Mohon tunggu...
Puteri Renata
Puteri Renata Mohon Tunggu... Editor - Mpudh

Founder Komunitas Sahabat Literasi/Direktur SL Books/Mentor Kepenulisan Self Healing/Penulis Novel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Hindari Rasa Ingin Tahu Berlebihan tentang Kehidupan Orang Lain

8 Juni 2023   13:07 Diperbarui: 8 Juni 2023   13:12 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai pengguna media sosial, saya adalah salah satu orang yang aktif menyebarakan kegiatan di beranda facebook, Instagram, stories WA, dan lain sebagainya. Namun, seringkali saya merasa risih dengan berbagai tanggapan atau komentar yang sangat membuat kenyamanan saya terganggu.

Saya bukan tipe orang yang menuliskan curhatan pribadi di media sosial, bukan pula orang yang membagikan kekesalan saya di sana karena itu bukanlah suatu hal penting. Kehidupan pribadi saya hanya untuk dikonsumsi sendiri dan dibagikan keluarga secara privat. Media sosial lebih kepada kegiatan saya di lingkungan sosial, dalam Pendidikan literasi, dunia kerja marketing, dan lain sebagainya, Bahkan, saya juga membagikan kegiatan politik saya bersama dengan Perempuan Bangsa.

Semua manusia lahir memiliki panggilan jiwanya masing-masing. Saya selalu menyadari setiap hal yang saya jumpai, temui, dan kerjakan adalah karena Allah membimbing diri ini untuk bisa melakukan itu. Namun, jika pada waktunya Allah menarik saya ke tempat lainnya, itu karena Allah tahu ada tempat lain yang lebih membutuhkan dan menghargai diri ini.

Rasa ingin tahu seseorang tentang saya di media sosial membuat hati ini terganggu, apalagi jika mereka menyangkutkannya dengan jodoh. Ada rasa yang membuat saya jenuh harus menjawab satu persatu pertanyaan yang tak seharusnya mereka pertanyakan.

Beberapa waktu yang lalu, seseorang memberi komentar di laman media sosial sahabat saya, yaitu tentang kenapa saya terlalu sibuk bekerja bukan segera menikah. Sesuatu hal yang sebenarnya tidak perlu di komentari, toh pilihan hidup saya tidak berpengaruh apa-apa untuk dirinya. Bahkan, yang lebih miris adalah saat saya tahu hubungan rumah tangga dia dan suaminya tidak baik-baik saja, bahkan bisa dibilang berantakan. Saya mendengar tentang dia yang ternyata belum memiliki keturunan dan beberapa hal sikap dia yang tidak disukai suaminya. Saya tahu itu, tapi saya tidak mau tanya lebih jauh dan juga tak mau bertanya kepada dia karena itu pasti menyakitkannya. Namun, akhirnya setelah saya merasa dia bisa mengatakan hal dengan mudah, kenapa saya tidak?
Pertanyaan balik saya tanyakan kepada dia tentang mengapa dia belum mempunyai anak membuat dia merasa sedih. Dia katakan " Saya belum punya anak itu karena Allah, dan seharusnya saya lebih bersikap dewasa dengan pertanyaan dia.."

Saya tertawa dan langsung menjawab, "Kamu tu lucu, kamu sudah tahu jawaban mengapa saya belum menikah juga kan, itu karena allah belum kasih saya jodoh, lantas siapa yang tidak dewasa? Salahkah saya yang bertanya soal ini?"

Setelahnya dia memblock saya dan merasa menjadi korban ucapan saya.

Ya, itulah pada dasarnya manusia yang seperti ini masuk kriteria tipe apa? Entahlah.

Ya itulah, kenapa rasa ingin tahu seseorang membuat boomerang pada dirinya sendiri. Mereka secara sadar menyakiti orang lain, tapi alibi dengan berkata,"Baperan, gitu aja marah, kan Cuma bercanda, kan Cuma ingin tahu, dan lain sebagainya..".

Lantas apakah hal ini disebut penyakit hati?

Ya, menurut saya bisa dibilang begitu. Seseorang yang menyenggol orang lain tanpa sebab, memberi komentar yang menyakitkan tanpa berfikir, bertanya karena rasa ingin tahu yang akhirnya dijadikan bahan untuk bergibah dan memfitnah adalah mereka yang memiliki penyakit hati yang memang seharusnya segera di sembuhkan dan dijauhkan oleh kita.

Jika kalian masuk dalam bagian di atas, ada baiknya :

- Intropeksi diri, sudah sesempurna apa kehidupan kita sebagai manusia dan jika merasa sudah lebih baik alangkah bijaknya diri untuk lebih istqomah dalam kebaikan bukan kemudharatan.

- Mencoba untuk menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan produktif yng berfaedah, apalagi jika diimbangi dengan membaca Al-Qur'an, tafsir hadist, dan belajar ilmu agama.

- Menjauhi orang-orang yang senang bergibah, ingatlah bahwa hal ini bisa mengurangi pahala kita dan kehidupan dunia ini tidak selamanya.

- Circle baik dalam membangun peluang positif akan membentuk kita menjadi pribadi yang sehat secara spiritual dan mental.

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjadi pribadi yang baik, keingintahuan kita terhadap orang lain dijadikan motivasi positif untuk diri sendiri. Jadikan media sosial, pertemanan, dan lingkungan sebagai tempat berdiskusi juga berbagi pengalaman yang bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun