Mohon tunggu...
Putri Oktavia Ramadhani
Putri Oktavia Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mulawarman

Saya adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Yang tengah menepuh semester 5

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Konkretisasi Hukum Perceraian Dalam Pandangan Peradilan Agama di Indonesia

1 Oktober 2023   04:30 Diperbarui: 1 Oktober 2023   08:14 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perceraian menurut pasal 114 KHI adalah  putusnya perkawinan yang disebabkan oleh talak atau berdasarkan gugatan perceraian, namun lebih lanjut dalam pasal 116 KHI dijelaskan beberapa alasan atau alasan-alasan perceraian yang akan diajukan kepada peradilan untuk di proses dan ditindaklanjuti. Adapun alasan-alasan tersebut adalah: 

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan sebagainya yang sukar disembuhkan 

b. Salah pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya 

c. Salah pihak mendapat hukuman penjara selama lima tahun atau hukuman yang lebih berat selama perkawinan berlangsung 

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain 

e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami-istri 

f. Antara suami-istri terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga

g. Suami melanggar taklik talak

h. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga. 

Indonesia adalah negara yang kaya akan suku dan budaya hal ini cukup memberikan impact bagi pelaksanaan hukum peradilan  agama karena islam masuk jauh setelah budaya ditemukan. Menurut pendapat saya persatuan islam dan budaya secara tidak langsung membentuk pandangan islam yang kolaboratif, yaitu corak hubungan antara Islam dengan budaya lokal yang bercorak inkulturatif sebagai hasil kerjasama antara masyarakat dalam sebuah proses yang terjadi secara terus menerus. Ciri-ciri islam kolaboratif adalah bangunan bangunan Islam yang bercorak khas, mengadopsi unsur lokal yang tidak bertentangan dengan Islam dan menguatkan ajaran Islam melalui proses transformasi secara terus menerus dengan legitimasinya berdasarkan atas tulisan Islam yang dipahami atas dasar interpretasi masyarakat. Islam yang bernuansa lokal tersebut hadir melalui tafsiran masyarakat yang secara aktif bergabung dengan masyarakat luas dalam rangka mewujudkan islam yang bercorak khas, yaitu Islam yang begitu menghargai terhadap tradisi yang dinilai absah atau sahih. Dikarenakan Indonesia bukan merupakan negara islam maka sangat dibutuhkan akan adanya KHI di Indonesia sebagai upaya memperoleh kesatuan hukum dalam memeriksa dan memutuskan perkara bagi para hakim di lingkungan peradilan agama, sudah lama dirasakan oleh Departemen Agama. Bahkan sejak adanya peradilan agama di Indonesia, keperluan ini tidak pernah hilang, bahkan berkembang terus sejalan. Pemahaman terhadap Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sekumpulan materi hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal yang berjumlah 229 pasal, terdiri dari kelompok materi hukum yaitu hukum perkawinan (170 pasal), hukum kewarisan termasuk hibah dan wasiat (44 pasal), dan hukum perwakafan (14 pasal), ditambah satu pasal ketentuan penutup yang berlaku untuk ketiga kelompok hukum tersebut. 

KHI ini disusun dengan jalan yang sangat panjang dan melelahkan karena pengaruh perubahan sosial yang terjadi di negeri ini dari masa ke masa. Indonesia yang status negaranya bukan sebagai negara islam, maka urusan keislaman telah diakomodir oleh Kementerian Agama dalam urusan pembinaan umat dan Peradilan Agama sebagai problem solver dari berbagai permasalahan hukum agama di masyarakat. peradilan agama menjadi hal yang konkret dalam suatu negara mengingat ragamnya persoalan dan pandangan penyelesaian yang pada ujungnya tidak mampu memberikan kemaslahatan yang lebih besar. Peradilan Agama kini telah menjelma menjadi peradilan Agama yang modern, berbasis teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi menjadi media untuk menguatkan kinerja peradilan agama menjadi lebih baik.Saat ini Peradilan Agama melakukan lompatan yang luar biasa. Badan Peradilan Agama yang dulunya tertinggal dari badan peradilan yang lain kini dalam top perform. Jadi proses perceraian bisa dilakukan dengan baik dan sesuai dengan regulasi yang ada berkat peradilan agama yang menjalankan proses tersebut dengan baik pula, jadi bisa dikatakan konkret antara perceraian dan Peradilan agama di Indonesia memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan dan saling mengikat satu sama lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun