Salah satu bentuk kerjasama dalam hal perdagangan yang diperbolehkan dalam Islam, karena sesuai dengan tujuan adanya syariat' adalah Mudharabah. Bentuk kerjasama ini telah ada sebelum Nabi Muhamad diangkat menjadi rasul, yang kemudian kebolehannya ditetapkan dalam Islam. Nasabah yang mempunyai keahlian khusus dan pengalaman dibidangnya, namun tidak memiliki modal untuk melakukan usahanya dapat menggunakan atau mengajukan pembiayaan mudharabah. Ini berarti nasabah tersebut hanya memiliki skill sedangkan untuk modal 100% diperoleh dari Bank. Penulis akan membahas lebih detail bagaimana pengaplikasian akad Mudharabah dalam Perbankan Syariah.
Keadilan adalah prinsip Islam yang salah satu perwujudannya terdapat dalam Mudharabah yaitu melalui sistem bagi hasil. Akad ini sendiri dalam perbankan digunakan dengan tujuan dagang jangka pendek serta untuk sebuah kongsi khusus. Pengelola dana atau mudharib setelah menerima dana dari bank membeli sejumlah barang dari penjual dan menjualnya lagi dengan harapan perolehan laba.Â
Namun sebelum disetujuinya pemberian dana oleh pihak bank, mudharib harus memberikan perincian secara detail mengenai barang tersebut. Mudharib juga  memberikan pernyataan-pernyataan finansial mengenai harga jual yang diharapkan, batas laba, dan arus kas kepada bank, yang setelahnya akan dikaji oleh pihak bank untuk keputusan pemberian dana. Bank akan menyetujui pemberian dana setelah puas akan batas laba yang diharapkan atas dana yang diberikan.
Dalam akad, mudharib harus mematuhi syarat-syarat yang biasanya ditetapkan oleh bank, yang kaitannya dengan manajemen kongsi. Mudharib tidak akan menerima dana secara tunai, melainkan dana tersebut langsung diangsurkan ke dalam rekeing mudharabah yang dibuat oleh bank dengan tujuan pengelolaan mudharabah. Dalam akad mudharabah untuk pembelian barang-barang tertentu, pembayarannya dilakukan oleh bank. Mudharib hanya mengantur pembelian, pemasaran, serta penjualan barang.
Untuk hal pembagian laba rugi, secara teori bank yang akan menanggung segala resiko, namun mudharib juga dapat menanggung resiko tersebut jika ia melakukan pelanggaran terhadap akad yang telah ditetapkan. Dalam praktiknya karena sifat kontrak dan syarat-syarat yang ada, kerugian itu jarang terjadi. Â Â Â
Akad Mudharabah biasanya diterapkan pada produk pembiayaan dan pendanaan. Untuk penghimpunan dana diterapkan pada tabungan berjangka, dan deposito spesial. Sedangkan pada pembiayaan diterapkan untuk pembiayaan modal kerja, dan investasi khusus.
Dalam prakteknya, bagi hasil dilakukan berdasakan laporan bagi hasil atas usaha yang dilakukan oleh mudharib. Bedasarkan prinsip profit sharing, pembagian hasil adalah laba bersih yaitu dari selisih laba kotor dikurangi pengelolaan modal mudharabah. Dan untuk revenue sharing, pembagian hasil dari laba kotor.
Nilai keadilan pada akad mudharabah yang diterapkan dalam perbankan syariah terletak pada pembagian keuntungan dan resiko dari pihak-pihak yang melakukan akad sesuai dengan porsi keterlibatannya. Jika usaha mengalami keuntungan, kedua pihak akan menikmati keuntungan. Namun sebaliknya, jika usaha tersebut tidak membuahkan hasil, para pihak tentunya akan menerima kerugian. Bank akan kehilangan uang yang telah diberikannya, dan mudharib akan menerima resiko kehilangan tenaga dan pikiran dalam pengelolaan dana usaha tersebut.
Untuk menjamin kepastian hukum sehingga bisa menciptakan rasa keadilan kepada nasabah yang menabung dalam melakukan fungsi yang bermanfaat bagi masyarakat yang membutuhkan dana, perbankan syariah membuatkan perjanjian tertulis. Perjanjian tertulis akad mudharabah ini disebut dengan nisbah bagi hasil shahibul mal dan mudharib. Nisbah bagi hasil berlaku sampai berakhirnya perjanjian. Perjanjian ini bersifat mengikat dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dengan syarat-syarat dan ketentuan umum.
Manfaat akad mudharabah dalam perbankan syariah adalah saat keuntungan nasabah meningkat, maka bank juga akan menerima peningkatan bagi hasil; kepada nasabah pendanaan, bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil dengan dana yang tetap tetapi sesuai dengan hasil atau usaha dari bank; dari pihak peminjam dana pengembalian pokok disesuaikan dengan arus kas usahanya sehingga itu tidak memberatakan mereka; dan bank selanjutnya akan lebih hati-hati dan selektif dalam hal mencari usaha yang benar-benar aman, halal, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret itulah yang akan dibagikan. Selain adanya manfaat  resiko dari akad ini adalah, side steraming, kelalaian dan kesalahan yang sengaja dilakukan, dan nasabah yang tidak jujur dengan menyembunyikan keuntungan dari pihak bank.
Referensi: