Mohon tunggu...
Putriana Supriatin
Putriana Supriatin Mohon Tunggu... Guru - Guru Lintas Mata Pelajaran

saya menyukai tantangan dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takbir di Hati Eddy

30 Mei 2023   17:00 Diperbarui: 30 Mei 2023   16:57 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TAKBIR di HATI EDDY

Karya: Putriana Supriatin, S.Hum.

Ini adalah kisah seorang laki-laki yang hidup diperantauan. Kota besar itu akan menempanya menjadi pribadi yang lebih bijaksana, disana dia akan menggapai asa dengan menggantungkan cita-cita yang dia punya serta berusaha sekuat tenaga untuk meraihnya.

Kota besar memang menjanjikan sesuatu yang mewah. Suasana serba indah berbalut kecanggihan teknologi mutakhir yang diciptakan oleh manusia seolah menjadi magnet bagi setiap orang daerah yang hanya dapat memandanginya dari layar kaca.

Dari kaca jendela yang buram tertutup debu tipis, sorot mata itu memandang kearah langit, pikirannya melayang jauh entah kemana, memang bukan tatapan kosong yang ada. Namun, dari tatapan itu tersirat kegundahan yang ia rasakan dalam hati dan pikirannya.  

Enam bulan ini dia berkutat dengan pekerjaan yang menguras pikiran dan tenaganya. Pekerjaan tersebut memang sudah sesuai dengan keilmuan yang dia miliki. Tapi entah mengapa, akhir-akhir ini, ada hal yang selalu mengganggu pikirannya. Selama bekerja di salah satu lembaga kontruksi ini dia memang harus bolak-balik dari rumah ibunya di Kota yang berjarak kira-kira dua sampai tiga jam perjalanan, tempat kerjanya berlokasi di daerah yang berdekatan dengan laut dan Daerah Aliran Sungai (DAS). Dia tidak selalu pulang kerumah, karena disana disediakan kamp tempat tinggal yang berupa rumah sederhana yang sengaja disewa untuk para tenaga kontrak.

“Sudah lah, Dy. Jangan melamun terus, jika memang kau sudah tak tahan, resign saja, toh masih banyak peluang, umur mu masih sangat muda, jangan seperti kami yang sudah tidak punya pilihan lain, karena usia sudah lewat”.

Teriakan Bang Ozil dari dapur memecahkan lamunan Eddy.

Akhir pekan tiba, Eddy mengendarai motor butut milik ayahnya dan pulang kerumah. Laki-laki itu membuka kamarnya yang mimiliki ciri khas kamar seorang lelaki. Jangan berani bembayangkan kerapihan, karena untuk terlihat bersih saja sangat sulit. Tapi kamar kecil di rumah ibunya inilah ruangan favorit dan ternyaman untuknya, walaupun ibunya sering mengatakan bahwa kamarnya lebih layak disebut ‘kandang’.

“Ada apa sih mas, Amak perhatikan dari tadi kamu seperti tidak bersemangat dan banyak pikiran. Apakah pekerjaan mu berat sekali disana?”

Tanya sang ibu sambil duduk disebelahnya yang baru saja menghabiskan makan malamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun