Mohon tunggu...
Putri EkaSari
Putri EkaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawati

Semoga menulis menjadikan amal shalih yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Menggapai Cita Lewat Luka

16 Oktober 2024   08:51 Diperbarui: 3 November 2024   05:40 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menggapai Cita Lewat Luka

Oleh : Putri Eka Sari

Rintik gerimis mulai membasahi jilbabku, aku menjadi tergesa-gesa menyebrangi jalan di antara beberapa motor yang juga bergegas untuk meneduh di pinggir jalan. Hujan seketika berubah menjadi lebat.

Sesekali petir berbunyi di kejauhan. Jalan yang biasanya ramai kali ini lebih lenggang. Hujan membuat banyak yang lebih memilih berteduh dalam rumah. Aku yang kurang cekatan berlari meneduh, seketika langsung basah kuyup.

"Sini Mba.. neduh.. Di situ tampias..nanti makin dingin.." kata seorang abang Gojek sambil menunjuk ke sebelahnya.

"Ya Pak.." Jawabku singkat sambil mengangguk.. Aku terdiam menunduk, berharap tak ada yang bertanya atau mengajakku mengobrol lagi.

Dibalik pakaian yang basah, hatiku semakin terasa dingin. Samar air mata turun tersarukan oleh hujan yang membasahi. Tetes Air mata membasahi pipi, aku menangis dalam diam. Tanpa suara..

Kuedarkan pandangan ke sekeliling. Beberapa orang berteduh di depan kios pulsa ini, di antaranya pengemudi ojol dan penumpangnya yang tak ku kenali. 

Beruntungnya aku karena di tempat berteduh ini. Sehingga aku tak perlu menjelaskan tentang apa yang kurasakan. Ah, tapi orang juga belum tentu peduli dengan perasaan orang lain. Air mata yang terus menetes, menggambarkan sakitnya hatiku saat ini.

Selepas menghadiri acara pernikahan mas Ari, mantan kekasihku. Padahal yang kuharapkan, tentu aku yang bersamanya di pelaminan. Bukan dirimu Mas, yang memadu kasih dengan Perempuan lain disana. 

Pilihan LDR (Long Distance Relationship) memang tidak cocok sepertinya untuk mempertahankan hubungan kita yang sudah berjalan selama 3 tahun lebih. Jarak dan waktu memisahkan kita yang semula seia sekata semenjak SMA. Menjadikan rasamu berubah.

Ah.. Memikirkannya semakin membuat hatiku terasa semakin teriris. Perasaanku campur aduk setelah keluar dari gedung pernikahan tadi. Rasanya aku ingin berteriak marah dan memaki perempuan yang bersanding di pelaminan dan menikah dengan mas Ari.

Karena setelah kenal dengan perempuan itu, kamu langsung memutuskan hubungan denganku. Keputusan yang terlalu sepihak, dan 3 bulan kemudian kamu menikah. Dia merebutmu dan membuat hatiku terasa pilu bagai teriris sembilu. Sehingga kau berlalu tanpa menghiraukan perasaanku.

Aku tak menyangka, entah apa yang membuatmu seperti begitu terkesima olehnya. Kemudian tak lama kamu pun menikahinya. Rasa marah yang kutahan dalam diam inginnya kulampiaskan di atas panggung pelaminan tadi. Jika tak tahu malu, ingin ku acak mahkota di atas kepala perempuan itu.

Dan ku jambak rambut dia yang merebutmu dariku. Tapi hal yang demikian tak kulakukan, karena ku anggap itu layaknya seperti anak kecil yang berebut permen saja. Beruntungnya aku dapat mengendalikan diri.

Namun emosi dan kemarahan itu seolah luntur tersiram aliran air hujan dari langit. Tangisan yang tak bisa kubendung lagi. Hingga tak terasa 2 jam cukup membuat hati menjadi lega

Setelahnya kepalaku pun ku angkat perlahan. Ku tegakkan tubuhku. Ah.. biarlah 3 tahun yang sia-sia itu. Berarti kamu memang bukan jodohku. Ku tekadkan hati seiring hujan yang mulai mereda dan sinar matahari yang mulai muncul lagi. 

Aku harus menghentikan perasaan ini, dan beranjak pergi mengejar hal lain yang lebih baik. Proses melupakan dirimu, ternyata tidak semudah bayanganku.

Beberapa kali aku masih menangisi kenangan, jika sekelebat teringat. Terutama setiap tak sengaja mendengar lagu yang biasa dinyanyikan bersama dahulu. Atau menatap benda-benda pemberiannya, rasanya menerbitkan sedih itu lagi. Kecewa dan patah hati karena ditinggalkan orang yang dikasihi ternyata menimbulkan jejak, goresan yang cukup dalam. Bahkan sempat membuat nilai kuliahku anjlok.

Karena tidak fokus dalam belajar. Orang tua, teman dan dosen yang memperhatikan nilaiku yang semula baik, menjadi begitu kaget dengan perubahan yang ada padaku. 

Tanpa ku sadari, aku masih saja mengawasi kegiatan sehari-hari mas Ari lewat instagramnya. Dan aku terhenyak, seolah tertampar pada realita. Bahwa menangisimu adalah sebuah kebodohan dan membuang waktu saja. Tak adil rasanya. Aku begitu larut dalam kesedihan, dan kau bersenang dan bermanja dengan istrimu.

Lumrah adanya karena kalian berada dalam sebuah hubungan pernikahan yang tak bisa ku kejar lagi. Patah hati menjadi cambuk untuk aku bangkit meski beberapa kali terjatuh dan mengingatmu lagi. Namun aku pun kemudian bertekad harus mengejar banyak hal yang ketinggalan.

Berusaha bangkit, kembali menata hati dan menyibukkan diri dengan banyaknya tugas, berkegiatan kuliah serta kepemudaan di kampus. Lalu perlahan bertemu orang baru, dan hal menyenangkan juga menarik di dunia ini selain Mas Ari. Teman-teman yang tulus bahkan ada pula yang berusaha mendekati dan berusaha menaklukan hatiku. Namun perasaan takut ditinggalkan membuatku belum berani berkomitmen ke jenjang lebih serius.

Lentera Kehidupan
Lentera Kehidupan

Sehingga beberapa kali penjajakan hanya berujung pertemanan saja. Tapi aku percaya, aku berharga. Dan setelah badai ini, pasti akan ku temukan cahaya. Aku akan buktikan.Yakinku dalam doa. Di tahun-tahun terakhir kuliah. Aku pun makin memfokuskan diri untuk menyelesaikan kuliah dengan nilai yang baik. Sehingga kelak mendapatkan pekerjaan.

Waktu berganti dan tak terasa aku pun memasuki dunia karir. Namun kali ini, Tuhan seolah memberikan hadiah atas kesabaranku. DikirimkanNya sebuah kompensasi dari rasa sedih itu, berupa pekerjaan yang baik dan halal. Dengan gaji yang sesuai. Serta keluarga, yang selalu mendukungku.

Dengan bekerja, Allah berikan kebaikanNya atas luka yang lalu. DihadiahkanNya berbagai privilege terbang mengunjungi berbagai kota di berbagai area di Indonesia, bahkan di luar Negeri. 

Alhamdulillah.. ya Allah.. ku gapai cita lewat luka.. Meski berdarah, prosesnya mampu menjadikanku wanita yang tangguh, dan bermartabat.

Dari perjalanan patah hati, Allah menjauhkanku dari orang yang tidak tepat, menuju hal yang lebih baik. 

Putrie, Juni 2024 (Membelah Langit Dengan Harapan-Alineaku).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun