Mohon tunggu...
Kartika Lestari
Kartika Lestari Mohon Tunggu... Wiraswasta - rkartikalestari

Saya menulis apapun yang muncul di pikiran saya. Lengkap tentang saya di www.kartikalestari.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Internet dan Dunia Maya: Antara Kebebasan dan Kebablasan

26 Februari 2017   14:09 Diperbarui: 26 Februari 2017   14:29 3821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berkembangnya internet dan dunia maya, adalah salah satu hasil kemajuan teknologi dan kreativitas yang saat ini hampir dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat di seluruh belahan bumi. Bagi saya pribadi, internet telah banyak membantu dalam mencari semua sumber informasi dan pengetahuan, mulai dari ilmu-imu terbaru, kesehatan, tempat wisata, hingga resep masakan, bahkan menu dan harga makanan dari restoran yang sedang dicari. 

Semua bisa ditemukan dengan mudah hanya dengan memasukkan kata kunci di "search engine", dan datanglah semua informasi yang diperlukan. Saat 15 tahun lalu, aku harus membeli kartu telpon untuk menelpon orang tua dari mancanegara, sekarang dengan "internet call" yang disediakan oleh banyak media sosial seperti facebook messenger, whatsapp, line, facetime  dan lain-lain, aku bisa berkomunikasi dengan suami dan keluarga selama berjam-jam, bahkan hingga ketiduran, baik melalui tulisan, suara bahkan video, tanpa rasa kuatir tagihan telpon yang membengkak. Betapa luar biasanya kemajuan teknologi, saat ini semua lokasi di belahan di dunia bisa dijangkau dengan komunikasi yang sangat mudah dan relatif murah.

Dan seperti hal lainnya, di antara semua manfaat yang ada, tidak jarang ada saat-saat di mana beberapa orang (atau juga kita) lupa bahwa kemudahan dan kebebasan yang ada di dunia maya tidaklah bebas tanpa batas, tapi tetap dibatasi oleh hak-hak orang lain untuk dihargai dan dihormarti. Dengan semakin meluasnya jangkauan internet dan media sosial. yang melibatkan semakin banyak orang di dalamnya, semakin banyak pula hal-hal kurang baik yang datang, yang kita sebagai pengguna harus pandai-pandai memilah, mana yang baik, termasuk baik untuk kesehatan hati dan batin kita tentunya. 

Berita-berita tidak benar (yang sering disebut hoax) semakin mudah mengalir dan membanjiri akun-akun media sosial kita bahkan di situs-situs berita online yang makin menjamur banyak ragamnya. Eksploitasi foto-foto orang lain dengan desain tambahan yang bermaksud menghina atau melecehkan seseorang, atau dengan tulisan-tulisan tambahan yang kurang pantas, bahkan meng-edit foto orang lain tanpa seijin pemiliknya dengan maksud untuk merendahkan, saat ini semakin banyak dan cepat menyebar. Hal-hal yang seringnya dilandasi oleh ketidaksukaan, kebencian dan keinginan untuk merendahkan orang lain, dan orang itu bahkan mungkin tidak pernah dikenal dan ditemui di dunia nyata.

Saya pribadi, sering tidak merasa nyaman jika melihat hal-hal seperti itu bertebaran masuk ke akun media sosial saya, sekalipun korban dari kebebasan tanpa batas itu adalah orang yang saya kurang cocok sekalipun. Dan saya memilih diam sambil menghapus atau "unfollow". Tidak berkomentar adalah pilihan saya, karena meskipun kurang setuju dengan caranya, saya pun berusaha untuk mengerti pembuatnya yang mungkin sedang diliputi rasa marah yang besar karena mungkin ada sesuatu kurang baik yang menimpanya karena ulah orang lain. 

Walaupun begitu, saya tetap berharap, suatu saat nanti, akan lebih banyak orang yang dapat mengerti apa arti kebebasan berekspresi di dunia maya. Di tengah-tengah makin beratnya kehidupan saat ini, akan semakin banyak orang yang ingin mengungkapkan apa yang ada di hati dan pikirannya. Dan pengungkapan di dunia maya adalah salah satu pilihannya. Tentulah sangat baik bahwa orang semakin terbuka, karena ini tentu akan mengurangi perasaan tertekan karena suatu keadaan. 

Apalagi dengan makin meningkatnya demokrasi yang membebaskan setiap orang untuk mengungkapkan buah pikirannya. Dan pengungkapan buah pikiran dan kritik yang membangun, selayaknya tidak diikuti oleh penghinaan dan pelecehan. Tetap perlu diingat, bahwa kebebasan itu tentulah bukan tanpa batas. Karena kita hidup bersanding dengan orang lain, yang juga mempunyai hak untuk dihargai kehidupannya. Kebebasan kita tetap dibatasi oleh hak orang lain untuk dihargai. 

Sebagaimana kebebasan orang lain pun dibatasi oleh hak kita untuk dihargai. Jika kebebasan menjadi kebablasan hingga melanggar hak-hak orang lain, maka hubungan antar manusia akan semakin tajam, karena akan makin banyak berita-berita yang hanya berdasarkan opini-opini yang hanya dilandasi ketidaksukaan yang berujung kepada hoax, akan makin banyak berita-berita yang hanya dilandasi kebencian dan berakhir di SARA, akan makin banyak gambar-gambar buatan yang menggunakan wajah-wajah orang lain yang berujung kepada penghinaan. Dan semakin banyak kita terlibat dan mengkonsumsi hal-hal seperti itu, mungkin tanpa kita sadari, kita semakin terbiasa dengan menertawakan kekurangan orang lain, dan semakin jauhlah hati kita dari ketenangan.

Ada satu buku dari Louise L. Hay yang saya suka, dan ada dua poin yang selalu berusaha saya ingat dan coba untuk terapkan.

1. Jika kita melihat dan mendengar hal-hal baik, sebarkanlah. Dan jika kita melihat dan mendengar hal-hal yang kurang baik, diamlah dan lupakanlah.

2. Seperti halnya sidik jari yang tidak pernah sama, setiap orang mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Jadi, kita tidak perlu mengungkapkan kekurangan orang lain, agar kita tampak lebih baik. 

Dua hal yang bisa coba kita terapkan dalam kehidupan maya, sehingga kita memiliki kebebasan tanpa kebablasan. Internet dan dunia maya hanyalah alat, alat yang tergantung kepada pemakainya. Dia akan sangat bermanfaat jika kita menggunakannya dengan tepat. Dan sebaliknya akan menjadi senjata yang paling tajam, jika kita salah menerapkannya, tak hanya melukai orang lain, tapi juga bisa melukai diri kita sendiri, minimal mengurangi kebersihan hati dan pikiran kita sendiri.

Pilihan tetap ada di kita. Apakah kita memilih kebebasan yang membangun, atau kebebasan yang kebablasan. Karena apapun pilihan kita, pada akhirnya kitalah yang akan memetik hasilnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun