Â
Agustus merupakan bulan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa Indonesia, pada bulan itulah 70 tahun yang lalu, tepatnya 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia telah mencapai titik kulminasi dalam perjuangannya merebut kemerdekaan dari kaum penjajah. Pada tanggal 17 Agustus, Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia pertama didampingi Drs. Mohammad Hatta, bertempat di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta Pusat, membacakan Teks Propklamasi Kemerdekaan, yang menandai lahirnya sebuah negara baru yang berdaulat. Rasa syukur bagi bangsa Indonesia tersebut, selanjutnya diwujudkan melalui semarak kemeriahan menyambut kemerdekaan tiap tanggal 17 Agustus di seluruh wilayah tanah air.
Kemeriahan menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia ke 70 tersebut juga dilaksanakan di kampung Rawa Biru Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, masyarakat kampung tradisional tersebut menyambutnya dengan cara mengibarkan bendera Merah Putih di setiap rumah warga masyarakat. Namun sayang sekali, kemeriahan perayaan kemerdekaan tersebut, dinodai dengan kelakuan 14 anggota militer PNG yang memaksa warga untuk menurunkan bendera yang telah berkibar dalam menyambut kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Kita patut bersyukur, karena penurunan bendera tersebut, tidak berlangsung lama, di mana Ketua RT Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, mengibarkan kembali bendera Merah Putih tersebut, selanjutnya melaporkan kepada Pos Pengamanan Perbatasan terdekat.
Deklarasi Bersama
Masalah batas darat wilayah Indonesia dan Papua New Guinea, sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi, didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas Indonesia dan Papua Nugini, ditandatangani pada tanggal 12 Februari 1973 di Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survei dan demarkasi batas darat antara kedua negara. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral 1973, telah didirikan 14 pilar MM ( Meridian Monument ) di sepanjang perbatasan Indonesia dan Papua Nugini. Titik-titik tersebut ada di 141° Bujur Timur, mulai dari pilar MM1 sampai dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11 sampai dengan pilar MM14 berada pada meridian 141° 01’ 10". Pilar MM10 dan MM11 batas kedua negara mengikuti Thalweg dari sungai Fly.
Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983- 1991, sesuai amanat Pasal 9 Perjanjian 1973, antara Indonesia dengan Papua Nugini telah didirikan 38 Pilar MM baru. Sehingga sampai saat ini telah berdiri 52 pilar MM di sepanjang garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru tersebut saat ini masih tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration) yang ditandatangani oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan. Penentuan batas wilayah Indonesia dengan Papua Nen Guinea, dilaksanakan dengan pemerintah Australia karena pada saat itu Papua Nen Guinea masuk kedalam wilayah kekuasaan Australia, yang kemudian merdeka pada 16 September 1975, dengan adanya perjanjian batas wilayah tersebut sebenarnya sudah tidak ada permasalahan lagi mengenai batas darat Indonesia PNG.
Masalah yang sering terjadi antara Indonesia dan PNG karena adanya kendala kultur yang dapat menimbulkan salah pengertian, persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antara penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menye-babkan klaim terhadap hak-hak tradisional seperti adanya pengakuan tanah adat bagi suku-suku di Papua dapat berkembang menjadi masalah kompleks antar kedua negara dikemudian hari. Sama halnya masyarakat di Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, merupakan kampung yang kebanyakan penghuninya berasal dari Suku Kanum dari marga Maywa yang pernah melakukan eksodus pada tahun 80-90an ke kampung Weyam PNG, karena adanya persamaan inilah kemungkinan besar mereka menganggap bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang netral, jadi bendera Indonesia tidak boleh dikibarkan di kampung tersebut. Kenyataan yang sebenarnya permukiman tersebut terletak kurang lebih 1,3 Kilometer dari perbatasan antara Merauke dan PNG jadi merupakaan sepenuhnya wilayah Indonesia dan secara defacto dapat dibuktikan, dimana masyarakat pemukiman tersebut telah memiliki kartu tanda penduduk dari pemerintah kabupaten Merauke.
Sangat Strategis
Permasalahann di wilayah perbatasan sangat kompleks, perbatasan sebuah negara memiliki arti yang sangat strategis bagi kepentingan suatu negara. Perbatasan bisa berarti secara ekonomi, berkaitan dengan adanya sumber daya alam yang terkandung di suatu wilayah yang memungkinkan untuk dieksploitasi oleh negara tersebut. Perbatasan negara juga memiliki arti secara politis, dimana dengan adanya kesepakatan batas suatu negara dengan negara lain, maka secara yuridis menunjukkan adanya pengakuan kedaulan terhadap suatu wilayah terhadap negara. Permasalahan perbatasan bisa timbul karena adanya kegiatan kriminal, seperti sebagai pintu penyelundupan barang-barang secara ilegal termasuk didalamnya penyelundupan Narkoba, selain itu wilayah perbatasan, khususnya di Papua seringkali dijadikan basis bagi gerakan separatis.
Mencermati kondisi tersebut, peran pasukan penjaga perbatasan sangat penting, untuk menangkal serta mengantisipasi kegiatan kriminal yang dilakukan melalui perbatasan antar dua negara. Selain itu keberadaan pasukan penjaga perbatasan, sekaligus sebagai perwujudan kedaulatan negara di wilayah tersebut. Pasukan TNI AD yang selama ini menjadi ujung tombak dalam menjaga tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia, melaksanakan kegiatan secara rutin untuk memastikan patok-patok batas atau yang dikenal dengan Meridian Monument tetap berada pada posisi yang sebenarnya, sesuai dengan perjanjian antar kedua negara.
Kiranya, langkah yang cepat dari pihak TNI AD, dalam hal ini Kodam XVII/Cenderawasih yang segera menempatkan pos di Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, patut mendapat apresiasi. Sungguh, keberadaan pasukan tersebut di samping dapat mengamankan wilayah perbatasan dari setiap bentuk ancaman, sekaligus akan dapat menjaga warga negara kita yang sempat dipaksa untuk menurunkan bendera Merah Putih. Di samping itu, diharapkan juga akan dapat membantu memberikan pemahaman kepada masyarakat akan arti pentingnya keberadaan warga negara yang berada di perbatasan. (Rajawali Perkasa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H