Mohon tunggu...
Putri AndiniSutejo
Putri AndiniSutejo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Memiliki minat pada bidang bisnis kuliner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makanan, Status, dan Hierarki: Refleksi Sosial

17 Desember 2024   19:30 Diperbarui: 17 Desember 2024   19:28 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berkaitan dengan perilaku konsumen dan pengaruh konten influencer, industri makanan turut merasakan dampaknya. Peningkatan penjualan dan pendapatan melalui promosi di media sosial memberikan eksposur yang lebih luas. Kerjasama dengan UMKM membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi lokal, seperti yang dilakukan oleh Magdalena, seorang food vlogger dengan jutaan subscriber di YouTube yang sering membuat UMKM mendadak ramai setelah diulas dalam konten unggahannya. Dalam mengikuti tren makanan di media sosial, industri makanan mulai berlomba menginovasikan produk dan mengembangkan strategi pemasaran yang menarik konsumen dan influencer. Investasi dalam pemasaran digital pun meningkat, menawarkan promosi produk yang lebih efisien dan tepat sasaran. Selain itu, kolaborasi dengan influencer membantu meningkatkan kesadaran merek dan membangun loyalitas konsumen melalui koneksi emosional dengan pengikut mereka.

Dampak Sosial dari Stereotip Level Makanan 

Stereotip level makanan yang terjadi di masyarakat dapat menimbulkan berbagai stigma buruk. Misalnya, stereotip bahwa pemilihan makanan dapat menentukan strata sosial seseorang. Hal ini dapat memperkuat perbedaan sosial dan ekonomi di lapisan masyarakat. Dampak selanjutnya, memungkinkan adanya diskriminasi dan stigma level sosial dari makanan yang mereka konsumsi. Selain itu, stereotip ini dapat membatasi akses terhadap berbagai jenis makanan yang sehat dan berkualitas bagi berbagai lapisan masyarakat yang dapat memperburuk masalah kesehatan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Dampak sosial lainnya termasuk perasaan rendah diri dan tekanan sosial untuk mengikuti tren makanan terkini, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental dan fisik individu, serta menciptakan perilaku konsumtif yang tidak sehat.

Contoh Fenomena yang Terdampak 

Beberapa contoh stereotip pemilihan level makanan yang sering terjadi di lingkungan masyarakat Indonesia adalah makanan jalanan dianggap makanan murah dan kurang sehat yang sering dikonsumsi oleh kelas bawah, sementara makanan mewah seperti kaviar dan truffle diasosiasikan dengan status sosial tinggi karena tingginya harga bahan baku. Diskriminasi di tempat kerja dan persepsi bahwa makanan mahal selalu lebih berkualitas menambah kompleksitas fenomena ini, sementara pengaruh budaya dan tradisi dapat menyebabkan hilangnya apresiasi terhadap warisan kuliner lokal. Seringkali bahan makanan impor yang memiliki nilai gizi tinggi dan kualitas baik dijual dengan harga pasaran kalangan atas, yang menyebabkan akses makanan bermutu terbatas pada kalangan tertentu.

Kesimpulan

Makanan memiliki dampak yang sangat besar dalam mencerminkan dan mempengaruhi status sosial di masyarakat. Dari segi ekonomi, sosial, hingga pengaruh influencer di media sosial, makanan bukan hanya tentang pemenuhan kebutuhan dasar, tetapi juga simbol identitas dan status. Penting bagi kita untuk menghargai keberagaman makanan tanpa terjebak dalam stereotip yang dapat menciptakan stigma buruk dan diskriminasi. Memahami bahwa setiap makanan, baik yang sederhana maupun yang mewah, memiliki nilai dan tempatnya sendiri dalam kehidupan kita. Dengan demikian, makanan dapat menjadi jembatan untuk memperkuat ikatan sosial, bukan sekadar penanda status.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun