Mohon tunggu...
Putri Ageng Anjani
Putri Ageng Anjani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Email: putriagenganjani@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pemberlakuan Asas Retroaktif Dalam Hukum Pidana

4 Januari 2025   10:02 Diperbarui: 4 Januari 2025   10:02 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian asas adalah dasar atau dasar yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat. Sedangkan pengertian Retroaktif adalah sifat berlaku surut tanggal diundangkannya. Dengan demikian, pengertian asas retroaktif adalah dasar yang menjadi tumpuan pemberlakukan suatu aturan secara surut atau mundur terhitung sejak tanggal diundangkannya. Di Indonesia konsekwensi asas retroaktif yaitu dengan diikutinya asas legalitas yang mana terdapat pada Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa "Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang telah ada".  Asas berlakunya Pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana atau asas legalitas adalah (1) tidak berlaku surut (2) nullum delictum, nulla poena sine praveia lage poenali (3) ex temporis delicti. Artinya bahwa ketentuan hukum pidana dalam Undang-Undang tidak dapat dikenakan kepada perbuatan yang telah dilakukan sebelum ketentuann pidana dalam Undang-Undang itu diadakan yang berarti penerapan hukum pidana tidaklah boleh diberlakukan surut atau mundur berlaku untuk mengadili perbuatan- perbuatan yang terjadi sebelum aturan hukum pidana sendiri itu ada.

Beberapa para ahli menentang penerapan asas retroaktif dalam hukum pidana diIndonesia, diantara lain seperti:


1. Andi Hamzah, berpandangan bahwa dari tinjauan historis penerapan asas retroaktif hanyalah merupakan pengakuan terhadap eksistensi dari asas Lex Talionis (pembalasan).
2. Baharudin Lopa, berpandangan bahwa penerapan asas retroaktif dalam hukum pidana secara tidak nyata melanggar hak asasi manusia, hak tersangka dan terdakwa karena tidak adanya kepastian hukum. 

Prinsip ini pun telah diterima secara universal, dan menjadi bagian instrumen-instrumen hak asasi internasional, dengan kata lain, baik hukum seperti dalam pasal 11ayat (2), Deklarasi Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa "tidak seorangpun boleh didakwa bersalah atas tuduhan pelanggaran peraturan hukum karena tidak melaksanakan suatu tindakan hukum jika tindakan demikian bukanlah pelanggaran terhadap peraturan nasional atau internasional ketika tindakan pelanggara itu dilakukan"

Namun, adanya gagasan pemberlakuan hukum boleh secara surut, juga di terima oleh pemikiran dunia ilmu hukum pidana yang menunjuk indikasi mulainya diterimanya asas retroaktif. Dalam praktek peradilan terhadap kasus-kasus pidana dapat di lakukan sebatas Emergency Exit dan yang memiliki kasus-kasus kategori serius misalnya kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi pada masa lampau. Sehingga penerapan asas rektroaktif ini memiliki tujuan penghormatan prinsip keadilan sementara terdapat pertentangan akan diberlakukannya karena memiliki tujuan penghormatan terhadap kepastian hukum.

Dalam hak asasi manusia internasional, hak dibedakan menjadi dua: Pertama, hak yang dapat dikesampingkan (derogable rights) yang merupakan hak-hak manusia yang tidak mutlak dan dibatalkan atau dibatasi dengan syarat tertntu. Kedua, hak yang tidak dapat
dikesampingkan (non-derogable rights) merupakan hak-hak manusia yang bersifat mutlak, tidak dapat dikurangi dalam situasi konflik sekalipun misalnya, hak-hak warga sipil saat perang berlangsung. Tujuan acuan hukum internasional ditunjukkan untuk mencegah seseorang pelaku tindak kejahatan melapaskan diri dari sanksi. Hukum sendiri memiliki tujuan, pendapat ahli hukum Mertokusumo menyebutkan terdapat tiga unsur citra hukum yaitu:


1. Manfaat hukum atau Zweckmasigkeit;
2. Kepastian hukum atau Rechtssicherkeit;
3. Keadilan hukum atau Gerechtigkeit.


Sehingga asas rektroaktif dapat menjadi perlindungan hukum dari kejahatan kemanusiaan berat. Asas rektroaktif mencakup "kemanfaatan hukum" bagi banyak orang, "kepastian hukum" bagi pencari keadilan dan "kepastian hukum" bagi korban. Tanpa adanya asas rektroaktif, maka bisa saja dampak dari kejahatan yang sudah terjadi semakin lebih luas dan semakin berdampak buruk karena terdapat berbagai kepentingan yang perlu dilindungi oleh hukum pidana selain kepentingan pelaku yaitu kepentingan negara, kepentingan umum,keperntingan korban kejahatan. 

Asas retroaktif telah diterima di Indonesia dibuktikan sejak sejak peristiwa bom Bali terjadi pada 12 Oktober 2002 sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 ditetapkan pada 18 Oktober 2002. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penerapan Perpu 1/2002 telah diberlakukan surut dan bertentangan dengan asas non-retroaktif. Penerapan berlaku surut dijelaskan Pasal 46 Perpu No. 1 Tahun 2002 bahwa: "Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersendiri."


Berdasarkan Pasal 46 Perpu 1/2002 dapat disimpulkan bahwa aturan pemberantasan tindak kejahatan terrorism dapat diberlakukan terhadap kasus bom bali sebelum berlakunya perpu 1/2002 yang artinya hal ini menyimpang dari asas legalitas itu sendiri. Asas Retroaktif ini secara teoritis memang berpotensi menciptakan disharmonisasi terhadap peraturan
perundang-undangan.

Meskipun secara teoritis asas retroaktif menyimpang dari peraturan perundang-undangan, namun bukan berarti Mahkamah Konstitusi dilarang memperaktikan asas retroaktif karena setiap asas ada pengecualian, dan pengecualian ada alasan seperti Hak Asasi Manusia
yang bersifat mutlak dan alasan keadilan substantif. Misalnya, kejahatan mengambil nyawa orang tentu berbeda dengan kejahatan teorisme meskipun sama-sama terdapat korban pembunuhan namun tentu dibalik kejahatan unsur mens rea dan actus reus berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun