Perjalanan bangsa Indonesia menuju negara hukum mengalami pasang surut seiring dengan perubahan kondisi ekonomi dan politik negara tersebut. Sebelum kemerdekaan, seluruh elemen pemuda memegang teguh "sumpah pemuda" yang mana menyatakan mempunyai tanah air Indonesia yang bersatu, bangsa Indonesia yang bersatu,hanya berbicara satu bahasa Indonesia. Masa ini merupakan masa awal pembentukan negara (masa penyatuan NKRI) dan Sumpah Pemuda dipersatukan serta menjadi landasan hukum pertama dalam sejarah penyatuan negara sebelum kemerdekaan. Mungkin ada hukum tidak tertulis yang berkembang di masyarakat saat itu, namun konteks masih belum menyatu.
Ketidakberdayaan UU membuat marah rakyat dan akhirnya menggulingkan rezim Orde Baru dan melaksanakan reformasi. Dalam reformasi ini, UU seperti diberi angin segar, UU kembali diterima oleh rakyat Indonesia sebagai panglima di utama dan harus dilaksanakan. Semangat kekuasaan terbatas dengan undang-undang ini dilaksanakan dengan pemilu 1999, dan amandemen UUD MPR 1945 pasca pemilu 1999. faktor sosial masyarakat lain yang melingkupinya dan hukum tidak dapat dipisahkan realitas sosial yang melingkupinya. Isu-isu sosial yang muncul saat ini sedang menjadi perbincangan para ahli hukum tidak hanya di dalam negeri namun juga diseluruh dunia.
Definisi hukum itu luas dan kompleks serta bergantung pada siapa yang mendefinisikannya. Hal ini membuat rule seolah-olah definisi rule (yang membatasi maknanya) adalah sesuatu yang non-definitif (tanpa batasan).
Hukum hanyalah penyusunan dan pencampuran aturan tertulis yang diciptakan oleh pikiran manusia sehingga menghasilkan sebuah logika yang hanya berperan dalam hukum dan mengabaikan realitas dan keadilan. Dari sudut pandang ini, apa yang tertulis adalah apa yang merupakan keadilan.
Kedudukan hukum positif adalah kedudukan yang ditaati oleh negara ini dalam undang-undangnya, sepanjang hanya berpedoman pada apa yang tertulis dalam peraturan sederhana. Pada bagian pertama telah dijelaskan mazhab ilmu hukum yang mempengaruhi pandangan aparat penegak hukum dalam menafsirkan suatu peraturan. Pandangan positifisme mayoritas aparat penegak hukum di negara ini didorong oleh pendekatan hukum dogmatis terhadap peninjauan undang-undang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H