Mohon tunggu...
Putri Aisyah
Putri Aisyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Novita Ayu

.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengaruh Perkembangan dan Implementasi Hukum Keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia terhadap Kesetaraan Gender

22 Oktober 2023   20:27 Diperbarui: 22 Oktober 2023   20:31 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia telah menjadi pusat perdebatan yang panjang terkait isu kesetaraan gender. Sebagai dua negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Keduanya menghadapi tantangan dalam mengintegrasikan hukum Islam ke dalam sistem hukum nasional mereka sambil menjaga prinsip-prinsip kesetaraan gender. Meskipun mendasarkan diri pada ajaran Islam yang sama, interpretasi dan implementasi hukum keluarga di kedua negara ini menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam hak dan kewajiban perempuan dan laki-laki dalam konteks pernikahan, perceraian, warisan, dan peran sosial. Disini penulis akan membahas bagaimana perkembangan dan implementasi hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia mempengaruhi kesetaraan gender, dan apa upaya reformasi yang telah dilakukan dalam menghadapi ketidaksetaraan gender dalam sistem hukum keluarga Islam di kedua negara tersebut. Pendekatan terhadap permasalahan ini memungkinkan kita untuk lebih memahami perbedaan dan persamaan dalam upaya mencapai kesetaraan gender dalam konteks hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia.

               Perkembangan dan implementasi hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia mempengaruhi kesetaraan gender. Di Indonesia Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLD KHI) tentang pasal poligami dan pembagian waris anak laki-laki dan perempuan menjadi fokus pembahasan dalam studi komparatif mengenai kesetaraan gender dalam pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor kesetaraan gender yang mempengaruhi pembaharuan hukum dalam KHI dan CLD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pembaharuan hukum keluarga Islam di Indonesia, seperti adanya perubahan sosial dan budaya, tuntutan masyarakat, dan pengaruh globalisasi.

                 Sedangkan di Malaysia, hukum keluarga Islam diatur oleh Undang-Undang Keluarga Islam 1984 (Act 303). Undang-undang ini mengatur tentang perkawinan, perceraian, nafkah, hak penjagaan anak, dan harta sepencarian. Namun, undang-undang ini juga dikritik karena dianggap tidak adil terhadap perempuan. Beberapa contoh ketidakadilan yang terjadi adalah perempuan tidak diberikan hak untuk menuntut cerai, perempuan tidak diberikan hak untuk menentukan tempat tinggal anak setelah perceraian, dan perempuan tidak diberikan hak untuk mewarisi harta suami secara penuh.[1]

              Upaya reformasi yang telah dilakukan dalam menghadapi ketidaksetaraan gender dalam sistem hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia antara lain:

 Di negara Indonesia: Beberapa upaya reformasi yang telah dilakukan di Indonesia antara lain adalah:

  • Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dalam hukum keluarga Islam.
  • Pembentukan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang advokasi dan pendidikan tentang kesetaraan gender, seperti Komnas Perempuan dan Kalyanamitra.
  • Pembentukan lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang penelitian dan pengembangan hukum keluarga Islam, seperti Pusat Studi Hukum Keluarga Islam (PSHKI) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.[2]

Sedangkan di Malaysia: Beberapa upaya reformasi yang telah dilakukan di Malaysia antara lain adalah:

  • Pembentukan Majlis Peguam (Bar Council) untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hukum keluarga Islam.
  • Pembentukan Jawatankuasa Khas Parlimen untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hukum keluarga Islam.
  • Pembentukan Badan Penyelidikan dan Pembangunan Keluarga (Family Research and Development Centre) untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam bidang hukum keluarga Islam.

              Dalam menghadapi ketidaksetaraan gender dalam sistem hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia, upaya reformasi yang dilakukan bertujuan untuk mencapai kesetaraan gender dalam hukum keluarga Islam. Reformasi ini dilakukan dengan cara memperjuangkan hak-hak perempuan dalam hukum keluarga Islam dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesetaraan gender dalam hukum keluarga Islam. Perkembangan dan implementasi hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia telah memiliki dampak signifikan terhadap kesetaraan gender di kedua negara tersebut. Di Indonesia, meskipun konsep kesetaraan gender diakui dalam konstitusi, implementasi hukum keluarga Islam masih menciptakan ketidaksetaraan dalam praktiknya. Misalnya, dalam masalah perceraian, hak pihak perempuan seringkali terbatas, terutama dalam hal hak asuh anak dan hak waris. Di Malaysia, sistem hukum keluarga Islam, yang berlandaskan kepada hukum syariah, telah memperkuat peran tradisional perempuan dan laki-laki dalam perkawinan dan perceraian, yang dapat menciptakan ketidaksetaraan gender.

               Namun, baik Indonesia maupun Malaysia telah berupaya untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam hukum keluarga Islam. Di Indonesia, beberapa reformasi hukum telah diusulkan dan sebagian diadopsi, seperti Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengatur batasan usia perkawinan dan perlindungan hak perempuan. Di Malaysia, beberapa inisiatif telah diambil untuk memperkenankan perempuan mendapatkan hak perwalian anak yang lebih besar dalam kasus perceraian. Selain itu, organisasi-organisasi perempuan dan kelompok hak asasi manusia di kedua negara ini telah berperan penting dalam mendorong perubahan dan kesadaran akan isu-isu kesetaraan gender dalam hukum keluarga Islam.[3]

Dengan demikian, perkembangan hukum keluarga Islam di Indonesia dan Malaysia memiliki dampak yang kompleks terhadap kesetaraan gender. Meskipun masih ada banyak tantangan yang dihadapi, upaya reformasi dan perubahan dalam legislasi telah diambil untuk menghadapi ketidaksetaraan gender dalam sistem hukum keluarga Islam di kedua negara, dengan dukungan dari berbagai pihak dan kelompok masyarakat sipil yang berjuang untuk mencapai kesetaraan gender yang lebih besar dalam konteks hukum keluarga Islam.

 

DAFTAR PUSTAKA 

[1] Ria, Wati Rahmi, Hukum Keluarga Islam, (Lampung:Oktober 2017).

[2] Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk Dan Keluarga Berencana, .

[3] Solikul Hadi, Bias Gender dalam Konstruksi Hukum Islam di Indonesia, (2014) .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun