Agama merupakan salah satu hal yang melekat pada diri manusia. Agama menjadi sebuah pedoman hidup setiap manusia untuk melakukan suatu hal yang benar. Agama apapun akan selalu mengajarkan kepada hal-hal yang baik untuk kelangsungan hidup manusia, seperti tolong menolong dan saling berbagi. Agama tidak hanya membicarakan mengenai persoalan religiusitas antara manusia dengan Tuhan, tetapi juga ada aturan-aturan mengenai hubungan antar manusia didalamnya.
Salah satu perihal yang diatur oleh agama dalam kehidupan sehari-hari adalah persoalan ekonomi. Dalam Islam tentunya, penguatan dalam sektor ekonomi sangat dianjurkan oleh agama untuk menunjang kehidupan. Terdapat dalam hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi, "asyaddunnas adzaban yaumal qiyamati almakhfil albathil" yang jika diartikan secara bebas berarti siksa paling berat kelak pada hari kiamat, akan menimpa mereka yang hanya mau dicukupi orang lain dan hidup menganggur atau berpangku tangan saja (Qalbi, 2018). Hal ini tentu menjadi stimulus bagi masyarakat untuk memperkuat sektor ekonominya. Cara Islam dalam menguatkan perekonomian yang dianjurkan adalah berdagang.
Dalam kehidupan sekarang ini, mengingat semua telah mengalami banyak perubahan mengenai makna hadis di atas. Manusia menjadi selalu berorientasi kepada duniawi semata, yaitu yang berbentuk pendapatan ekonomi (profit). Pendapatan ekonomi menjadi salah satu tolak ukur dalam kehidupan. Tinggi rendahnya suatu pendapatan akan memperlihatkan kesejahteraan individu. Maka dari itu setiap manusia tentunya akan selalu berusaha demi kesejahteraan hidupnya.
Bekerja merupakan salah satu usaha manusia yang dapat menjadikan manusia memiliki penghasilan, sehingga dapat menunjang kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Dalam bekerja pun kita tidak lepas dari pedoman-pedoman agama, yang mana dengan agama menjadikan individu bekerja melalui jalan yang benar. Maksudnya adalah manusia tidak menyeleweng dari peraturan agama yang berisi perintah dan larangan yang harus diperhatikan oleh masyarakat kaitannya dengan dunia kerja.
Dalam teori Marx Weber dijelaskan mengenai eksistensi agama sebagai peningkat ekonomi masyarakat. Karena dengan adanya agama, setiap manusia dapat mengetahui ayat-ayat mengenai imbalan yang akan diberikan kepada orang-orang yang giat dalam bekerja. Agama telah menjadi pegangan manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia, yang kemudian perintah dan larangan yang ada didalamnya akan dilakukan dan diterapkan dalam menjalankan suatu pekerjaan.
Mereka akan selalu menyertakan Tuhan dalam kegiatannya karena semua bersumber dari-Nya.
Hal tersebut tidak lepas dari etika protestan yang dikembangkan oleh Calvin. Beliau mengungkapkan bahwa surga dan nekara merupak takdir yang sudah ditentukan oleh Tuhan. Tetapi cara untuk mengetahuinya adalah dengan melihat keberhasilan manusia saat di dunia (Amin, 2014) . Hal ini yang mendorong masyarakat menjadi giat bekerja untuk menuai keberhasilan (ekonomi).
Karena sifat manusia yang selalu merasa kurang, mereka terkadang meninggalkan kewajibannya beribadah kepada Tuhannya, seperti umat Islam melakukan sholat di masjid, menjadikan mereka lupa akan Tuhannya. Hal ini terjadi karena merasa aktifitas pekerjaannya lebih penting, yang harus segera diselesaikan karena dapat memengaruhi terhadap hasil kinerjanya. Seolah agama menjadi kepentingan kedua, setelah urusan ekonomi selesai.
Apabila pada saat mengalami suatu kegagalan pada hidupnya, manusia akan cenderung kembali kepada Tuhan dan agama-Nya, dalam artian akan menyibukkan dirinya kepada Sang Pencipta, seperti ibadah dan berdoa. Padahal hal tersebut tidak memberi banyak solusi untuk menyelesaikan masalah, tetapi agama dapat memberi kenyamanan hati untuk setiap hambanya. Hal ini menunjukkan bahwa agama sangat melekat dan memengaruhi kehidupan setiap manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H