Setiap malam, Yumi selalu terjaga hingga larut. Bukan karena insomnia atau pun beban pikiran, melainkan karena kebiasaannya mengintip dunia di balik jendela kamarnya. Seperti malam ini, saat bulan purnama menyinari jalanan dengan cahaya keperakan yang memukau.
Yumi menyibak tirai jendela dan duduk di kusen, membiarkan semilir angin malam membelai wajahnya dengan lembut. "Malam ini cerah sekali," gumamnya pelan.
Matanya terpaku pada sebuah rumah tua di seberang jalan yang tampak sedikit angker. Rumah itu selalu gelap gulita, seperti tak berpenghuni. Namun, sewaktu tengah malam tiba, kejadian ajaib kerap terjadi di sana. Cahaya remang akan menyala dari balik jendela rumah tua itu, diikuti oleh bayangan-bayangan samar yang bergerak. Yumi bahkan yakin melihat sesosok makhluk aneh berkepala bebek atau mungkin kalkun, berlalu-lalang di sana.
"Apa sebenarnya yang terjadi di rumah itu?" tanyanya entah pada siapa.
Awalnya Yumi mengira itu hanya khayalan atau fatamorgana belaka. Tetapi fenomena itu terus berulang setiap malam, membuatnya penasaran setengah mati. Pikirannya pun mulai berkelana, membayangkan misteri apa yang tersembunyi di balik dinding rumah tua angker itu.
"Mungkinkah ada perkumpulan rahasia para penyihir?" Yumi bergidik membayangkannya. "Atau mungkin itu markas alien berkepala unggas yang hendak menginvasi bumi?"
Yumi terkikik geli mendengar pemikirannya sendiri. "Ah, itu terlalu konyol. Atau jangan-jangan itu hanya sekumpulan eksentrik yang mengoleksi patung bebek dalam kegelapan?"
Entahlah, Yumi hanya bisa membayangkan segala kemungkinan paling liar dalam benaknya. Namun, keinginan untuk memecahkan teka-teki itu membuatnya tak pernah bosan mengintip dari balik jendela selama berjam-jam.
Hingga suatu malam, ketika semua orang terlelap, Yumi memutuskan untuk menyelinap keluar dan mendekati rumah tua itu. Jantungnya berdegup kencang saat melangkah di jalanan sepi yang disinari rembulan.
"Yumi? Kau mau ke mana malam-malam begini?" Suara ibunya memecah keheningan.