Ketika hari libur tiba, banyak orang menunggu momen ini, setelah hari yang sibuk, lelah bekerja ataupun belajar.Â
Sebagian orang menghabiskan waktunya untuk berlibur di luar rumah. Berwisata maupun sekedar main ke mall untuk melepas penat atau mengisi waktu luang. Namun sebagian lagi sukanya di rumah saja, beberes lalu leyeh-leyeh. Tiduran saja, ngecash energi, agar besok siap untuk kerja lagi.
Kaum ke-2 ini termasuk saya salah satunya, yang kalau ga diniati ya di rumah saja. Beberapa orang menyebut orang-orang introvert lah yang sering memiliki kebiasaan seperti ini. Entahlah sebuah mitos atau fakta.
Terlepas dari hal watak, libur kali ini saya memilih berekreasi dengan menulis, lho memang bisa ya? Â
Bisa dong.. ketika liburan di rumah saja. Ide menulis seolah mengalir lebih bebas, deras, tanpa tekanan. Tanpa hambatan, tanpa batasan waktu. Berbeda saat hari kerja, dimana pikiran menjadi terbagi bebannya untuk melakukan pekerjaan, juga tugas menjadi Ibu.
Ketika libur, saya dapat berekreasi dengan menulis, yaitu:
a. Mengembangkan imajinasi dan kreativitas, tanpa sekat.
Sebuah 'rekreasi', berjalan-jalan pikiran ini, melepas stres dan kejenuhan, healing otak dalam berkhayal.Â
Dengan rekreasi alam pikiran ini kita dapat menjadi apa saja. Dimana ide bisa membumbung tinggi, bergerak lepas ke angkasa, dengan begitu lepas.
Meskipun si empunya ide cuma duduk dipojokan. Atau kruntelan di dalam selimut yang nyaman. Namun pikiran bis mengawang terbang kemana-mana.
Dan selayaknya dalam cerita Doraemon. Kita bisa memiliki berbagai pintu kemana saja, dimana saja dan kapan saja, kemudian menuliskannya.
Tak terbayangkan bagaimana perasaan para penulis terkenal lain, yang sungguh bisa dengan hebatnya menuliskan pikirannya yang kreatif. Hingga dapat melukiskan dunia di dalam lautan seperti kisah Spongebob (Stephen Hillenburg). Berada di Negeri sihir seperti Harry Potter (J.K Rowling).Â
Masuk dalam hutan rimba bersama Dinosaurus seperti dikisahkan dalam Jurasic Park (Michael Crichton). Atau ide tulisan lain bertema angkasa, Star Wars (George Lucas).
Dahsyatnya berekreaksi melalui pikiran dengan menulis ini, tentu terkadang bagi saya, lebih asyik dari jalan-jalan ke Bandung, Yogya, atau luar Negeri (terutama jika fisik sedang lelah).
b. Menulis memberi efek Bahagia.
Karena lewat menulis saya dapat berbagi pengalaman hidup, rekomendasi makanan, inspirasi, ide dan berbagai hal seru kepada orang lain.
Apalagi untuk saya yang baru mulai melek dan percaya diri (Pe-De) membuat tulisan baik artikel, cerpen, maupun ide lainnya yang simple. Hanya satu kata yang melukiskan perasaan saat ini ketika selesai menulis adalah BAHAGIA.Â
Sebuah hal yang dirasakan ketika bisa mengurai benang kusut di dalam kepala dan diuntai menjadi kata-kata yang bisa diluapkan dalam tulisan.
Terasa plong, setelah bisa menulis meski cuma beberapa menit saja dalam sehari. Ternyata teori "Menulis 8 menit" cukup efektif untuk melegakan hati, menuangkan isi pikiran yang selama ini membelenggu diri.
Sebuah quotes yang saya suka saat menulis: Melukis dunia dengan kata.. menulis dengan bahagia
c. Menulis tanpa bersitatap muka.
Lewat kata yang selama ini sulit untuk diucapkan dengan mulut. Semua ternyata dapat dituliskan dengan jari.
Tak perlu menghitung rasa malu kala bertatap, atau sungkan diungkapkan langsung karena khawatir akan menyakiti. Menulis dapat mengungkapkan kata-kata senang, kesal, amarah, sedih, bahkan rindu yang ingin diluapkan dari kepala.
Nah, pantas saja jika para haters dapat dengan mudah berkomentar negatif, nyinyir di medsos ya? Mereka bisa dapat dengan mudah berkata pada kolom komentar seseorang, jika mereka tak suka. Kadang tak peduli apakah kata yang diucapkan akan menyakiti atau menyinggung orang lain.
Mungkin ketika berada di dunia Maya seseorang tak merasa berhadapan langsung, beratap muka hingga berani mengungkapkan apa yang dirasakan dalam dada. Masa bodoh orang lain suka atau tak suka.. Yang penting hati senang.
Tentu hal ini tak patut untuk dilakukan ya.. Sebaiknya kita harus memilah dan menyaring terlebih dahulu kata yang diucapkan pada kolom komentar orang lain.Â
Karena jejak digital kata yang diucapkan di dunia, tentu menjadi catatan amal di akhirat kelak kan? Janganlah sampai kita mati meninggalkan nama yang buruk di dunia, sebagai haters ya..
d. Menulis bagaikan candu dan sebagai katarsis.
Kembali ke proses menulis, ternyata hal ini membuat kecanduan, Karena efek Katarsisnya (proses pelepasan emosi yang terpendam atau keluh kesah di dalam batin, sehingga seseorang bisa merasa lebih lega dan menjalani aktivitas sehari-hari dengan lebih baik-KBBI). Sehingga dengannya bisa melunturkan beban yang menyesakkan jiwa.
Dosisnya pun dapat naik, dari yang hanya ingin menjadi penulis kecil-kecilan, kini terpantik juga melihat guru, serta teman-teman di komunitas. Yang memiliki tulisan bagus serta bermanfaat, membuat hati juga ingin mengasah diri menciptakan tulisan berkualitas dan bermakna.
Meski awalnya proses menulis pada waktu yang singkat, terasa agak terbebani dengan pikiran 'bisa ga ya' di tengah tugas menjadi ibu dan padatnya pekerjaan. ternyata jika sudah diniati, rasanya enteng dan biasa saja.
Persepsi itu ternyata cuma ada di dalam pikiran. Dengan niat yang kuat dan ketekunan ternyata BISA.. kadang sebagai manusia, kita sendiri yang terlalu underestimate, meragukan dan melemahkan kemampuan diri sendiri.
Benarlah kata pepatah, Setiap niat pasti ada jalan. Yakin dan teruslah berjalan.. Keteguhan hati yang akan membawamu hingga ke tujuan.
d. Menulis menghidupkan jiwa dengan syukur.
Perjalanan menulis ini mengingatkan saya untuk bersyukur, Alhamdulillah.. tak sia-sia saya meluangkan waktu untuk mengikuti berbagai kelas, dan Webinar dari pak Cahyadi Takariawan dan Bu Ida, bahwa memang benar menulis sebagai katarsis jiwa.
Karena saya sendiri merasakan efek, dampaknya. Menyadarkan saya betapa beruntungnya saya dipertemukan dengan komunitas penulis di Indonesia.
Layaknya sebuah hidayah, keberuntungan dan pengalaman ini mungkin belum tentu didapatkan oleh orang lain.
Semoga orang-orang di luar sana yang mengalami kekosongan jiwa ataupun penuhnya beban jiwa. Juga dapat mendapatkan hidayahNya, yatu dengan menyalurkan pikirannya dengan menulis.Â
Untuk menguntai permasalahannya, melampiaskan isi hati, sehingga tak ada lagi kasus-kasus bunuh diri karena stres, ataupun depresi.
Karena Kita semua berharga..Â
Kita semua ingin bahagia dengan caranya masing-masing..
 Â
-Menutup 14 hari membangun habit menulis, sebagai target diri-
Salah satu sumber : Google.com, Kompasiana-Julianda BM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H