Melalui tugas ini, saya mencoba menerapkan pembelajaran berdiferensiasi, di mana siswa dengan kemampuan beragam bisa berpartisipasi sesuai potensi mereka. Siswa yang lebih unggul dalam aspek visual, berfokus pada desain grafis, sementara siswa yang lebih tertarik pada teks, lebih banyak berkontribusi dalam menulis keterangan produk. Kami juga mengadakan sesi presentasi agar mereka lebih percaya diri dalam mempresentasikan hasil kerja di depan teman-teman mereka.
Penggunaan teknologi meskipun terbatas, memberikan mereka pengalaman baru yang tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya. Chromebook yang ada menjadi jendela bagi mereka untuk mengenal dunia digital lebih luas. Di balik keterbatasan listrik, saya memastikan bahwa waktu belajar dengan teknologi dimaksimalkan secara efisien.
Refleksi:
Proyek ini memberikan saya banyak pembelajaran, baik sebagai guru maupun sebagai bagian dari komunitas sekolah. Melalui pengalaman ini, saya menyadari bahwa pendidikan berbasis proyek yang terhubung dengan konteks lokal mampu meningkatkan motivasi dan kebanggaan siswa. Siswa saya tidak hanya belajar tentang label produk dalam bahasa Inggris, tetapi juga merasakan langsung bagaimana pendidikan bisa memberikan manfaat nyata bagi kehidupan mereka.
Salah satu dampak paling berharga adalah tumbuhnya rasa bangga mereka terhadap produk lokal desa mereka. Ketika mereka melihat label yang mereka buat bisa membantu mempromosikan produk gula aren dan ikan asin, ada rasa percaya diri yang tumbuh. Mereka mulai melihat bahwa pendidikan bukan hanya tentang teori di kelas, tetapi tentang sesuatu yang lebih nyata dan relevan.
Namun, saya juga tidak bisa menutup mata terhadap tantangan infrastruktur. Keterbatasan listrik dan akses internet menjadi pengingat bahwa kami masih membutuhkan solusi yang lebih baik agar pembelajaran berbasis teknologi bisa dilakukan secara optimal. Saya berharap, ke depan, dukungan infrastruktur bisa lebih memadai untuk mendukung pembelajaran inovatif seperti ini.