Mohon tunggu...
Putri Ayu SariDewi
Putri Ayu SariDewi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Taekwondo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Teori Psikososial Erik Erikson

17 Januari 2025   21:07 Diperbarui: 17 Januari 2025   21:07 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Teori Psikososial Erik Erikson: Sebuah Perjalanan Menuju Kedewasaan

Teori psikososial Erik Erikson merupakan sebuah kerangka kerja yang menjelaskan bagaimana kepribadian manusia berkembang sepanjang hidup. Berbeda dengan teori psikoseksual Sigmund Freud yang berfokus pada dorongan seksual, Erikson menekankan peran interaksi sosial dan budaya dalam membentuk identitas dan perilaku manusia.

Teori Erikson dibagi menjadi delapan tahap psikososial, masing-masing dikaitkan dengan krisis atau konflik yang harus diatasi individu untuk mencapai keseimbangan dan keberhasilan dalam hidup. Mari kita telusuri setiap tahapnya:

1. Kepercayaan vs. Ketidakpercayaan (0-1 tahun): Bayi yang baru lahir sangat bergantung pada orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Jika kebutuhannya terpenuhi dengan baik, bayi akan mengembangkan rasa percaya dan keamanan. Sebaliknya, jika kebutuhannya diabaikan atau tidak terpenuhi, bayi akan mengembangkan rasa ketidakpercayaan dan kecemasan.

2. Otonomi vs. Rasa Malu dan Keraguan (1-3 tahun): Pada tahap ini, anak mulai belajar untuk mandiri dan mengendalikan dirinya sendiri. Mereka ingin menjelajahi dunia dan melakukan hal-hal sendiri. Jika orang tua mendukung kemandirian anak, mereka akan mengembangkan rasa otonomi dan percaya diri. Namun, jika orang tua terlalu protektif atau mengkritik, anak akan merasa malu dan ragu untuk mengambil inisiatif.

3. Inisiatif vs. Rasa Bersalah (3-5 tahun): Anak-anak pada tahap ini mulai menunjukkan rasa ingin tahu dan kreativitas. Mereka ingin mencoba hal-hal baru dan mengambil inisiatif. Jika orang tua mendukung rasa ingin tahu dan kreativitas anak, mereka akan mengembangkan rasa inisiatif dan percaya diri. Namun, jika orang tua terlalu mengontrol atau mengkritik, anak akan merasa bersalah dan ragu untuk mengambil risiko.

4. Ketekunan vs. Inferioritas (5-12 tahun): Anak-anak pada tahap ini mulai belajar keterampilan baru di sekolah dan di lingkungan sosial. Mereka ingin merasa kompeten dan diterima oleh teman-temannya. Jika anak berhasil mengembangkan keterampilan dan mencapai tujuan, mereka akan mengembangkan rasa ketekunan dan percaya diri. Namun, jika anak gagal atau merasa tidak diterima, mereka akan merasa inferior dan kurang motivasi.

5. Identitas vs. Kebingungan Peran (12-18 tahun): Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri. Remaja mulai mempertanyakan siapa mereka, apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka ingin hidup. Mereka mencoba berbagai peran dan identitas untuk menemukan diri mereka sendiri. Jika remaja berhasil menemukan identitas yang kuat dan diterima oleh lingkungannya, mereka akan merasa percaya diri dan bahagia. Namun, jika remaja merasa bingung dan tidak yakin dengan identitasnya, mereka akan merasa tidak aman dan terisolasi.

6. Intimasi vs. Isolasi (18-25 tahun): Pada tahap ini, individu mulai mencari hubungan yang intim dan berkomitmen. Mereka ingin berbagi hidup dengan orang lain dan membangun keluarga. Jika individu berhasil membangun hubungan yang intim dan sehat, mereka akan merasa bahagia dan terpenuhi. Namun, jika individu merasa terisolasi dan tidak mampu membangun hubungan yang intim, mereka akan merasa kesepian dan tidak bahagia.

7. Generativitas vs. Stagnasi (25-65 tahun): Individu pada tahap ini ingin berkontribusi pada masyarakat dan meninggalkan warisan bagi generasi mendatang. Mereka ingin merasa berguna dan bermakna. Jika individu berhasil mencapai tujuan ini, mereka akan merasa puas dan bahagia. Namun, jika individu merasa stagnan dan tidak bermakna, mereka akan merasa kecewa dan tidak bahagia.

8. Integritas Ego vs. Keputusasaan (65 tahun ke atas): Pada tahap ini, individu meninjau kembali hidup mereka dan menilai apakah mereka telah hidup dengan baik dan mencapai tujuan mereka. Jika individu merasa puas dengan hidup mereka, mereka akan mengembangkan rasa integritas dan penerimaan diri. Namun, jika individu merasa menyesal dan putus asa, mereka akan merasa tidak bahagia dan tidak puas.

Implikasi Teori Erikson:

Teori Erikson menekankan pentingnya interaksi sosial dan budaya dalam perkembangan manusia.

Setiap tahap psikososial memiliki tantangan dan peluang yang unik.

Keberhasilan dalam mengatasi krisis di setiap tahap akan membantu individu mencapai keseimbangan dan keberhasilan dalam hidup.

Teori Erikson memberikan kerangka kerja yang komprehensif untuk memahami perkembangan manusia sepanjang hidup. Teori ini membantu kita memahami bagaimana interaksi sosial dan budaya membentuk kepribadian dan perilaku manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun