Pendidik memilliki peran penting dalam proses pembelajaran sebagai fasilitator, dengan memberikan bimbingan, arahan, maupun kontrol. Hal itu semata-mata untuk mencapai tujuan dari kurikulum perguruan tinggi yaitu menciptakan lulusan yang bermanfaat dimasyarakat.Â
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa mahasiswa dan dosen memiliki pesan mereka masing-masing. Dimana peran dari masing-masing individu itu sangat diperlukan.Â
Pendekatan pembalajaran yang menekankan pada keaktifan mahasiswa ini didasari oleh Pasal 11 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa karakteristik proses pembelajaran di  perguruan tinggi ialah interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan perpusat pada mahasiswa.Â
Meskipun isi kebijakan tersebut menyatakan bahwa  dalam setiap proses pembelajaran harus melibatkan peran aktif mahasiswa, namun yang terjadi dilapangan tidak menyatakan demikian. Terutama pada mahasiswa semester awal.Â
Mahasiswa terlalu takut meski hanya untuk mengajukan pertanyaan kepada temen sekelas mereka yang melakukan presentasi. Mereka lebih memilih tidak mendapat jawaban atas pertanyaan yang ada di pikiran mereka atau mereka akan menanyakannya secara individu dibandingakan di dalam kelas.Â
Salah satu alasannya ialah ketika di dalam satu kelas tidak ada yang mengajukan pertanyaan, mahasiswa akan berpikir bahwa teman sekelasnya sudah sepenuhnya mengerti. Sehingga ketika ia mengajukan pertanyaan, ia takut di 'cap' bodoh oleh teman sekelasnya.Â
Alasan lainnya ialah mahasiswa tidak ingin ketika presentasi akan ditanya balik atau disanggah balik oleh teman-temannya sehingga memilih untuk memendam pertanyaannya sendiri. Atau mereka terlalu malu mengajukan pertanyaan didepan banyak orang.Â
Mahasiswa juga enggan  menyampaikan gagasan ataupun pendapat mereka karena faktor waktu. Ketika perkuliahan dilakukan pada waktu siang hari dan jumlah sks yang banyak, dengan kondisi badan mengantuk serta perut lapar, maka pada saat itu mahasiswa malas atau tidak memiliki niat untuk mengeluarkan gagasan atau pendapat mereka.Â
Faktor lainnya ialah mahasiwa merasa malu bila pendapat yang ia keluarkan tidak sesuai dengan materi yang sedang dibahas. Lalu mahasiswa juga merasa takut jika pendapat yang disampaikan salah. Padahal sifat itulah yang nantinya bisa menyebabkan kesulitan belajaran bagi mahasiswa.Â
Namun dikala pandemi ini berlangsung, disaat kebijakan Perkuliahan Jarak Jauh (PJJ) di laksanakan. Tidak disangka, tingkat keatifan mahasiswa meningkat drastis.Â
Hal ini saya rasakan sendiri selama melakukan PJJ. Yang mana ketika perkuliahan tatap muka berlangsung, hanya segelintir orang saja yang berani mengajukan pertanyaan bahkan perlu dipaksa terlebih dahulu oleh dosen agar ada yang berani bertanya. Namun ketika PJJ begitu banyak teman sekelas saya yang ingin mengajukan pertanyaan, dan pertanyaan yang diajukan begitu berbobot.Â