Mohon tunggu...
Putri Zaman
Putri Zaman Mohon Tunggu... -

loves the Charming Prince in a white horse

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dear Ayah Tiara, I Need to Talk to You...

4 Mei 2010   11:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:25 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dear Mas,

Aku yakin mas telah membaca semua tulisanku ini. Aku yakin mas telah merenungkannya, dan aku juga yakin mas sudah memutuskan langkah apa yang akan mas ambil selanjutnya. Demi Tuhan, aku tidak bermaksud apa-apa di sini. Aku hanya ingin mas tahu, beginilah perasaanku. Inilah yang kurasakan selama ini. Terjebak dalam cinta semu, terjerumus dalam kegelapan, terpuruk dalam kesedihan yang sebenarnya telah kuciptakan sendiri. Kini, aku pasrah pada Tuhan, aku serahkan hidupku padaNya, tolong didoakan saja agar aku tidak mengulangi perbuatan nekatku seperti ketika istri mas menemukan history obrolan (chat) kita di laptop mas. Masih ingat kan apa yang hampir kulakukan pada saat itu? Kulakukan sesuatu pada pergelangan tangan kiriku, dan aku hampir mati karena itu!

Dear Tuhan,

Aku sudah tidak tahu betapa besarnya dosaku padamu. Jiwaku sudah mati, hancur berkeping-keping, hingga aku pun sudah tidak mengenali diriku lagi. Ahh...begitu besar cobaan dan ujian yang Kau berikan kepadaku...Sekarang yang kuinginkan hanya kemurahanMu memberikan aku jalan untuk kutempuh. Aku bahkan tidak berani untuk meminta sesuatu yang seharusnya bukan untukku kepadaMu. Aku pasrah, Tuhan...

Dear Ibu Tiara,

Rasanya kata maaf pun tidak pantas lagi untuk kuucapkan kepadamu, karena begitu besarnya salahku padamu. Tapi, ingatlah, suamimulah yang mengundangku untuk menciptakan dunia itu. Suamimulah yang menyeretku ke dunia itu. Dan jika sekarang dia dengan mudahnya ingin menendangku keluar dari dunia itu, aku akan berontak! For God’s sake, dia tidak pantas melakukan itu. Dan jika memang benar begitu, dia adalah seseorang yang memang benar-benar tidak punya hati nurani. Bahkan tidak punya perasaan! Dan tidak lebih rendah dari binatang! Termasuk apa yang sudah kamu lakukan kepadaku. Benci dan dendam bisa kau tutupi ketika berhadapan denganku. Sapaan hangat serta ciuman di pipi kiri dan kanan yang kerap kau lakukan kepadaku tidak menutupi kebusukan hatimu. Bukankah kau sedang membalas dendammu padaku melalui hal-hal yang tidak irasional sekarang? Iya kan? Untunglah Tuhan maha memberi petunjuk, bahkan pada hambaNya yang nista seperti aku ini pun masih diberiNya jalan dan kemudahan. Jadi, aku mohon padamu, sudahilah perlakuanmu itu. Jangan sakiti orang-orang lain yang sangat mencintai dan menyayangi kita. Ahhh...lagi-lagi, ini gara-gara suamimu!

Dear Tiara,

Inilah ayah dan ibumu, dan inilah aku. Inilah kehidupanmu yang penuh liku-liku. Semoga ada hikmah yang bisa kau petik dari semua ini. Kelak, suatu saat bisa kau jadikan sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam hidupmu.

Dear Mas,

Demi Tuhan, sampai detik ini perasaanku tidak berubah. Andai aku bisa memilih untuk bisa menentukan takdirku, akan kupilih mas menjadi pendamping hidupku. Tapi, aku sadar sangatlah sulit untuk menembus batas realita itu. Karena aku, mas, bahkan siapa pun makhluk di dunia ini tak kuasa untuk itu. Mas akan tetap hidup dalam hatiku, bahkan sampai ajal menjemputku. Hanya satu yang tidak akan pernah bisa kulupakan dalam hidupku, perlakuan mas kepadaku. Pertama-tama manis yang mas berikan, tapi lama-kelamaan aku merasa aku dibuang dan dicampakkan seperti sampah. Tak ubahnya seperti sebuah pakaian usang yang sudah tidak diperlukan lagi oleh pemiliknya, dia rela memberikannya kepada orang lain bahkan rela untuk membuangnya ke tempat sampah! Berbeda ketika pakaian itu baru dibeli, sangat dijaga, dirawat dan disayangi! Dasar lelaki!

Tapi, lagi-lagi, perasaanku ke mas tidak pernah akan berubah...

Dear Suamiku,

Beribu maaf aku haturkan padamu. Aku bukan seorang istri yang baik. Aku tidak pantas untuk dicintai, aku lebih pantas untuk dihujat, dihina, dan dicaci-maki. Tinggalkanlah aku jika kau ingin begitu. Tapi kumohon, jangan ambil anakku. Karena hanya dialah yang bisa memberikan aku kekuatan dalam menjalani hidup. Karena hanya dialah yang memperjelas tujuan hidupku. Aku mohon padamu...

Dear Tuhan,

Kumohon tunjukkanlah aku jalan...Aku pasrah dan menyerah dengan takdirmu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun