Istilah "trust issue" berasal dari bahasa Inggris. "Trust" berarti kepercayaan atau keyakinan, sedangkan "issue" berarti masalah atau isu. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan masalah atau ketidakpercayaan yang mendalam terhadap individu, institusi, atau situasi tertentu.
Secara umum, istilah ini mulai populer digunakan dalam bahasa Inggris pada abad ke-20, khususnya dalam konteks psikologi, hubungan interpersonal, atau diskusi tentang kepercayaan dalam konteks sosial, politik, atau bisnis. Penggunaan istilah "trust issue" dapat ditemukan dalam literatur, media, dan percakapan sehari-hari untuk merujuk pada ketidakpercayaan yang mendalam atau masalah dalam membangun dan memelihara kepercayaan.
Secara lebih spesifik, istilah ini sering kali digunakan dalam psikologi untuk merujuk pada ketidakmampuan seseorang untuk percaya atau mengandalkan orang lain karena pengalaman pribadi yang menyakitkan atau trauma, atau dalam konteks sosial untuk menggambarkan ketidakpercayaan terhadap lembaga atau figur publik.Â
Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, tumbuh di era digital yang penuh dengan teknologi canggih dan informasi yang mudah diakses. Meskipun dikenal sebagai generasi yang terhubung dan canggih secara teknologi, Generasi Z juga menghadapi tantangan unik terkait dengan trust issue atau masalah kepercayaan. Fenomena ini merujuk pada ketidakpercayaan atau keraguan yang mendalam terhadap institusi, media, dan bahkan antarmanusia. Mari kita telaah lebih dalam mengenai permasalahan ini:
1. Ketidakpercayaan terhadap Institusi Tradisional
Generasi Z sering kali menunjukkan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap institusi tradisional seperti pemerintah, media mainstream, dan perusahaan besar. Mereka tumbuh di tengah-tengah skandal korupsi, manipulasi informasi, dan ketidakadilan sosial yang sering kali terungkap melalui media sosial dan internet. Hal ini menyebabkan mereka menjadi skeptis terhadap motivasi dan tujuan dari pihak-pihak yang berwenang.
2. Dampak Media Sosial dan Teknologi
Meskipun teknologi memberikan akses tak terbatas pada informasi dan konektivitas global, hal ini juga memperburuk trust issue di kalangan Generasi Z. Mereka terbiasa dengan informasi yang tersebar luas secara instan, tetapi sering kali sulit membedakan antara fakta dan opini, antara informasi yang valid dan hoaks. Kehadiran media sosial juga memperkuat filter bubble, di mana individu hanya terpapar pada sudut pandang yang sudah ada dan menguatkan bias yang sudah ada.
3. Pergeseran dalam Interaksi Sosial
Generasi Z sering kali lebih memilih berinteraksi melalui media sosial atau platform digital daripada secara langsung. Hal ini dapat mengurangi kemampuan mereka untuk membentuk hubungan interpersonal yang mendalam dan membangun kepercayaan antarindividu secara langsung. Komunikasi digital sering kali terasa kurang personal dan dapat meningkatkan tingkat ketidakpercayaan antarindividu.