Mohon tunggu...
Putri Zaman
Putri Zaman Mohon Tunggu... -

loves the Charming Prince in a white horse

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Maafkan Ayah, Tiara (Ayahku Tukang Selingkuh Part 2)

3 Mei 2010   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:27 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dear Tiara, anakku

Tiada kata yang bisa ayah ucapkan selain kata “maaf”. Inilah ayahmu, seseorang yang telah membuatmu hadir di dunia ini. Inilah ayahmu, seseorang yang sangat mencintaimu. Inilah ayahmu, seseorang yang sangat mencintai keluarganya. Tapi, ayah juga hanya seorang manusia biasa, seorang lak-laki normal. Salahkah ayah jika memiliki perasaan yang begitu besar kepada wanita? Toh, ayah normal kan?

Dear Tuhan,

Inilah yang terjadi dalam hidupku. Aku pun mungkin belum mengenal diriku sepenuhnya, walaupun sudah kurang lebih 38 tahun aku menghirup udara di dunia ini. Aku dilahirkan dari keluarga sederhana di kota S. Sedari kecil hidupku lumayan susah dan keras. Sampai akhirnya aku dewasa dan bertemu dengan seorang wanita yang menarik hatiku, kunikahi wanita itu dan pergi merantaulah kami ke pulau seberang. Aku akui, aku dianugerahi Tuhan otak yang cukup cemerlang dan kemampuan bersosialisasi yang sangat baik, sehingga berbagai macam kemudahan dalam hidup datang menghampiriku. Sampai kesempatan untuk melanjutkan S2 di luar negeri pun kudapatkan dengan mudah. Tidak hanya pria, wanita pun banyak yang jadi sahabat-sahabatku. Tapi rupanya di sinilah keadilan Tuhan, setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Sedari muda, aku senang sekali melihat gadis-gadis cantik, mungkin itu normal dan wajar. Tapi rasanya aku mulai merasa tidak wajar jika yang terbayang di benakku selalu bercinta dengan gadis-gadis itu! Ahh, aku sendiri bingung dengan diriku. Sampai akhirnya aku beristri dan dikaruniai 2 orang anak yang sangat kucintai. Aku dan istri merasakan manisnya pernikahan kami yang sudah kurang lebih berusia 14 tahun. Aku selalu berusaha memberikan nafkah lahir dan bathin yang terbaik bagi istriku. Sampai istriku pernah berkata bahwa dia adalah wanita yang paling bahagia di dunia karena menikah denganku. Bagaimana tidak, untuk urusan ranjang (maaf), aku akui tidak jauh berbeda sejak kami baru terhitung pengantin baru, bahkan kurasakan ketika memasuki usia 35 tahunan, hasrat seksualku semakin bertambah. Inilah aku...

Dear Tiara, malaikat kecilku

Ayah mengaku ayah salah, nak. Tapi mohon mengertilah ayah sedikit, walaupun mungkin kamu belum bisa mengerti akan kondisi ayah. Ayah menemukan sosok yang bisa mengerti keadaan ayah pada wanita itu. Ayah mengaguminya, kagum akan kecerdasannya dan kecantikannya. Bukannya ayah sedang membandingkan dia dengan ibumu, nak. Ayah hanya perlu seseorang untuk berkeluh kesah, bercerita, dan bertukar pikiran tentang segala beban pekerjaan ayah. Ayah masih sangat membutuhkannya. Andai kau sudah dewasa, nak, kau pasti akan paham sekali bagaimana rasanya berbicara dengan orang yang tidak terlalu begitu paham tentang apa yang ayah rasakan dan alami di kantor, di sekolah, maupun di lingkungan pekerjaan ayah yang lain. Sekali lagi maafkan ayah, Tiara. Memang ayah khilaf, tapi inilah ayah...

Anakku sayang,

Ayah rela bekerja keras, banting tulang, bahkan lembur sampai semalam suntuk pun ayah rela lakukan. Semuanya demi kalian. Namun rasanya tidaklah salah kalau ayah sesekali memerlukan hiburan dari teman maupun sahabat-sahabat ayah. Ingat, ayah punya banyak teman di mana-mana. Sekarang yang penting ayah toh tidak meninggalkan kalian kan, sayang? Karena kalianlah hidup ayah, untuk kalian lah ayah rela melakukan semua ini. Ayah sangat sayang kalian...

Dear Tuhan, maafkan diriku yang begitu lemah dan tidak berdaya ini. Aku tahu aku salah, aku khilaf. Tapi aku tidak kuasa melawan hal ini. Aku meyayangi dan mencintainya, aku juga masih sangat mencintai dan menyayangi istriku. Kalau ada yang menyarankan aku untuk menikah lagi, aku tidak bisa! Tidak pernah bisa! Karena akan banyak pihak yang akan tersakiti. Aku hanya bisa berdoa, berikan aku dan keluargaku yang terbaik. Berikan juga yang terbaik untuk keluarganya. Oh Tuhan, masih pantaskah orang seperti aku berdoa kepadaMu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun