Mohon tunggu...
Putri SephiaZahra
Putri SephiaZahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Jakarta

(nonton/sosbud)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penulisan Periodesasi dalam Sastra Indonesia

23 Mei 2022   09:20 Diperbarui: 23 Mei 2022   09:29 1396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, periodesasi berasal dari kata periode. Periode berarti pembabakan waktu atau putaran waktu. Periodisasi sastra adalah pembabakan waktu atau urutan kronologis terhadap perkembangan sastra yang memiliki ciri-ciri tertentu. Perkembangan sastra Indonesia sejak lahir hingga saat ini menunjukkan berlangsungnya sejarah. Hal ini tercermin dalam kurun waktu atau periode sastra yang dikemukan oleh berbagai pakar. Permasalahan periodesasi sastra merupakan isu lama yang ramai diperbincangkan di dunia sastra dan menjadi pembahasan para ilmuwan-ilmuwan sastra.

Tujuan periode sastra adalah untuk memudahkan pengembangan sejarah sastra, selain itu periode sastra juga memainkan peran penting dalam penciptaan karya sastra baru oleh sastrawan. Sehingga para sastrawan bisa melihat dengan jelas proses sastra dari kelahirannya hingga saat ini. Oleh karena itu mereka akan menciptakan karya sastra baru yang berbeda dengan karya sastra yang sudah ada, baik dalam konsepsi artistik, struktur estetisnya, maupun dalam bidang masalahnya, pandangan hidup, filsafat, pemikiran dan perasaannya.

Dalam "Sejarah Sastra Indonesia" (Rosida dan Ahmad: 2011). Periode sastra Indonesia dapat dilihat berdasarkan bentuk, angkatan, dan tahapannya. Ketiganya memiliki pola penyajian yang berbeda. Pembabakan sejarah sastra berdasarkan bentuk tampak ambigu ketika kita menunjuk pada perkembangan pesat pantun-pantun yang bermunculan di ibu kota, Jakarta. Pembabakan berdasarkan angkatan sangat subjektif karena didasarkan pada karakteristik generasi. Pemilihan tersebut sangat bergantung pada jumlah materi yang dimiliki oleh pengamat sehingga pandangannya tentang lahirnya suatu generasi dapat dijelaskan dan dipertanggungjawabkan. Pembabakan berdasarkan tahapan dapat diterima sebagai objektivitas karena pemilihan dilakukan selama kurun waktu, oleh karena itu segala sesuatu yang terjadi selama kurun waktu tersebut dapat diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai bagian dari periode tersebut.

Para penulis sejarah mengalami perbedaan pendapat tentang lahirnya periode baru sejarah sastra. Sehingga disusunlah dasar-dasar yang digunakan untuk menentukan periode kesastraan Indonesia. Dalam buku Sejarah Ringkas Kesusastraan Indonesia (Muhri: 2016), terdapat empat dasar-dasar yang digunakan dalam menentukan periode sastra, dan untuk memudahkan pembahasan, aspek ini disesuaikan dengan empat orientasi kritik sastra M.H Abrams dalam The Miror and the Lamp, yaitu mimetik, ekspresif, pregmatik, dan objektif. Setelah diorientasikan menjadi aspek isi, kepengarangan, fungsi sosial karya, dan unsur pembangun karya.  Dasar-dasar untuk menentukan periode meliputi:

1. Realitas

Aspek ini meliputi tema, setting dunia nyata dan nilai-nilai yang terkandung dalam karya. Di dunia nyata, sebuah karya adalah tentang waktu dan tempat yang ditiru dari dunia nyata. Aspek mimetik dalam karya juga dapat membedakan suatu periode.

2. Kepengarangan

Aspek kepengarangan berkaitan dengan ciri khas karya seorang pengarang dan pengaruh-pengaruh yang mempengaruhi pengarang. Ciri khas seorang pengarang adalah suatu kreativitas unik yang hanya bisa dimiliki oleh setiap orang yang berbeda. Sehingga dalam periode yang sama terdapat kesamaan karya sastra dari beberapa pengarang. Pengaruh ideologi yang berkembang juga menentukan pilihan pengarang.

3.Fungsi sosial karya sastra

Fungsi sosial karya sastra sulit dipahami secara langsung. Karena sastra yang muncul di pikiran tidak bisa langsung didefinisikan. Nilai dalam karya sastra terhadap diri sendiri menghasilkan pemikiran yang unik dan bergantung pada pembacanya. Fungsi sosial yang paling nyata dari karya sastra adalah fungsi kreatif. Dengan demikian, fungsi kreatif karya menjadi dasar untuk menentukan periode sastra.

4. Unsur Pembangun Karya

adalah unsur yang tersurat dan tersirat dalam sebuah karya. Penggambaran sastra yang menggunakan pendekatan ini menggambarkan ciri-ciri yang bisa ditemukan dalam teks sastra.

Agar memudahkan penulisan sejarah sastra Indonesia, dalam buku Sejarah Sastra Indonesia (Rosida dan Ahmad: 2011) membagi perkembangan sastra Indonesia dari lahir sampai sekarang sesuai dengan perkembangan zaman atau masa sastra menjadi, periode 1850- 1933, periode 1933-1942, 1942-1945, periode 1945-1961, periode 1961-1971, periode 1971-1988 dan periode 1998-sekarang.

Periodisasi sastra Indonesia juga dibagi menjadi dua bagian, lisan dan tulisan. Secara kronologis, periode-periode tersebut dibagi menjadi angkatan Pujangga Lama, angkatan Balai Pustaka, angkatan Pujangga Baru, angkatan 1945, angkatan 1950-1960-an, angkatan 1966-1970-an, angkatan 1980-1990-an, angkatan Reformasi dan angkatan 2000-an.

Tinjauan Pustaka

Muhri. (2016). Sejarah Ringkas Kesusastraan Indonesia. Bangkalan: Yayasan Arraudiah Bangkalan.

Erowati, Bahtiar. (2011). Sejarah Sastra Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun