Mohon tunggu...
Putriana Supriatin
Putriana Supriatin Mohon Tunggu... Guru - Guru Lintas Mata Pelajaran

saya menyukai tantangan dalam dunia pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bebek yang Bukan Unggas

26 Desember 2022   20:41 Diperbarui: 26 Desember 2022   20:54 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya akan cerita sedikit mengenai lokasi yang dimaksud selebaran tersebut. Taman ini dulunya adalah area rekreasi di seputaran Rumah Dinas Bupati. Tepatnya di samping rumah dinas. 

Nah di area taman ini terdapat kolam ikan yang memiliki dermaga di atasnya. Dahulu kala, sekitar tahun sembilan puluhan taman ini sangat populer di kalangan  masyarakat, terutama yang berada di desa yang ingin berekreasi dari desa ke kota/ kabupaten. Di area taman ini terdapat beberapa wahana permainan, seperti bianglala, kereta api mini, ayunan, dan dapat juga berkeliling kolam buatan dengan menaiki perahu dayung berbagai rupa--kebanyakan perahu dayung itu berupa bebek atau angsa. Nah, dari sini lah konon istilah 'Taman Bebe"an itu bermula.  

Dalam berbagai tulisan khususnya bidang periklanan yang lokasinya betempat di taman ini, rata -- rata pihak pembuat selebaran menuliskannya dengan Taman Bebe"an, Taman Bebek-bebek"an, dan Taman Bebe'an. Tidak tahu siapa oknum yang memulainya.

Menurut pengetahuan dangkal saya, penggunaan tanda baca pada bahasa Indonesia, belum pernah menemukan fungsi tanda kutip untuk menggantikan fonem "k" dalam sebuah kata yang utuh. Tapi, jelas dapat kita lihat bahwa dalam kasus ini fonem "k" pada kata Bebek telah digantikan dengan tanda petik dua ("). Entah apa maksudnya yang jelas dari penelusuran saya berikut ini adalah fungsi tanda baca (") menurut PUEBI dalam jaringan.

Yang pertama Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain, misalnya: 1) "Merdeka atau mati!" seru Bung Tomo dalam pidatonya, 2) "Kerjakan tugas ini sekarang!" perintah atasannya, 3) "Besok akan dibahas dalam rapat."

Menurut Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, "Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan." Kedua, tanda petik dipakai untuk mengapit judul sajak, lagu, film, sinetron, artikel, naskah, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat, misalnya 1) Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 125 buku itu, 2) Marilah kita menyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"!, 3) Film "Ainun dan Habibie" merupakan kisah nyata yang diangkat dari sebuah novel, 4) Saya sedang membaca "Peningkatan Mutu Daya Ungkap Bahasa Indonesia" dalam buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani, 5) Makalah "Pembentukan Insan Cerdas Kompetitif" menarik perhatian peserta seminar.

Ketiga tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus, misalnya 1) "Tetikus" komputer ini sudah tidak berfungsi, 2) Dilarang memberikan "amplop" kepada petugas!

Dari pemaparan ini jelas sekali bahwa untuk menjadi subtitusi dari salah satu huruf didalam sebuah kata adalah bukan fungsi tanda petik dua. Lalu, mengapa ini masih diterapkan bahkan dengan percaya dirinya bahasa tulis seperti ini disiarkan melalui media dalam jaringan maupun media cetak dalam daerah.

Dalam suatu kesempatan saya pernah berdiskusi dengan seorang teman yang merupakan penduduk asli. Saya bertanya padanya mengapa tetap dibiarkan saja bahasa -- bahasa tulis seperti ini digunakan dan disebarluaskan. Bukankah ini namanya pembodohan besar-besaran. Masyarakat asli mungkin saja sudah terbiasa dengan hal ini. Tetapi, bagaimana dengan yang pendatang seperti saya ini.

Sungguh ironis, bila pada  era milenial masih banyak tersapat oknum-oknum yang dengan sengaja atau dengan alasan bahwa khalayak di daerah tersebut hanya mengerti jika tulisannya di tulis dengan kata Bebe'an menjadi pembenaran atas penulisan kata yang jelas salah. 

Apa susahnya menggantikan itu dengan Taman Bebek. Saya pikir dengan menambahkan alamat atau penambahan lokasi lain seperti Taman Bebek samping Rumah Dinas Bupati akan dapat dimengerti oleh masyarakat. Jadi, tidak perlu bertahan pada kesalahan yang sama melainkan mengajak masyarakat untuk mengubah pola pikir lama menjadi yang lebih bijak dalam berbahasa baik lisan maupun tulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun