Mohon tunggu...
putri disi
putri disi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Saya menyukai membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Pemikiran Gerakan Reformasi: Indonesia

29 Oktober 2024   21:16 Diperbarui: 29 Oktober 2024   21:16 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini membahas reformasi gereja yang dipelopori oleh Martin Luther, seorang pastor Jerman yang menentang Gereja Katolik Roma pada abad ke-16. Luther memulai gerakan ini dengan mempublikasikan 95 Dalil pada tahun 1517, menentang praktik indulgensi yang dijual sebagai cara pengampunan dosa. Luther memandang praktik ini sebagai penyimpangan dari ajaran Kristen sejati yang seharusnya menekankan hubungan langsung setiap individu dengan Tuhan tanpa perantara yang berlebihan. Pada masa itu, penjualan indulgensi digunakan sebagai sumber pendanaan untuk gereja, yang sebagian besar digunakan untuk pembangunan, seperti basilika Santo Petrus di Roma. Praktik ini dinilai menyimpang dari ajaran asli Alkitab karena gereja seolah menjadi perantara eksklusif dalam hubungan manusia dengan Tuhan. Luther berpendapat bahwa pengampunan dosa hanya bisa diperoleh melalui iman, bukan dengan pembayaran. Ia lalu menyusun 95 Dalil dan memakunya di pintu gereja Wittenberg pada 31 Oktober 1517, memprotes penyimpangan tersebut. Aksi ini mengawali gerakan Reformasi Protestan, yang dengan cepat mendapat respons dari masyarakat dan cendekiawan.

Dalam 95 Dalil tersebut, Luther menyoroti tiga hal utama: penyelewengan finansial, doktrin, dan etika dalam gereja. Pertama, ia mengkritik fokus Gereja Katolik pada kemewahan, yang memperparah ketimpangan sosial. Kedua, dari segi doktrin, Luther menentang klaim gereja bahwa paus memiliki otoritas untuk mengampuni dosa di akhirat. Ketiga, dari sisi etika, Luther menentang kecenderungan gereja yang terlalu materialistis dan mengabaikan nilai-nilai rohani.

Reformasi Luther memicu perubahan besar, dan dukungan dari cendekiawan serta masyarakat Eropa memperkuat dampak gerakan ini. Luther mendorong bahwa gereja harus memprioritaskan kesetaraan rohani di atas segalanya. Dalam konteks yang lebih luas, ia melihat gereja sebagai tempat untuk mengajarkan iman dan moralitas, bukan sebagai institusi yang memperkaya diri atau membebani umat. Melalui cetakan 95 Dalil, ide-ide Luther menyebar luas, memungkinkan lebih banyak orang mengenal gerakan reformasi ini.

Seiring berkembangnya gerakan Reformasi, Yohanes Calvin dan Ulrich Zwingli muncul sebagai tokoh utama yang mengembangkan pemikiran Luther ke arah baru. Di Swiss, Calvin menekankan ajaran tentang predestinasi, gagasan bahwa nasib seseorang sudah ditentukan oleh Tuhan. Calvinisme menekankan kehidupan asketik, yaitu gaya hidup sederhana, dan kemandirian gereja dari otoritas negara. Pemikiran Calvin memiliki pengaruh besar dalam memperluas reformasi gereja dan turut mendorong reformasi sosial, karena ia menganggap gereja bertanggung jawab untuk memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat.

Reformasi ini juga melahirkan Gereja Protestan yang lebih egaliter dan menghargai kebebasan individu dalam kehidupan beragama. Salah satu contoh yang signifikan adalah Gereja Lutheran yang berkembang di Jerman, yang mendasari ajarannya pada nilai-nilai Luther. Di Inggris, gerakan Reformasi mendapatkan dukungan dari Raja Henry VIII, yang membentuk Gereja Anglikan sebagai hasil konflik dengan Paus. Sementara itu, Zwingli di Zurich, Swiss, memperkenalkan teologi yang lebih tegas terhadap perubahan gereja dan mendorong penerjemahan Alkitab dalam bahasa lokal agar dapat diakses oleh seluruh umat.

Selain berdampak pada agama, Reformasi juga memengaruhi sistem pemerintahan dan masyarakat secara keseluruhan. Luther dan Calvin menyatakan bahwa gereja dan negara harus dipisahkan. Mereka percaya bahwa institusi gereja tidak seharusnya menguasai atau mengendalikan urusan politik, serta menyatakan bahwa otoritas tertinggi terletak pada Tuhan. Pemikiran ini menginspirasi prinsip-prinsip demokrasi modern seperti konsep "check and balances" atau pengawasan kekuasaan penguasa oleh lembaga lain. Luther juga berpendapat bahwa setiap individu memiliki tanggung jawab dalam menjalani hidup secara mandiri di bawah hukum Tuhan tanpa keterlibatan langsung dari gereja. Ini adalah gagasan yang revolusioner pada masanya dan memberikan dorongan kuat untuk perubahan dalam sistem pemerintahan.

Di bidang pendidikan, Reformasi juga membawa perubahan besar. Luther menekankan pentingnya pendidikan bagi semua orang agar mereka dapat membaca dan memahami Alkitab secara langsung. Inisiatif ini berkontribusi pada peningkatan literasi di Eropa, membuka akses pendidikan bagi masyarakat umum, dan memungkinkan mereka memahami ajaran Kristen tanpa harus mengandalkan otoritas gereja. Luther juga mendorong penggunaan bahasa lokal dalam ibadah, yang sebelumnya hanya menggunakan bahasa Latin. Penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa-bahasa lokal membuat lebih banyak orang memahami ajaran Kristen, yang akhirnya mempercepat penyebaran gagasan Reformasi.

Seiring dengan waktu, Reformasi memunculkan perpecahan dalam tubuh gereja Kristen, melahirkan cabang-cabang Protestan yang independen dari Gereja Katolik. Gerakan ini membawa perubahan dalam berbagai aspek, termasuk pendidikan dan pengelolaan sosial. Protestanisme yang dibawa oleh Luther menjadi simbol kebebasan dalam beragama dan perubahan tatanan masyarakat yang lebih berkeadilan. Selain itu, Reformasi mempengaruhi lahirnya pemikiran baru tentang hak-hak asasi manusia, yang kemudian menjadi bagian penting dalam sejarah sosial-politik modern.

Dampak Reformasi Gereja juga terasa di Amerika, di mana prinsip-prinsip Protestan menginspirasi para pendiri bangsa untuk menciptakan sistem pemerintahan yang menghargai kebebasan beragama dan pemisahan antara gereja dan negara. Prinsip-prinsip demokratis serta hak asasi manusia yang berkembang di Eropa Barat berakar pada semangat reformasi ini, yang kemudian diadaptasi oleh banyak negara di dunia. Dampak Reformasi tidak hanya terbatas pada Eropa Barat. Di Amerika, ide-ide Protestan menginspirasi para pendiri bangsa untuk menciptakan sistem pemerintahan yang menghargai kebebasan beragama dan pemisahan antara gereja dan negara.

Di era modern, semangat reformasi tetap relevan. Di Indonesia, Gereja Toraja yang menganut ajaran Calvinis menekankan nilai kesederhanaan dan kerja keras. Prinsip ini juga dapat diterapkan dalam berbagai bidang di luar gereja, di mana reformasi menjadi kebutuhan penting dalam pembaruan sistem yang ada, terutama dalam aspek pemerintahan. Gerakan reformasi politik di Indonesia pada akhir 1990-an, yang berfokus pada pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta mendorong keterbukaan dan akuntabilitas, merupakan contoh bagaimana semangat reformasi Luther masih relevan dalam menciptakan pemerintahan yang lebih adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun