Mohon tunggu...
Pendidikan

Pendidikan Orientasi Nilai VS Orientasi Skill

19 April 2015   21:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:54 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Masa UAS atau UNAS bagi sebagian anak SD, SMP dan SMK adalah masa-masa yang penting. Pada masa tersebut anak-anak berlomba satu sama lain, jika biasanya tidak belajar maka pada saat masa ujian akan menjadi rajin belajar, bahkan ekstrimnya mereka belajar sampe pagi jam 3-4, kemudian tidur hanya 1 jam, kemudian bangun langsung belajar lagi, kemudian yang sholat dan berdoanya kadang-kadang maka ketika pada saat masa ujian akan menjadi rajin sholat dan berdoa, dan ekstrimnya pergi ke makam untuk berdoa dan minta wangsit agar nilainya bagus (pengalaman penulis juga sih).

Memang pada masa ujian, adalah masa yang menentukan masa depan kita nanti akan menjadi apa. Saya tidak menyanggah hal yang demikian, karena memang di negara kita pendidikan yang tinggilah orang yang menduduki jabatan-jabatan pemerintah, direktur perkantoran, kedokteran, hukum, dsb. Sehingga semua orang berlomba-lomba ingin mendapatkan sekolah atau perguruan tinggi yang dia rasa akan mengantarkan dia menuju masa depannya. Ada yang ingin menjadi dokter sehingga sekolah jurusan dokter, ada yang ingin menjadi teknisi sehingga sekolah jurusan teknisi, dan masih banyak lagi.

Setelah masuk ke sekolah tersebut, hal pertama yang menjadi paradigma kebanyakan orang adalah bagaimana cara agar mendapat nilai yang bagus, bagaimana cara agar dapat ranking 1. Sehingga perilaku anak tersebut diorientasikan untuk mencapai tujuan mendapatkan nilai bagus dan dapat ranking 1, entah itu menggunakan cara yang positif ataupun cara yang negatif.

Hal inilah yang membuat penulis tergerak untuk menulis tentang tema pendidikan. Menurut penulis perilaku yang demikian adalah perilaku yang DISORIENTASI dengan tujuan awal. Karena penulis melihat ketimpangan yang sangat nyata dalam pendidikan negeri saat ini. Dulu anak bercita-cita ingin jadi dokter, teknisi, pilot, peneliti, polisi, tentara, dsb. sehingga mereka habis-habisan agar bisa masuk sekolah yang dapat mengantarkan ke cita-citanya, tapi ketika sudah masuk sekolah tersebut malah orientasinya menjadi bagus-bagusan nilai, bagus-bagusan ranking. Sehingga dalam kelas atau pembelajaran, di OTAK sudah ditanamkan MINDSET “bagaimana cara agar dapat ranking 1 atau dapat nilai bagus”. Padahal harusnya di OTAK kita ditanamkan MINDSET  “bagaimana cara saya agar dapat skill A, B dan C sehingga saya bisa menjadi dokter, peneliti, dsb”.

Dampak bersekolah orientasi nilai yaitu dalam bersekolah tidak dapet skill apa-apa, yang ada hanya teks didalam otak tanpa tau fungsi teks tersebut dilapangan seperti apa. Ketika sudah bekerja yang terjadi ialah kaget, karena masalah dilapangan lebih kompleks daripada teks yang ada dilapangan. Bahkan terkadang segala yang dipelajari di sekolah atau PTN “LUPA”, alhasil dalam bekerja akan kesulitan dan bisa menyebabkan kegagalan. Hal tersebut pasti terjadi pada orang-orang yang orientasinya adalah nilai/ranking. Karena penulis juga pernah mengalami hal yang demikian, yaitu ketika penulis bersekolah orientasi nilai atau ranking maka setelah naik kelas atau meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi akan terjadi proses LUPA akan materi terdahulu, kesulitan menghadapi masalah real karena dalam belajar hanya orientasi nilai dan teksbook.

Untuk merubah perilaku orientasi Nilai atau ranking, maka hal pertama yang harus dirubah adalah MINDSET. Semua perilaku kita dipengaruhi oleh MINDSET, rubahlah MINDSET anda tentang arti dan tujuan pendidikan. Bahwa pendidikan tujuannya adalah untuk mencetak skill guna memecahkan masalah sesuai cita-cita (cita-cita jangan orientasi KESENANGAN (baca : Bangkitlah Remaja Indonesia)), jika cita-cita ingin jadi dokter maka MINDSET kita harus sudah tertanam bahwa saya bersekolah tujuannya ingin jadi dokter maka SKILL apa saja yang harus dibutuhkan agar saya bisa jadi dokter, begitupun dengan cita-cita yang lainnya. Hal KEDUA yaitu tanamkan dan siramlah tujuan atau cita-cita anda setiap hari, dengan cara mulai menanyakan cita-cita saya apa, kenapa saya bercita-cita demikian, ada masalah apa saya mempunyai cita-cita yang demikian, saya hendak memecahkan masalah apa di bidang tersebut, dst. TERAKHIR yaitu harus istiqomah, dan berdoa agar selalu diberikan kesadaran, keingatan untuk menggapai cita-cita kita.

Luruskan kembali tujuan anda bersekolah ! dan istiqomah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun