ekonomi dalam Islam.

Selain tidak adanya bunga apakah terdapat fee atau tambahan sebagai ucapan terimakasih dari pihak peminjam?
Prinsip hutang piutang dalam islam harus dilakukan tanpa adanya bunga atau tambahan biaya yang dianggap sebagai keuntungan bagi pemberi pinjaman atau pihak piutang. Oleh karena itu, biaya tambahan yang dihitung berdasarkan presentase pinjaman tidak seharusnya ada. Namun, di luar bunga atau fee yang berfungsi sebagai keuntungan pemberi pinjaman, terdapat biaya administrasi atau pengelolaan yang dapat dibebankan kepada penerima pinjaman. Biaya administrasi ini dapat mencakup biaya pengolahan dokumen atau verifikasi. Biaya administrasi ini pun harus wajar dan adil serta harus dijelaskan kepada penerima pinjaman dengan transparan sebelum transaksi dilakukan.

Hikmah yang dapat diambil dari penerapan praktik hutang piutang berdasarkan prinsip syariah ini adalah menekankan sikap saling tolong menolong. Dalam konteks ini, pemberi pinjaman tidak mengharapkan keuntungan namun sebagai bentuk kebaikan dan kepedulian tehadap kesulitan orang lain. Transaksi hutang piutang ini juga dapat membangun solidaritas dan kerjasama diantara para entitas atau pebisnis. Dimana dengan memberikan pinjaman tanpa mengharapkan keuntungan tercipta hubungan yang saling percaya dan mendukung dalam hal keuangan. Sehingga tujuan dari transaksi hutang piutang adalah untuk menebarkan nilai-nilai sosial seperti kebaikan dan tolong menolong, serta menghindari eksploitasi ekonomi yang tidak adil.
Dari penjelasan diatas, walaupun terdapat praktik hutang piutang berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang tidak memberatkan namun akan lebih baik jika hutang piutang dapat dihindari sebisa mungkin untuk mengindari berbagai resiko yang mungkin terjadi. Hutang sebaiknya digunakan sebagai pilihan terakhir ketika menghadapi situasi yang sangat mendesak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun