Mohon tunggu...
Putri Aulia Mawariana
Putri Aulia Mawariana Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUANTANSI | NIM 43223010054 - MAHASISWA UNIVERSITAS MERCU BAUANA | PRODI S1 AKUANTASI | NIM 43223010054

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof.Dr.Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Univesitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia

5 Desember 2024   12:21 Diperbarui: 5 Desember 2024   12:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Website tes: Actus Reus and Mens Rea

Dokpri prof Apollo
Dokpri prof Apollo

Website tes: Actus Reus and Mens Rea
Website tes: Actus Reus and Mens Rea

M. J Allen
M. J Allen

"Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea pada Kasus Korupsi di Indonesia"

Edward Coke adalah seorang ahli hukum Inggris yang hidup pada abad ke-17. Kontribusinya sangat signifikan dalam pengembangan hukum pidana di Inggris, terutama dalam konsep common law. Konsep-konsep seperti actus reus (tindakan melanggar hukum) dan mens rea (niat jahat) adalah warisan pemikirannya yang hingga kini masih relevan dalam sistem hukum banyak negara, termasuk Indonesia.

Namun, mengaitkan secara langsung Edward Coke dengan kasus korupsi di Indonesia saat ini adalah tidak tepat. Meskipun konsep-konsep hukum yang ia kembangkan menjadi dasar dalam menganalisis tindak pidana korupsi, namun kasus-kasus korupsi di Indonesia memiliki konteks sosial, politik, dan ekonomi yang sangat spesifik dan kompleks, melampaui sekadar penerapan sederhana dari teori hukum pidana.

Actus Reus dan Mens Rea dalam Korupsi

Mari kita bahas lebih lanjut mengenai actus reus dan mens rea dalam konteks tindak pidana korupsi:

  • Actus Reus (Tindakan Melanggar Hukum): Dalam korupsi, actus reus dapat berupa tindakan-tindakan seperti menerima suap, menyalahgunakan wewenang, atau melakukan pengadaan barang atau jasa yang merugikan negara. Tindakan-tindakan ini secara jelas melanggar hukum dan dapat dibuktikan secara objektif.
  • Mens Rea (Niat Jahat): Mens rea dalam korupsi adalah adanya niat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Niat jahat ini seringkali sulit dibuktikan secara langsung, namun dapat disimpulkan dari berbagai bukti seperti modus operandi, pola hidup mewah, atau adanya aliran dana yang mencurigakan.

Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi yang sering terjadi di Indonesia. Untuk membuktikan adanya tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa, maka harus dibuktikan adanya unsur actus reus dan mens rea.

Actus Reus (Tindakan Melanggar Hukum) dalam Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Actus reus dalam kasus ini umumnya berupa tindakan-tindakan yang menyimpang dari prosedur pengadaan yang telah ditetapkan. Beberapa contoh actus reus yang sering ditemukan antara lain:

  • Kolusi: Adanya kesepakatan antara penyelenggara pengadaan dengan penyedia barang atau jasa untuk memenangkan salah satu pihak tertentu.
  • Kotoran: Tindakan memberikan atau menerima suap untuk memengaruhi proses pengadaan.
  • Nepotisme: Memberikan perlakuan istimewa kepada keluarga, teman, atau kroni dalam proses pengadaan.
  • Mark up: Menaikkan harga barang atau jasa secara tidak wajar.
  • Pengadaan fiktif: Melakukan pengadaan barang atau jasa yang sebenarnya tidak ada atau tidak digunakan.

Unsur-unsur actus reus ini umumnya diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mens Rea (Niat Jahat) dalam Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa

Mens rea dalam kasus ini adalah niat untuk merugikan keuangan negara atau memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum melalui proses pengadaan barang atau jasa. Bukti mens rea seringkali lebih sulit ditemukan dibandingkan dengan actus reus, namun dapat disimpulkan dari berbagai indikasi, seperti:

  • Pola perilaku: Adanya pola perilaku yang menunjukkan adanya kesengajaan untuk melakukan tindakan korupsi.
  • Hubungan pribadi: Adanya hubungan pribadi yang dekat antara penyelenggara pengadaan dengan penyedia barang atau jasa.
  • Aliran dana yang mencurigakan: Adanya aliran dana yang tidak wajar dari proyek pengadaan kepada pihak-pihak tertentu.
  • Pernyataan tersangka: Pernyataan tersangka atau saksi yang menunjukkan adanya niat jahat.

Peran Masing-masing Pelaku dalam Korupsi

Dalam sebuah kasus korupsi, biasanya melibatkan beberapa pihak dengan peran yang berbeda-beda. Berikut adalah peran umum yang sering ditemui:

1. Pejabat

  • Actus Reus: Pejabat seringkali menjadi pihak yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan dalam proses pengadaan. Tindakan actus reus yang sering dilakukan oleh pejabat antara lain:

    • Menyalahgunakan wewenang untuk menguntungkan pihak tertentu.
    • Membuat keputusan yang merugikan negara.
    • Melakukan kolusi dengan pihak swasta.
    • Menerima suap.
  • Mens Rea: Pejabat biasanya memiliki niat yang jelas untuk memperkaya diri atau pihak lain secara melawan hukum. Hal ini dapat terlihat dari:

    • Adanya hubungan istimewa dengan pihak swasta yang memenangkan tender.
    • Pola hidup yang tidak sesuai dengan penghasilan.
    • Upaya untuk menyembunyikan jejak kejahatan.

2. Pengusaha

  • Actus Reus: Pengusaha yang terlibat dalam korupsi biasanya berperan sebagai pihak yang memberikan suap atau melakukan tindakan lain untuk memenangkan tender. Tindakan actus reus yang sering dilakukan oleh pengusaha antara lain:

    • Memberikan suap kepada pejabat.
    • Membuat dokumen palsu.
    • Mengatur harga secara bersama-sama dengan pesaing.
  • Mens Rea: Pengusaha yang terlibat dalam korupsi biasanya memiliki niat untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar dari proyek pemerintah. Hal ini dapat terlihat dari:

    • Keuntungan yang diperoleh secara tidak wajar dari proyek tersebut.
    • Upaya untuk menyembunyikan jejak keuangan.

3. Perantara

  • Actus Reus: Perantara seringkali bertindak sebagai penghubung antara pejabat dan pengusaha. Tindakan actus reus yang sering dilakukan oleh perantara antara lain:

    • Menyalurkan suap dari pengusaha kepada pejabat.
    • Mengatur pertemuan antara pejabat dan pengusaha.
    • Membantu memalsukan dokumen.
  • Mens Rea: Perantara biasanya memiliki niat untuk mendapatkan keuntungan dari tindakan korupsi tersebut. Hal ini dapat terlihat dari:

    • Adanya komisi yang diterima dari pihak-pihak yang terlibat.
    • Upaya untuk menyembunyikan identitasnya.

Pemenuhan Unsur Actus Reus dan Mens Rea

Untuk dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi, baik pejabat, pengusaha, maupun perantara harus memenuhi kedua unsur tersebut, yaitu actus reus dan mens rea.

  • Actus Reus: Tindakan yang dilakukan harus jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum dan merugikan negara.
  • Mens Rea: Harus dibuktikan adanya niat jahat atau kesengajaan untuk melakukan tindakan korupsi.

Pengaruh Putusan Pengadilan terhadap Penerapan Actus Reus dan Mens Rea dalam Praktik Korupsi

Putusan pengadilan, terutama dari Mahkamah Agung, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan actus reus dan mens rea dalam praktik penanganan kasus korupsi di Indonesia. Putusan-putusan ini membentuk yurisprudensi yang menjadi acuan bagi hakim dalam memutus perkara serupa di kemudian hari.

Berikut adalah beberapa cara putusan pengadilan mempengaruhi penerapan actus reus dan mens rea:

  1. Klarifikasi Unsur-Unsur Tindak Pidana:
    • Definisi yang lebih jelas: Putusan-putusan seringkali memberikan definisi yang lebih jelas dan rinci mengenai apa yang dimaksud dengan actus reus dan mens rea dalam konteks tindak pidana korupsi tertentu. Misalnya, putusan dapat memberikan batasan yang lebih tegas mengenai apa yang dianggap sebagai "suap" atau "penggelapan dalam jabatan".
    • Standar pembuktian: Putusan juga dapat memberikan petunjuk mengenai standar pembuktian yang harus dipenuhi untuk membuktikan adanya actus reus dan mens rea.
  2. Pengembangan Konsep Hukum:
    • Konsep baru: Putusan-putusan dapat mengembangkan konsep-konsep hukum baru yang relevan dengan tindak pidana korupsi, misalnya konsep "korupsi sistemik" atau "korupsi berjamaah".
    • Modifikasi konsep lama: Putusan juga dapat memodifikasi konsep-konsep hukum yang sudah ada, sehingga lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan kompleksitas tindak pidana korupsi.
  3. Interpretasi terhadap Undang-Undang:
    • Penafsiran pasal: Putusan pengadilan seringkali memberikan penafsiran terhadap pasal-pasal dalam undang-undang yang mengatur tindak pidana korupsi. Penafsiran ini dapat mempengaruhi cara hakim memahami dan menerapkan undang-undang tersebut dalam kasus-kasus konkret.
  4. Standar Pembuktian:
    • Bukti yang cukup: Putusan-putusan dapat memberikan petunjuk mengenai jenis dan jumlah bukti yang dianggap cukup untuk membuktikan adanya actus reus dan mens rea.
    • Bobot bukti: Putusan juga dapat memberikan penilaian terhadap bobot bukti yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
  5. Perkembangan Hukum:
    • Arah perkembangan: Putusan-putusan dapat menunjukkan arah perkembangan hukum dalam penanganan tindak pidana korupsi. Misalnya, apakah ada kecenderungan untuk memperberat hukuman bagi pelaku korupsi atau justru sebaliknya.

Contoh Pengaruh Putusan:

  • Putusan yang menegaskan bahwa perbuatan korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, dapat mendorong hakim untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat.
  • Putusan yang memberikan definisi yang lebih luas mengenai "kerugian negara" dapat mempermudah penuntutan kasus-kasus korupsi yang sebelumnya sulit dibuktikan.
  • Putusan yang menekankan pentingnya pembuktian mens rea dapat mendorong penyidik untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam untuk mencari bukti-bukti yang menunjukkan niat jahat pelaku.

Contoh Kasus

Kasus: Pengadaan Alat Kesehatan di Suatu Daerah

  • Skenario: Seorang kepala dinas kesehatan (pejabat) melakukan pengadaan alat kesehatan dengan nilai yang sangat tinggi. Ternyata, spesifikasi alat kesehatan yang dibeli tidak sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan harganya jauh di atas harga pasaran. Setelah ditelusuri, ditemukan bahwa perusahaan pemenang tender adalah milik saudara ipar dari kepala dinas tersebut.
  • Analisis:

    • Actus Reus: 

      • Pejabat: Melakukan pengadaan barang atau jasa dengan cara yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
      • Pengusaha: Memberikan suap kepada pejabat dan melakukan mark up harga.
      • Keduanya: Melakukan kolusi untuk memenangkan tender.
    • Mens Rea: 

      • Pejabat: Memiliki niat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain (saudara ipar) melalui proyek pengadaan tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya hubungan istimewa antara keduanya dan perbedaan harga yang signifikan.
      • Pengusaha: Memiliki niat untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar dari proyek tersebut dengan cara memberikan suap kepada pejabat.
  • Unsur-unsur yang Memenuhi:

    • Actus reus: Tindakan pengadaan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan harga yang tidak wajar merupakan tindakan yang jelas melanggar hukum.
    • Mens rea: Adanya hubungan istimewa antara pejabat dan pengusaha serta perbedaan harga yang signifikan menunjukkan adanya niat jahat untuk melakukan korupsi.

Dalam setiap kasus korupsi, baik pejabat, pengusaha, maupun pihak lain yang terlibat dapat dijerat dengan tindak pidana korupsi jika dapat dibuktikan bahwa mereka telah memenuhi unsur actus reus dan mens rea.

Penting untuk diingat bahwa setiap kasus korupsi memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga penerapan konsep actus reus dan mens rea juga akan berbeda. Namun, pada dasarnya, kedua unsur ini merupakan kunci dalam membuktikan adanya tindak pidana korupsi.

Upaya Pencegahan

Untuk mencegah terjadinya kasus korupsi, diperlukan berbagai upaya, antara lain:

  • Peningkatan transparansi: Dengan membuka akses publik terhadap informasi mengenai pengelolaan keuangan negara dan pelaksanaan proyek-proyek pemerintah.
  • Penguatan sistem pengawasan: Melalui pembentukan lembaga pengawasan yang independen dan efektif.
  • Peningkatan partisipasi masyarakat: Dengan mendorong masyarakat untuk aktif mengawasi penggunaan anggaran negara.
  • Pendidikan anti-korupsi: Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bahaya korupsi dan pentingnya menjaga integritas.

 

 

Kesimpulan

Penerapan actus reus dan mens rea dalam kasus korupsi pengadaan barang dan jasa sangat penting untuk memastikan bahwa hanya pihak-pihak yang benar-benar bersalah yang dapat dijerat secara hukum. Namun, pembuktian tindak pidana korupsi ini seringkali menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan penanganan yang cermat dan komprehensif.

  • Penguatan sistem hukum: Melalui perbaikan peraturan perundang-undangan dan peningkatan kapasitas penegak hukum.
  • Peningkatan transparansi: Dengan membuka akses publik terhadap informasi mengenai pengelolaan keuangan negara.
  • Peningkatan partisipasi masyarakat: Melalui pendidikan anti-korupsi dan pemberdayaan masyarakat untuk mengawasi penggunaan anggaran negara.

Daftar Pustaka

  1. Prof. Dr. Romli Atmasasmita, SH, LL.M - Ahli hukum pidana dan korupsi.
  2. Busyro Muqoddas, SH, M.Hum - Mantan pimpinan KPK.
  3. Dr. Mahfud MD - Pakar hukum tata negara dan Menko Polhukam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun