Mohon tunggu...
Putri Zaman
Putri Zaman Mohon Tunggu... -

loves the Charming Prince in a white horse

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kaulah Selingkuhan Terseriusku

5 Mei 2010   00:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:24 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dear You,

Tidak ada yang bisa aku katakan selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya setelah membaca semua tulisanmu tentang aku, kamu, hidupku, hidupmu, dan hidup kita, karena kau sudah memberikan aku bahan perenungan yang luar biasa hebatnya. Aku tidak marah apalagi kecewa terhadapmu. Walaupun terus terang ketika kau kirimkan aku tautan tulisan-tulisan ini ke emailku aku pada awalnya seperti mendapatkan sebuah tamparan keras di wajahku! Ternyata, inilah aku! Sekali lagi terima kasih banyak untuk ini semua.

Dear Tuhan,

Apa yang sudah kulakukan? Apa yang sudah kuperbuat? Berapa banyak sudah hati yang tersakiti karena aku. Berapa banyak tetesan air mata yang jatuh karena kelakuanku. Sampai rasanya menyebut namamu saja aku malu. Ahhh...aku benar-benar malu...

Dear You,

Mengenalmu merupakan sebuah anugerah terindah dalam hidupku. Mendekatimu merupakan hal terindah bagiku. Terus terang, aku sendiri tak tahu mengapa ketika pertama kali bersamamu seperti ada sebuah magnet besar yang menarik diriku kepadamu. Hingga terciptalah dunia itu, dunia kita, untuk pertama kalinya di malam-malam yang kita habiskan bersama di kota B itu. Ahhh, mungkin aku khilaf pada waktu itu. Tapi, aku yakin, dan seperti yang pernah berkali-kali kukatakan kepadamu, aku sangat sayang padamu, sama seperti aku mencintai istriku. Jujur, pada waktu itu aku ingin selalu bersamamu, bercengkrama denganmu, bermesraan denganmu, bahkan bercinta denganmu! Seperti yang sudah kukatakan, aku bagaikan menemukan magnet dalam dirimu. Karena itu, aku sangat membutuhkanmu. Tapi, aku Cuma laki-laki biasa, penuh dengan kelemahan, penuh dengan kekurangan. Setelah aku dapatkan semuanya darimu, jiwa petualangku kembali berkobar ketika aku menemukan wanita lain yang menarik di mataku. Maafkan aku, aku memang lemah dan tak berdaya. Tanpa sama sekali bermaksud menyakitimu, aku tetap berada di sisimu, tetap menjadi sosok yang sangat kau sayangi dan cintai, walaupun tanpa sepengetahuanmu aku mulai menjalani dunia baruku dengan wanita itu. Kuperlakukan dia seperti aku memperlakukanmu di saat-saat kita baru bertemu, walau tidak sampai kubawa ke peraduan seperti yang sering kita lakukan dulu (maaf). Aku tidak kuasa melawan godaanya. Dia membutuhkan aku sepertinya. Sekali lagi, maafkanlah aku kalau sudah menyakitimu. Aku tahu betapa besar cintamu padaku, betapa tulusnya rasamu padaku. Tapi, inilah aku...

Dear You,

Aku tidak tahu apa yang aku harus lakukan sekarang. Aku bingung terjebak dalam situasi seperti ini. Terus terang belum pernah ada wanita yang begitu dalam mencintaiku seperti ini, selain istriku. Aku menyesal dulu pernah menyeretmu ke dalam dunia seperti ini. Semua wanita yang pernah dekat denganku rasanya tidak sepertimu. Apa yang harus kulakukan? Aku bingung dengan perasaanku sendiri. Masihkah aku mencintaimu? Masihkah aku menyayangimu? Mungkin kamu benar, aku kurang ajar, aku bajingan, aku brengsek! Tapi, tolong pahami aku, aku masih punya hati nurani, aku masih punya perasaan. Jika memang aku lebih rendah seperti binatang, aku pasti sudah tinggalkan anak dan istriku. Aku pasti sudah membawamu kabur, entah untuk kawin lari atau hanya untuk sekedar kumpul kebo. Maafkan aku...Aku masih membutuhkanmu...Aku bingung...

Dan jika kau selalu protes akan perubahan sikapku, ahhh...aku bingung untuk menjelaskannya padamu. Bukannya aku tidak sayang padamu, tapi lagi-lagi aku bingung harus bagaimana mengatakannya. Tapi, lihatlah aku, aku selalu ada untukmu kan? Aku tidak pernah menolakmu kan?

Dear Tuhan,

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Aku bingung....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun