Mohon tunggu...
Putri Belva
Putri Belva Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

Hoping that my blogs will make your days a bit happier!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jokowi Tetapkan Pelarangan Tembaga per Juni 2023, Freeport Keringat Dingin

6 Maret 2023   20:49 Diperbarui: 6 Maret 2023   22:01 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo semakin membuktikan komitmennya dalam mewujudkan transformasi ekonomi Indonesia melalui kebijakan pelarangan ekspor bijih bauksit dan tembaga mentah. Melalui siaran pers pada Desember 2022 lalu, Presiden Jokowi menegaskan akan mulai memberlakukan kebijakan ini per Juni 2023 mendatang. 

Sebagaimana mengacu pada UU no. 3 tahun 2020 yang menyebutkan bahwa seluruh sumber daya mineral dan batu bara milik negara akan diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Maka dari itu, selanjutnya pemerintah akan membatasi jumlah ekspor bauksit dan tembaga dalam bentuk bahan mentah dan lebih berfokus dalam peningkatan hilirisasi industri.

Penerapan kebijakan pelarangan tidak terlepas dari harapan pemerintah dalam mendorong eskalasi hilirisasi industri pengolahan bahan tembaga di Indonesia. Harapannya, hilirisasi yang menghasilkan industrilisasi bauksit dapat membuka lebih luas lowongan pekerjaan bagi masyarakat. Hilirisasi lantas akan memberikan keuntungan tidak hanya kepada pengusaha dan investor, tetapi juga para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) daerah melalui kolaborasi. Dampak panjangnya berupa peningkatan jumlah devisa negara yang berimplikasi pada kenaikan nilai tambah dalam negeri.

Optimisme Presiden Joko Widodo dalam kebijakan pelarangan ini didorong oleh hasil memuaskan atas kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel sejak Januari 2020 lalu. Tercatat, Indonesia mendapatkan total nilai ekspor nikel mencapai Rp. 326 triliun pada tahun 2021. Data tersebut menunjukkan peningkatan hingga 19 kali lipat setelah pada tahun 2014 tercatat nilai ekspor nikel pada angka Rp. 17 triliun. 

Hasil ini sekaligus menunjukkan peningkatan total investasi yang mencapai hingga Rp. 1.207,2 Triliun pada tahun 2022. Total tersebut telah melebihi angka target yang sebelumnya ditentukan sebesar Rp. 1.200 triliun. Hasil cemerlang tersebut mendorong pemerintah untuk melanjutkan rencana pelarangan ekspor bahan mentah pada bauksit dan tembaga pada tahun ini.

3 Fakta menarik dibalik kebijakan pelarangan ekspor bauksit 

  • KADIN menyambut baik kebijakan larangan ekspor bijih bauksit

Arsjad Rasjid selaku ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia melalui wawancaranya menyatakan dukungannya terhadap kebijakan pemerintah Indonesia mengenai pelarangan ekspor bijih bauksit. Menurutnya, kebijakan tersebut sudah selaras dan sesuai denga nisi UU no.3 tahun 2020 yang merupakan amandemen dari UU no.4 tahun 2009. Kebijakan tersebut dinilainya sebagai langkah pembaharuan dan evaluasi dalam menghitung rasio untung dan rugi atas penjualan bahan mentah. Arsjad menambahkan bahwa langkah ini akan semakin optimal jika pemerintah juga menyiapkan skema peta jalan hilirisasi yang spesifik dan terarah. 

  • Uni eropa melayangkan gugatan kepada Indonesia melalui WTO

Sebagai respon terhadap keputusan pemerintah Indonesia, Uni Eropa mengirimkan gugatan kepada World Trade Organization (WTO) pada 27 November 2019 dan terdaftar sebagai sengketa DS592. Sebagai sesama anggota WTO, Uni Eropa menilai kebijakan yang diambil Indonesia dapat menganggu perdagangan industri baja. 

Sejatinya kebijakan yang diambil Indonesia sebagai eksportir nikel terbesar di dunia jelas menyita perhatian dunia. Salah satunya adalah Uni Eropa yang kalang kabut karena merupakan salah satu negara yang bergantung pada pasokan bahan baku nikel untuk sektor industri otomotifnya. Adapun pokok permasalahan yang diajukan Uni Eropa berkaitan dengan persyaratan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, perizinan ekspor, dan skema pemberian subsidi.

Setelah melalui berbagai perundingan yang dimediasi oleh WTO, Indonesia resmi dinyatakan kalah dalam sengketa DS592 yang dilaporkan melalui final panel report pada 17 Oktober 2022. Kekalahan Indonesia disebabkan karena industri dalam negeri dinilai masih belum matang. Sejatinya, suatu negara harus memiliki industri dalam negeri yang matang dan berkembang sebagai penopang komoditas ketika mengambil sebuah kebijakan pelarangan ekspor suatu entitas secara total. Dalam hal ini, WTO menilai bahwa industri hilirisasi dalam negeri terutama untuk komoditas nikel mentah di Indonesia masih belum cukup mumpuni.

Meskipun mendapatkan pertentangan dari WTO dan Uni Eropa, Presiden Joko Widodo tetap teguh menjalankan kebijakan ini sejak 2020. Menurutnya, Indonesia telah lama berada di zona nyaman dimana lebih banyak mengirim bahan mentah sebagai barang ekspor. Aktivitas ini dinilai sangat tidak menguntungkan Indonesia dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi negara. Pemerintah pun mengajukan banding pada Desember 2022 lalu dengan membawa argument bahwa Indonesia sedang mengebut industri hilirisasi nikel dan tembaga dalam negeri.

  • Freeport Kebut Proyek Smelter untuk Dapatkan Izin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun