Dewasa ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadi semakin pesat serta tebukti sudah memberikan kemanfaatan bagi para penggunanya.Â
Setiap individu dapat mengakses infomasi hanya dengan ponsel atau alat komunikasi lain yang terkoneksi dengan internet. Masyarakat yang berasal dari berbagai usia dan berbagai golongan dapat dengan mudah mengakses internet sebagai sarana komunikasi dan berbagi informasi tanpa batasan waktu, salah satu medianya ialah melalui media sosial.
Dilihat dari satu sisi, adanya media sosial dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengakses media sosial untuk mengekspresikan diri, salah satunya dengan berpendapat dalam bentuk kritik terhadap pemerintah.Â
Tiap individu memiliki kebebasan untuk berpendapat, di mana itu merupakan hak asasi yang melekat pada setiap manusia yang termaktub dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.Â
Dengan adanya dasar hukum mengenai kebebasan berpendapat tersebut, masyarakat beranggapan untuk bebas mengeluarkan pikiran dan gagasannya, salah satunya dengan melakukan kritik terhadap pemerintah.Â
Akan tetapi, dalam prakteknya, banyak timbul permasalahan terkait dengan penyampaian kritik oleh masyarakat terhadap pemerintah melalui media sosial tersebut. Indonesia merupakan Negara hukum dimana setiap tindakan warga negaranya diatur secara yuridis dalam peraturan perundang-undangan, begitu pula dengan pengaturan mengenai etika penyampaian kritik melalui media sosial.
Instrumen hukum yang mengatur dalam bidang teknologi informasi, terutama berkaitan dengan etika dalam penyampaian kritik yaitu diatur dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur  mengenai penegakan hukum terhadap pelanggaran dalam penggunaan teknologi informasi, salah satunya bagi individu yang menggunakan media teknologi infomasi seperti media sosial sebagai media penyampaian kritik terhadap pemerintah. Ketentuan yang mengatur terkait hal tersebut antara lain, Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (2), Pasal 45A ayat (2), Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016 tentang UU ITE.
Sosial media dalam hal ini secara tidak langsung memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk bebas berpendapat, namun di sisi lain juga menjadi ancaman bagi pengguna karena terdapat aturan dalam UU ITE yang dianggap mengintai serta membatasi kebebasan berpendapat tersebut.
Tidak sedikit orang yang telah dipidana karena dianggap telah mencemarkan nama baik dan diancam dengan UU ITE, salah satunya kasus yang menimpa seorang penulis kolom berita surat kabar bernama Bersihar Lubis. Kasus tersebut bermula dari tulisannya yang dipublikasi dalam harian Koran Tempo pada 17 Maret 2007 yang berjudul "Kisah Interogator yang Dungu", dimana dalam tulisan tersebut Bersihar melakukan kritik terhadap pelarangan buku sejarah oleh Kejaksaan Agung. Tulisan Bersihar tersebut mengakibatkan staff Kejaksaan Negeri Depok merasa tersinggung.Â
Bersihar dituntut ke pengadilan karena tulisannya yang berisikan kritikan tersebut dianggap menghina Kejaksaan Agung yang mengakibatkan Bersihar terancam hukuman delapan bulan penjara. Kasus-kasus yang dianggap berisi pengekangan terhadap kebebasan berpendapat ini menimbulkan sebagian masyarakat merasa was-was dalam melakukan kritik terhadap pemerintah, sedangkan sebagian masyarakat lain memutuskan untuk tidak beropini melalui kritik terhadap pemerintah atas kondisi sosial politik dalam pemerintahan.
Negara Indonesia adalah Negara demokrasi, salah satu karakteristiknya ditandai dengan adanya jaminan perlindungan kebebasan berpendapat, sehingga dalam hal ini pemerintah dan lembaga yang bersangkutan sudah seharusnya berupaya dalam usaha penghormatan terhadap kebebasan berpendapat ini.Â