Mohon tunggu...
Putri Theresia
Putri Theresia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Katolik Santo Thomas Medan

Saya memiliki ketertarikan dalam menulis. Menulis bagi saya bukan hanya sekadar kegiatan, tetapi juga merupakan cara untuk mengekspresikan diri, berbagi pengetahuan, dan mempengaruhi orang lain melalui kata-kata. Saya sangat menikmati proses merangkai kata-kata untuk menciptakan cerita, artikel, atau tulisan kreatif lainnya Saat ini, saya juga bergabung dalam UKM menulis di Universitas Katolik Santo Thomas yang bernama Komunitas Veritas, yang memberikan kesempatan bagi saya untuk belajar. Melalui partisipasi aktif dalam komunitas ini, saya dapat terus belajar dan berkembang menulis yang baik.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Mengoptimalkan Pengawasan Pajak terhadap Penghasilan Tiktokers

28 Juni 2023   23:23 Diperbarui: 28 Juni 2023   23:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

TikTok saat ini telah menjadi salah satu media sosial yang sangat populer hampir di  seluruh dunia. Platform ini digemari oleh semua kalangan, baik para remaja, anak kecil, bahkan sampai orang dewasa. TikTok sangat populer karena setiap penggunanya dapat membuat konten, untuk  mengekspresikan kreativitas mereka, agar mendapatkan perhatian dan popularitas.

Berdasarkan data dari We Are Social dan Hootsuite, yang dikutip dari https://www.katadata.co.id   pada awal tahun 2023, Indonesia berada di urutan kedua terbanyak pengguna TikTok, dengan jumlah 109, 9 juta pengguna.

Dengan jumlah pengguna yang terus meningkat setiap tahunnya, TikTok menciptakan peluang baru bagi para penggunanya agar dapat menghasilkan uang dengan menjadi kreator konten. Melihat peluang ini, kreator konten atau yang sering disebut dengan TikTokers memanfaatkan TikTok untuk mendapatkan penghasilan.

Kurangnya Kesadaran dan Transparansi TikTokers

Pendapatan TikTokers berasal dari berbagai sumber, seperti pendapatan dari iklan, endorsement, kemitraan dengan merek atau perusahaan, dan terakhir pendapatan dari hadiah yang diberikan pemirsa melalui siaran langsung. Namun dari banyaknya sumber pendapatan tersebut, sampai saat ini belum ada keterbukaan dari para TikTokers mengenai berapa banyak penghasilan yang mereka terima.

Menurut data yang dikutip dari https://www.xlhome.co.id mengatakan bahwa setiap penghasilan yang di dapat oleh TikTokers tergantung pada jumlah pengikut dan sponsor dari brand yang mereka terima. Misalnya saja TikTokers dengan 10.000 pengikut, mereka dapat menghasilkan Rp 100.000 hingga Rp 150.000 per bulan, sedangkan yang memiliki 100.000 pengikut dapat menghasilkan Rp 500.000 hingga Rp 750.000 per bulan. Namun jika mereka memiliki 1 juta pengikut ataupun lebih, per bulannya mereka dapat mengasilkan melebihi Rp 36 juta.

Dengan angka sebesar ini, keberhasilan finansial TikTokers telah menimbulkan beberapa pertanyaan mengenai pengawasan pajak terhadap penghasilan mereka. Dengan adanya  potensi pendapatan yang diterima oleh Tiktokers, maka tentunya terdapat hubungan dengan pemenuhan kewajiban dalam membayar pajak. Maka dari itu, seluruh Tiktokers yang mendapatkan penghasilan harus memahami dan memenuhi kewajiban pajak yang harus mereka bayarkan.

Di Indonesia sendiri 80% sumber pendapatan terbesar berasal dari pajak.  Sesuai yang tertulis dalam Undang-Undang  Nomer 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, maka TikTokers dikenakan Pajak Penghasilan (PPh), karena mereka mendapatkan suatu penghasilan atas pengunaan aplikasi ini.

Saat ini banyak TikTokers yang menerima penghasilan besar, namun tidak semua dari mereka secara aktif melaporkan atau membayar pajak atas pendapatan tersebut. Hal ini menciptakan ketimpangan dalam sistem perpajakan, di mana para pekerja konvensional yang penghasilannya lebih rendah terbebani dengan beban pajak yang lebih berat sementara TikTokers yang menerima penghasilan besar dapat menghindari kewajiban pajak mereka.

Hal ini disebabkan oleh kurangnya tingkat kesadaran wajib membayar pajak pada TikTokers Indonesia, karena kurangnya pemahaman tentang apa dampak positif yang mereka timbulkan setelah membayar pajak. Dalam hal ini juga dibutuhkan transparasi dari penghasilan yang didapatkan Tiktokers, agar mengetahui seberapa besar pajak yang seharusnya mereka bayarkan.

Optimalisasi Pengawasan Pendapatan Tiktokers

Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar di Indonesia. Meskipun dalam pembayaran pajak seringkali dianggap sebagai beban atau kewajiban yang menyita penghasilan kita. Penting untuk memahami bahwa kontribusi pajak tersebut memiliki peran yang krusial dalam menjaga stabilitas ekonomi di Indonesia. Berangkat dari masalah diatas, maka ditawarkan cara untuk mengoptimalkannya sebagai berikut:

Pemerintah Indonesia harus memberikan pemahaman dan pengetahuan yang cukup kepada para TikTokers mengenai kewajiban perpajakan. Pemerintah perlu meluncurkan kampanye dan  edukasi tepat  untuk menyampaikan informasi tentang kewajiban perpajakan dan konsekuensi hukum yang didapat jika tidak memenuhinya. Dengan menggunakan aplikasi TikTok sendiri, sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dan edukasi  ini secara efektif.  Pemerintah juga dapat memanfaatkan pengaruh dan popularitas TikTokers terkenal untuk memperluas jangkauan pesan dan memberikan inspirasi kepada pengguna TikTok yang lain untuk mematuhi kewajiban perpajakan.

Disamping menjalankan kampanye dan edukasi tersebut pemerintah perlu bekerja sama dengan Direktorat Jendral Pajak (Ditjen Pajak) dan platform TikTok, guna memperoleh data yang diperlukan untuk mengawasi dan memungut pajak yang sudah sepatutnya.

Dalam hal ini, TikTok sebagai platform tentunya memiliki akses terhadap data pengguna dan penghasilan TikTokers. Dengan berbagi data yang relevan, baik secara agregat maupun individu yang disetujui oleh pengguna, TikTok dapat membantu Ditjen Pajak dalam mengidentifikasi dan memverifikasi penerima penghasilan TikTokers.

Maka Ditjen Pajak perlu mengembangkan metode yang efisien untuk mengumpulkan data penghasilan TikTokers, yaitu dengan melakukan pemotongan pajak secara langsung oleh Ditjen Pajak terhadap penghasilan TikTokers. Hal ini memastikan bahwa sebagian pendapatan mereka disisihkan untuk membayar pajak, sehingga menghindari ketidakjujuran TikTokers yang tidak melaporkan pendapatannya. Dalam jangka panjang, ini dapat memberikan kejelasan akan penghasilan bersih dan membantu para TikTokers mengatur pendapatan mereka dengan lebih baik.

Kerja sama ini akan memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat. Pertama, Ditjen Pajak  akan memperoleh akses ke data yang lebih akurat dan lengkap tentang penerima penghasilan TikTokers. Hal ini akan memudahkan mereka dalam mengawasi dan memeriksa kepatuhan perpajakan, dengan data valid yang Ditjen Pajak miliki. Dan dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara dan memperkuat keadilan perpajakan.

Selain itu TikTok juga akan mendapatkan manfaat dari kerja sama ini. Dalam beberapa kasus, keragaman peraturan perpajakan di berbagai negara dapat membingungkan dan membebani TikTokers yang memiliki penghasilan internasional. Dengan bekerja sama dengan Ditjen Pajak, TikTok dapat membantu menciptakan pedoman yang lebih jelas bagi para pengguna dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

Terakhir bagi masyarakat secara umum, kerjasama ini memberikan kepastian bahwa semua pihak di TikTok, termasuk tiktokers, juga memberikan kontribusi mereka dalam pembangunan negara melalui pajak yang dibayarkan. Ini mencerminkan prinsip keadilan dan kesetaraan dalam sistem perpajakan, sehingga masyarakat dapat memiliki kepercayaan yang lebih besar pada platform TikTok dan kebijakan pemerintah terkait pajak.

Dengan adanya kejelasan mengenai kewajiban perpajakan dan prosedur yang lebih mudah dipahami, para TikTokers akan lebih mampu mengetahui seberapa besar penghasilan bersih yang dapat mereka terima. Selain itu, pengumpulan data yang akurat dapat membantu Ditjen Pajak dalam menentukan tarif pajak yang lebih adil dan meminimalkan risiko terjadinya kesalahan perhitungan pajak. Namun dalam hal ini kepatuhan wajib pajak tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah sepenuhnya, tetapi juga membutuhkan keterlibatan masyarakat secara aktif, dalam menyebarluaskan pemahaman tentang peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun