Mohon tunggu...
Putri AyuMiranda
Putri AyuMiranda Mohon Tunggu... Editor - mahasiswa

Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan Masih Dipagari dengan Diskriminasi

15 Maret 2020   10:01 Diperbarui: 15 Maret 2020   10:03 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pada zaman era modern ini, banyak terjadinya kemajuan terhadap kehidupan masyarakat tak terkecuali pada perempuan. Memang wanita pada zaman sekarang tidak sedikit yang bisa menempuh pendidikan sampai jenjang yang lebih tinggi, ada yang bekerja di bagian pemerintahan, perusahaan, parlemen bahkan partai politik. 

Namun sayangnya, meskipun mereka sudah mendapatkan posisi yang bisa dikatakan cukup bagus akan tetapi mereka tidak bisa menempati posisi sebagai pengambil keputusan. Jadi pertanyaannya benarkah diskriminasi perempuan adalah tentang sebuah hakikat? Apakah diskriminasi masih ada pada zaman modern ini?

Ternyata diskriminasi terhadapa perempuan masih ada dan belum terkikis secara tuntas. Walaupun perempuan sudah ada yang bisa berpartisipasi di berbagai bidang, akan tetapi perempuan sering ditempatkan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.  

Perempuan dianggap kurang bisa dalam melakukan hal pada bidang tertentu, salah satunya dalam hal pengambilan keputusan dan yang hanya bisa melakukan pengambilan keputusan itu adalah laki-laki.  Perempuan dianggap tidak boleh mempunyai kontribusi pada bidang karir, perempuan hanya boleh untuk mengurusi urusan keluarga seperti memasak, mencuci, bahkan apabila dia sudah menikah harus mengurusi serta melayani anak dan suami. Serta laki-laki dicirikan dengan warna biru sedangkan perempuan dengan wana pink. Meskipun ini tidak ada dalam aturan biologis.

Kesetaraan gender tidak bisa diwujudkan dengan hanya membuka kesempatan  bagi perempuan untuk melakukan hal yang sebenarnya bisa dilakukan namun dianggap laki-laki lah yang bisa dan boleh melakukannya.  

Istilah gender diciptakan untuk membedakan perempuan dengan laki-laki secara biologis seperti pada alat kelamin, kromosom dan hormon. Namun masyarakat patriarki menggambarkan gender sebagai pemisah antara laki-laki dengan ciri khasnya yang pekerja keras, pemimpin, pencari nafkah, dan gaya yang maskulin. Sedangkan perempuan dengan kekhasannya yang diam di rumah dan patuh terhadap laki-laki.

Memang budaya patriarki yang sudah melekat pada pola pikir masyarakat tak terkecuali masyarakat Indonesia amat susah untuk dihilangkan. Bahkan perempuan selalu diangap lemah dan tidak bisa melakukan pekerjaan berat sebagaimana yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Oleh karena itu gaji laki-laki lebih besar dari pada gaji perempuan.

Secara tidak langsung iklan-iklan di televisi seolah-olah mendukung adanya diskriminasi terhadap perempuan. Seperti laki-laki yang diposisikan sebagai seorang bos, petualang, pemberani dan dengan gaya lebih maskulin. Sedangkan perempuan melakukan hal yang lebih feminis seperti menjadi iklan sabun cuci piring, memasak, kosmetik dan alat-alat rumah tangga laiinya.

Di dalam pola pikir masyarakat juga sudah tertanam lama kalau wanita cantik itu yang harus putih, tinggi dan langsing serta dengan gaya lebih feminis. Lantas bagaimana dengan perempuan yang memiliki kulit gelap atau sawo matang seperti di Indonesia. Ternyata pola pikir ini benar-benar susah untuk dihilangkan. Hal ini membuat perempuan semakin terdiskriminsai terutama yang memiliki kulit gelap. 

Iklan-iklan di televisi, Instagram, youtube pun ikut mendiskriminasi perempuan secara tidak langsung dengan menayangkan dan mempromosikan kosmetik untuk pemutih atau pencerah kulit. Hal ini yang membuat perempuan-perempuan tidak percaya diri dan merasa bahwa dirinya tidak cantik. Padahal kalau kita berpikir lebih jauh, wajar kalau perempuan di Indonesia memiliki kulit yang gelap dikarenakan suhu panasnya bisa mencapai 36 derajat celcius.

Jadi tanpa kita sadari yang mendiskriminsai perempuan itu adalah masyarakat itu sendiri. Dan diksrimanasi bukan hakikatnya diciptakan untuk perempuan. Yang diubah itu adalah cara pandang kita bukan gaji, jabatan, posisi bahkan warna kulit. Bagaimana cara kita memandang perempuan dengan baik. Bagaimana cara kita memperlakukan perempuan selayaknya perempuan dan menganggap perempuan itu bukan mahkluk yang lemah. Secara perlahan kita harus menghapus diskrimanasi terhadap perempuan yang tertanam dalam kehidupan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun