Mohon tunggu...
Putri Beny Mawarsih
Putri Beny Mawarsih Mohon Tunggu... Lainnya - Beban keluarga

Manusia yang menyukai 3K. Kucing, Kaktus, Kuota.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Jadi Lilin!

2 Februari 2021   00:27 Diperbarui: 2 Februari 2021   00:39 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jadilah seperti lilin yang rela terbakar demi memberikan cahaya untuk orang lain". Tidak asing kan dengan quote tersebut? Lalu apakah Anda sepakat dengan isi quote itu? Saya yakin pertanyaan tadi akan menimbulkan dua keberpihakan. Akan ada pihak yang sepakat dan akan ada pihak yang tidak sepakat. Perbedaan itu sangat lumrah. 

Jika pertanyaan tersebut ditanyakan kepada saya, maka jawaban saya adalah tidak. Saya tidak setuju bahkan menentang makna dari quote tersebut. Menurut saya, sekilas memang tidak ada yang salah dengan kutipannya tapi mari kita bedah secara perlahan. Mulai dari kata "rela". Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "rela" memiliki arti bersedia dengan senang hati. Bagaimana seseorang bisa merasa senang jika harus terbakar secara sadar?

Terbakar disini tidak bisa diartikan secara denotasi. Definisi dari terbakar secara konotasi dapat diartikan sebagai upaya melukai diri sendiri. Bersedia terluka secara sadar. Selanjutnya adalah kata "demi". Berdasarkan arti di dalam KBBI, kata tersebut bermakna untuk (kepentingan). Kata "demi" digunakan sebagai bentuk mengutamakan sesuatu. Misalnya dia tidak makan demi badan yang kurus. Dari contoh tersebut, ditarik kesimpulan bahwa hal yang diutamakan adalah badan yang kurus.

Kata berikutnya adalah "memberikan cahaya". Masih sama dengan kata terluka di pembahasan sebelumnya. Pada kata "memberikan cahaya" tidak bisa diartikan secara denotasi. Kata tersebut merupakan konotasi dengan makna memberikan sesuatu yang indah atau baik untuk orang lain. 

Dari quote "jadilah seperti lilin yang rela terbakar demi memberikan cahaya untuk orang lain" menurut saya mempunyai makna kerelaan seseorang untuk terluka demi memberikan sesuatu yang indah kepada orang lain. Sesuatu yang indah disini bisa diartikan sebagai kebahagiaan. 

Saya berada di pihak yang tidak sepakat dengan quote tersebut. Bagaimana seseorang bisa membiarkan dirinya terluka secara sadar demi kebahagiaan orang lain? Sepenting itukah kebahagiaan orang lain dibandingkan dengan kebahagiaannya sendiri? Kebanyakan orang pasti akan mengaitkan quote tersebut dengan sebuah pengorbanan. 

Tidak ada yang salah dengan berkorban. Tidak ada yang salah dengan membahagiakan orang lain. Tapi satu yang perlu diingat akan menjadi salah jika menempatkan kebahagiaan orang lain di atas kebahagiaan diri sendiri. Akan menjadi salah jika berkorban melebihi batas kemampuan, berjuang melampaui kapasitas diri. Faktanya sesuatu yang berlebihan tidaklah baik.

Orang pertama yang selayaknya harus dibahagiakan adalah diri sendiri. Orang pertama yang seharusnya diperjuangkan adalah diri sendiri. Self-love itu penting. Bagaimana kamu bisa membahagiakan orang lain jika membahagiakan dirimu sendiri saja tidak mampu?

Jangan menjadi lilin. Kamu berhak atas bahagiamu. Diri sendiri harus dibahagiakan terlebih dahulu baru membahagiakan orang lain. Lakukan hal -- hal yang membahagiakan versimu. Jangan menjadi lilin. Jangan jahat terhadap dirimu sendiri. Kamu harus lebih menyanyangi dirimu sendiri diatas rasa sayangmu terhadap orang lain. Jangan menjadi lilin. Jangan rela terluka demi orang lain. Berkorban sewajarnya, jangan terlalu dipaksa. Jangan menjadi lilin. 

Self-love bukanlah suatu keegoisan. Self-love adalah bentuk penghargaan terhadap diri sendiri. Bentuk cinta terhadap diri sendiri. Bentuk kesadaran tentang betapa berharganya diri sendiri. Bahagialah selalu untuk diri sendiri agar dapat membahagiakan orang orang disekitar. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun