Mohon tunggu...
Putra Manurung
Putra Manurung Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa Penikmat Indomie

Pelajar yang di belajar tanpa di bayar

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi | Takdir bukan Harapan

29 April 2019   02:27 Diperbarui: 29 April 2019   02:46 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari demi hari terus berganti dan kita tumbuh bersama-sama
yang membedakan kau sekarang sudah tumbuh menjadi dewasa dan aku juga berpikir demikian.
Namun aku salah setelah melihat kejadian itu
kau memang sudah bertumbuh dewasa sedangkan aku masih seperti bocah yang bertubuh besar

Aku berpikir saat ada harapan bisa mengubah segalanya
tapi kau memperlihatkan bahwa semua sudah ketetapan takdir
Di dalam gelap kesunyian aku tertawa sambil meneteskan air mata
bukan aku tidak bersedih kau tidak usah kuatir semua baik-baik saja.

Pertanyaan yang timbul di kepala ini menjalar seperti kanker pelan dan perlahan akan membunuh
aku kira kau adalah penawar kanker itu tapi kembali aku salah bahwa kanker itu tidak akan pernah hilang sampai nyawaku melayang
Harapan itu selalu ada meskipun kau sudah memperkenalkan takdir itu kepadaku
tapi aku tetaplah bocah yang keras kepala yang memiliki harapan konyol.

Entah kenapa setiap kali aku melihat kau aku seperti melihat orang yang tidak aku kenal
hanya kesedihan yang terlihat saat aku pandang wajahmu
Aku tidak tahu harus bagaimana saat berjumpa bersamamu
ekspresi apa yang harus kutunjukkan nantinya bahkan tersenyum aku sudah tidak sanggup lagi.

Hanya ada bintang -bintang kecil yang tahu ekspresi wajah ini
dan bersama cahaya kecil itu yang menemani tidak ada wajahmu lagi di bayang-bayang ini
Jika nanti aku sudah tumbuh menjadi seorang yang dewasa masih sanggupkah aku menatap wajahmu
dan mampu mengatakan aku cinta kepadamu kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun