Mohon tunggu...
Putri EkaSari
Putri EkaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawati

Semoga menulis menjadikan amal shalih yang bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berebut Julid di Kolom Komentar, Layaknya Berebut Bola Panas

29 Mei 2024   05:38 Diperbarui: 30 Juni 2024   07:47 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemajuan teknologi kini malah membuat manusia menjadi kurang empati, serta memiliki adab yang baik dalam memberikan pendapat. Hingga setiap hal seolah wajib dikomentari, secara masif (besar-besaran) dan berlebihan.

Dengan tujuan cuan, orang tidak peduli lagi jika komentarnya julid dan menyakiti orang lain. Tak ada lagi rasa mengasihi sesama. Karena tujuan bermedia sosial sudah berubah dari sekedar posting dan berbagi, namun menjadi harapan ingin "Viral dan populer".

Fenomena setiap orang berebut menjadi konten kreator "Viral'' menjadi tujuan untuk sukses. Karena semakin viral sesuatu, maka semakin populer orang pembuat hal tersebut.

Popularitas kini dinilai dari banyaknya follower yang dimiliki. Maka setiap orang berkeinginan menjadi semakin terkenal. Merebut hati orang lain, dan berusaha  menjadi public figure secara lebih cepat dan instan, yang saat ini disebut "Selebgram".

Di satu sisi tentu tidak ada salahnya, karena dari sanalah ide-ide kreatif hadir. Dan diharapkan mendapatkan banyak endorse dan iklan yang masuk. Sehingga semakin menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Namun yang membuat hati sedih, seolah tiap orang menjadi yang ter- (paling) paham dan memiliki ilmu atas kondisi dan hal yang terjadi orang yang sedang di komentari. Padahal bisa saja komentar yang disampaikan tersebut baru berisi asumsi, dan sekilas pandangan orang awam. Yang belum bisa di pastikan kebenaran sesuai dengan kenyataanya.

Terkadang banyak hal yang menjadi ramai di perbincangkan di media sosial. Terpengaruh pada situasi, waktu dan kondisi yang terjadi di  Negara kita, Indonesia. Misalnya saat panasanya suasanya politik ketika Pemilu PILPRES ataupun PILKADA.

Saya sungguh tidak habis pikir. Pada saat seperti itu, begitu mudahnya memprovokasi orang lain dengan kata-kata yang mebuat hati menjadi terasa panas, gelisah dan ingin marah. 

Mungkin ini hanyalah sebagian ulah buzzer suruhan dari orang berkuasa, yang sengaja dibuat untuk memecah belah persatuan di negri ini? Dan begitu mudahnya menggiring opini. Bahkan hingga rakyat terpecah belah hingga menjadi 2 kubu, hingga muncul istilah cebong dan kampret/kadrun. Untuk para pendukung kandidat Presiden kala itu.

Padahal ketika pemilu selesai, akhirnya kedua kandidat pun bersatu dalam kabinet pemerintahan. Otomatis perselisihan ide, saling ribut, melontarkan ujaran kebencian layaknya sebuah perkelahian. Dari 2 kubu pendukung di media sosial menjadi tidak ada gunanya lagi.

Maka untuk kebaikan bersama, mari kita saling menjaga lisan dan hati. Menahan diri, untuk memikirkan baik-baik setiap hal. Serta mengontrol jari-jari untuk tidak berkomentar buruk dan jahat, meskipun kamu adalah seorang pakar atau ahli pada sebuah bidang ilmu yang berkaitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun