Banyak dari mereka mengandalkan filosofi hidup sederhana: menerima apa yang ada dengan ikhlas. Ini tidak berarti mereka tidak bermimpi atau berharap lebih baik, tetapi sering kali, harapan besar terasa terlalu jauh untuk diraih.
Ketimpangan dan Tantangan Kebahagiaan
Meskipun manusia kardus mungkin menemukan kebahagiaan sederhana dalam keseharian mereka, ketimpangan sosial tetap menjadi bayang-bayang yang sulit diabaikan. Di satu sisi jalan, ada gedung-gedung megah dan pusat perbelanjaan, sementara di sisi lain ada individu yang tidur beralaskan kardus. Kontras ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah kebahagiaan sejati dapat tercapai ketika ketimpangan sedemikian nyata?
Bantuan sosial yang disalurkan pemerintah sering kali tidak menyentuh kelompok seperti manusia kardus. Mereka berada di luar sistem formal, sulit dijangkau oleh program-program kesejahteraan. Akibatnya, kebahagiaan mereka rentan—guncang oleh perubahan kecil dalam ekonomi atau kebijakan.
Mencari Kebahagiaan yang Lebih Berarti
Menyingkap kebahagiaan manusia kardus adalah tantangan sosiologis yang kompleks. Kebahagiaan mereka tidak bisa hanya dilihat dari kacamata materialistik, tetapi juga dari bagaimana mereka menemukan makna hidup di tengah keterbatasan.
Namun, kebahagiaan mereka juga menjadi cerminan kegagalan kita sebagai masyarakat yang lebih luas. Ketika masih ada manusia yang harus tidur di bawah kardus dan mencari makan dari sisa-sisa, sudah seharusnya kita bertanya: apa yang bisa kita lakukan untuk membuat kebahagiaan mereka lebih stabil dan bermakna?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H