Nama        : Putri Anisa Damayanti
NIM Â Â Â Â Â Â Â Â : 212111150
Mahasiswa Prodi Hukum Ekonomi Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
EFEKTIVITAS HUKUM, PENDEKATAN SOSIOLOGIS, PROGRESSIVE LAW, LAW AND SOCIAL CONTROL, SOCIO-LEGAL, SERTA LEGAL PLURALISM
Analisis Efektivitas Hukum dan Syarat
Efektivitas hukum mengacu pada konsistensi fakta yang terkandung dalam undang-undang dan implementasinya, termasuk ada tidaknya hambatan pelaksanaan undang-undang di masyarakat. Faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum menurut Menurut Soekanto, ialah:
1. Hukum, karena hukum tidak hanya dipandang sebagai hukum tertulis, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor lain yang berkembang dalam masyarakat.
2. Penegak Hukum, yaitu penegakan berkaitan dengan pihak yang membuat dan menerapkan hukum.
3. Fasilitas Hukum, yaitu fasilitas pendukung mencakup SDM yang terlatih dan berkualitas, pengorganisasian yang baik, dana dan peralatan yang cukup.
4. Masyarakat, dimana hukum itu berlaku dan diterapkan.
5. Kebudayaan, yakni karya, cipta dan rasa berdasarkan karsa manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Agar hukum menjadi efektif berikut syarat-syaratnya, antara lain: 1) UU dirancang dengan baik, memberikan kepastian, mudah dimengerti, dan memiliki aturan yang jelas; 2) UU bersifat larangan (prohibitur) serta bukan memperbolehkan (mandatur); 3) Sanksi harus sesuai dengan tujuan; 4) Beratnya hukuman tidak boleh berlebihan (sebanding dengan beratnya pelanggaran); 5) Lembaga penegak hukum harus melaksanakan tugas yang ditugaskan dengan baik, menyebarluaskan undang-undang, dan interpretasi yang seragam dan konsisten; 6) Mengatur terhadap perbuatan yang mudah dilihat; 7) Memuat larangan yang sesuai dengan moral dalam kehidupan.
Contoh Pendekatan Sosiologis dalam Studi Hukum Ekonomi Syariah
Pendekatan sosiologis kajian hukum Islam berguna untuk mendapatkan pengetahuan lebih dalam mengenai masalah sosial yang melingkupi hukum Islam, sehingga memperluas pengetahuan tentang hukum Islam serta dapat membantu memahami dinamika hukum Islam. Contohnya seperti Tawsiyah, seorang calon anggota parlemen non-Muslim dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Atho' Mudzhar menekankan bahwa kandungan tawsiyah merupakan masalah dalam hukum Islam karena kitab fiqh biasanya berisi persoalan terkait al-Qada' atau sistem politik negara. Mengenai isi Tawsiyah, yang mana MUI menganjurkan masyarakat Islam Indonesia untuk tidak memilih partai yang sebagian besar calonnya adalah non-Muslim. Beginilah cara Tawsiyah diterbitkan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan yakni Tawsiyah MUI menjelang pemilu 7 Juni 1999 ialah hasil ijtihad karena tidak mungkin semua anggota parlemen DPR beragama Islam, namun bagi MUI jumlah non-Muslim tidak boleh dominan.
Adapun pendekatan sosiologis hukum ekonomi syariah yakni jual beli, dimana ada penjual dan pembeli yang memiliki barang dan membuat kemufakatan bersama.
Analisis Latar Belakang Gagasan Progressive Law
Hukum progresif yakni gagasan lanjutan yang digagas oleh Prof. Satjipto Rahardjo, berpendapat hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Hukum progresif tidak dilihat dari perspektif hukum itu sendiri, melainkan dari tujuan sosial dan akibat yang mengalir dari bekerjanya hukum. Pendekatan hukum progresif sangat diminati sejak diluncurkan pada tahun 2002 karena dipandang sebagai ancangan alternatif di tengah positivisme hukum. Hukum progresif sudah ada sejak tahun 2002, namun akses masih belum menjadi konsep yang bisa diterapkan pada tujuan. Hukum progresif menolak dan tidak mau mempertahankan status quo dalam hukum, apalagi kondisi tersebut dapat menimbulkan suasana dekadensi dan merugikan masyarakat.
Munculnya gagasan tersebut bermula dari kekhawatiran akan melemahnya hukum dan ketidakpuasan masyarakat akan fungsi hukum dan pengadilan. Status hukum sebagai lembaga etika, publik mengintegrasikan ide, keinginan dan cita-cita moral ke dalam hukum, sehingga masyarakat mengharapkan pengadilan menjadi "benteng terakhir keadilan". Namun, terkadang harapan itu berubah menjadi harapan kosong. Situasi ini menyadarkan masyarakat luas bahwa hukum tidak lagi mampu menjamin keadilan. Hukum bukan hanya bersumber dari hukum positif dan ketentuan hukum, tetapi hukum juga dapat bergerak ke arah informal, kemungkinan berlaku hukum progresif. Adanya konsep-konsep hukum yang progresif sebagai koreksi dari kelemahan hukum modern yang selalu menepis kebenaran.
Gagasan Tentang Law and Social Control, Sosio-legal, dan Legal Pluralism
Law and Social Control
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, perlu dibuat hukum sebagai kontrol sosial masyarakat, dimana masyarakat sebagai pemantau jalannya pemerintahan. Ditinjau dari sifat pengendalian sosial, yakni represif dan preventif. Preventif merupakan usaha untuk menahan terjadinya provokasi kepastian dan keadilan. Sedang represif untuk memulihkan keserasian hukum dengan publik, proses kontrol sosial dapat dilakukan tanpa kekerasan maupun paksaan. Hukum sebagai instrumen kontrol sosial berarti dapat menentukan perangai manusia yang didefinisikan sebagai sesuatu yang menyimpang dari aturan hukum, yang beresiko hukum dapat memberikan hukuman kepada pelaku menurut aturan sehingga perdamaian dapat tercipta. Suatu aturan atau hukum yang telah mendapat intensi dan dukungan dari masyarakat tidak mungkin berjalan baik jika tidak didukung oleh aparat penegak hukum yang tegas.
Socio-Legal
Socio-legal adalah bidang penelitian yang mengkritisi formalisme hukum dan mengajukan solusi konkret untuk praktiknya. Pendekatan kajian socio-legal menggunakan analisis hukum secara kontekstual. Socio-legal yakni ancangan riset hukum yang memakai bantuan ilmu-ilmu sosial. Metodologi diimplementasikan melalui sudut pandang ilmu sosial untuk penelitian hukum, termasuk antropologi hukum, sosiologi hukum, psikologi dan hukum, sejarah hukum, ilmu perbandingan, serta ilmu politik peradilan. Dengan kata lain, terlebih dahulu mengupas dan menuntaskan masalah dengan kerangka normatif. Ciri-ciri metode socio-legal ada dua cara. Pertama, studi socio-legal dengan penelitian tekstual, menganalisis secara kritis pasal hukum dan kebijakan, serta menjelaskan maksud dan keterlibatannya terhadap persoalan hukum. Kedua, tinjaun socio-legal mengembangkan beberapa pola 'baru' yang menggabungkan metode hukum dengan ilmu sosial yakni, riset etnografi socio-legal dan kualitatif socio-legal.
Legal Pluralism
Pluralisme hukum adalah hukum yang berlaku lebih dari satu dalam suatu tempat dan waktu tertentu serta mempunyai alasan tersendiri, yang saling terkait maupun kontradiktif. Pluralisme hukum tidak hanya terdapat pada keragaman sistem normatif, tetapi juga pada fakta dan kemungkinan kontradiksi yang menimbulkan ketidakpastian. Pluralisme hukum ada untuk memberikan interpretasi baru di kalangan aktivis hukum, pembuat undang-undang (legislator), dan rakyat pada umumnya bahwa sistem hukum lain ada berdampingan dengan hukum negara yang semula ada dalam rakyat, serta sistem hukum tersebut berkait dengan hukum bahkan saling bersaing.Â
Pluralisme hukum memaparkan tentang adanya tatanan sosial yang bukan merupakan bagian dari tatanan hukum negara. Bentuk pluralisme hukum terbagi dua jenis, yakni strong legal pluralism dan weak legal pluralism. Strong legal pluralism dapat menjadi prasyarat, jika tiap-tiap sistem hukum itu independen serta keberadaannya tidak bergantung pada undang-undang negara. Eksistensi pluralisme hukum tergantung pada pengakuan hukum negara disebut weak legal pluralism. Dengan kata lain, pluralisme hukum kuat karena ada situasi dimana sistem hukum yang berbeda berinteraksi dan tidak saling eksklusif atau setara. Lemahnya pluralisme hukum berarti satu sistem hukum lebih baik dari sistem hukum lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H