Ku pandangi dari jauh, kakakku yang sedang termenung. Tampak jelas guratan kesedihan di wajahnya.
Aku menebak-nebak apa yang ada dipikirannya. Ku lihat sesekali ia mengacak-acak rambutnya yang mulai panjang tak terurus, ia mengusap rambut dengan kedua tangannya.
Ah.. Mungkin Ia sedang pusing memikirkan uang untuk persiapan ujian dan kelulusan Rudi, adikku. Sebagai kakak tertua, Ia menjadi tulang punggung keluarga. Selepas meninggalnya Ayah-Ibu, tentu bebannya begitu berat. batinku dalam hati.
Tapi tiba-tiba pikiran nakal menghampiriku, Eh.. atau jangan-jangan Bang Roy memikirkan Mba Dian, perempuan yang dahulu pernah mengisi hatinya.
"Bang.. kok melamun saja, sedang kepikiran Mba Dian ya.." Godaku sambil menepuk punggung kakakku itu.
"Ah.. Kau ini, bikin kaget saja.. bisa copot ini jantungku.." Jawab Bang Roy terkaget dengan tepukan di bahunya. Tanda ia memang sedang banyak pikiran sehingga Ia tidak menyadari keadaan orang di sekelilingnya.
"Hehe.. Tuh kan.. lagi mikirin Mba cantik di sebelah.." Kataku sambil tersenyum ke arah Abangku satu-satunya.
Ya, Mba Dian adalah tetanggaku, seorang single mother yang kini tinggal di sebelah rumah kami. Mba Dian tinggal bersama anak lelaki sulungnya yang masih berusia 5 tahun.
Entah mengapa, takdir membawanya mengontrak di sebelah rumah kami. Padahal Bang Roy selama ini tak pernah tau dimana Mba Dian berada.
Aku tau persis, bagaimana hati Bang Roy yang hancur ditinggal Mba Dian menikah karena dijodohkan orang tuanya di kampung sebelah. Dengan seorang lelaki kaya dan mapan, seorang ASN yang memiliki kehidupan layak.