TERORISME SEBAGAI KEJAHATAN EXTRAORDINARY CRIME DITINJAU DALAM TINDAK PIDANA KHUSUS
Â
NAMA : PUTRA MUHAMMAD DWIKI ADAMA
NIM : 30302100261
DOSEN : MEILAN ARSANTI, S.Pd., M.Pd.
Fakultas : S1 ILMU HUKUM
Lembaga : UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
Email : putramda99@gmail.com
Â
Penulis : Putra Muhammad Dwiki Adama ( Mahasiswa Ilmu  Hukum, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang )
Terorisme adalah suatu perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan / atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan. Teror adalah suatu kondisi takut yang nyata, perasaan luar biasa akan bahaya yang mungkin terjadi. Keadaan ini sering ditandai dengan kebingungan atas tindakan yang harus dilakukan selanjutnya. Terorisme; serangan-serangan terkoordinasi untuk menciptakan teror. Sedangkan teroris yaitu sebutan untuk pelaku dari aksi terorisme sendiri. Terorisme yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini memiliki keterkaitan ideologis, sejarah dan politis serta merupakan bagian dari dinamika lingkungan strategis pada tataran global dan regional. Terorisme dikategorikan sebagai suatu kejahatan luar biasa atau extraordinary crime dan juga kejahatan terhadap kemanusiaan atau crime against humanity yang dapat mengancam keamanan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berdasarkan pasal 6 UU No. 15 Tahun 2003 menjelaskan unsur-unsur terorisme yaitu, Kekerasan dan ancaman kekerasan, Menimbulkan suasana teror dan rasa takut yang meluas, Menimbulkan korban bersifat massal, Menimbulkan Kerusakan dan kehancuran objek-objek vital, fasilitas publik maupun fasilitas internasional. Dengan pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun, pidana penjara seumur hidup, dan pidana mati.
Tindak pidana terorisme juga melanggar hak asasi manusia sebagai hak dasar yang secara kodrat melekat dalam diri manusia yaitu hak untuk hidup dan hak untuk merasa aman dan nyaman. Pengakuan terhadap hak asasi manusia merupakan salah satu perwujudan dari konsep negara hukum yang diatur di dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Dalam mengupayakan pemenuhan dan perlindungan hak asasi warga dari tindak kejahatan terorisme maka pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2002. Yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang RI dengan Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Seseorang dapat dikatakan teroris apabila seseorang melakukan kejahatan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas dengan motif ideologi politik atau agama. Dengan Tindakan yang menimbulkan korban yang bersifat massal dengan dalil jihad dan paham radikalisasi itu merupakan sudah Tindakan terorisme. Seperti yang dijelaskan pada pasal 6 UU No.15 tahun 2003 menjelaskan unsur-unsur terorisme yaitu, Kekerasan dan ancaman kekerasan, Menimbulkan suasana teror dan rasa takut yang meluas, Menimbulkan korban bersifat massal, Menimbulkan Kerusakan dan kehancuran objek-objek vital, fasilitas publik maupun fasilitas internasional.
UU yang mengatur tindak pidana terorisme UU No.5 tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU yang memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Penerapan UU 5 tahun 2018 sendiri sudah dijalankan di Indonesia..
Terjadinya aksi terorisme dikarenakan adanya perbedaan tujuan hingga paham atau ideologi politik maupun agama hingga menyebabkan munculnya rasa balas dendam untuk mewujudkan segala keinginannya menggunakan cara yang salah dengan dalil bahwa mereka melakukan itu semua benar.
Tindak Pidana Terorisme merupakan kejahatan serius yang dilakukan dengan menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan dengan sengaja, sistematis, dan terencana, yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas dengan target aparat negara, penduduk sipil secara acak atau tidak terseleksi, serta Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup, dan Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dan cenderung tumbuh menjadi bahaya simetrik yang membahayakan keamanan dan kedaulatan negara, integritas teritorial, perdamaian, kesejahteraan dan keamanan manusia, baik nasional, regional, maupun internasional. Pertimbangan UU 5 tahun 2018 tentang Perubahan Atas UU 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU, adalah, bahwa tindak pidana terorisme yang selama ini terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang serius yang membahayakan ideologi negara, keamanan negara, kedaulatan negara, nilai kemanusiaan, dan berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta bersifat lintas negara, terorganisasi, dan mempunyai jaringan luas serta memiliki tujuan tertentu, sehingga pemberantasannya perlu dilakukan secara khusus, terencana, terarah, terpadu, dan berkesinambungan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berbagai upaya telah dilakukan dalam penanggulangan aksi terorisme di Indonesia dengan kebijakan kriminal, yaitu dengan Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme maupun dengan sarana deradikalisasi, dan upaya-upaya lain. Kedua upaya tersebut ternyata kurang efektif untuk dilakukan dalam menanggulangi aksi terorisme yang terjadi di Indonesia. Upaya penanganan aksi terorisme dengan kebijakan kriminal (kebijakan penanggulangan kejahatan) ditempuh dengan pendekatan/ kebijakan yang integral, baik dengan melakukan "pembinaan" maupun "penyembuhan" terpidana/ pelanggar hukum. Adanya pengintegrasian/ penyatuan antara sarana penal dan non penal. Jika cara ini dilakukan, masalah terorisme akan dapat diatasi dan penanggulangan aksi terorisme di Indonesia dapat berjalan secara efektif. Tentunya juga harus didahului dengan adanya perbaikan pada masing-masing caranya, baik penal maupun non penal.
Dalam rangka meningkatkan efektifitas penanggulangan aksi terorisme di Indonesia, maka dengan upaya non penal dilakukan kerjasama menyeluruh antara TNI, POLRI dan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya deradikalisasi tetapi juga defundamentalisasi (threatment yang dilakukan berbeda-beda pada tiap pelaku), peningkatan kesejahteraan baik dalam bidang ekonomi maupun pendidikan pada masyarakat, penanaman rasa cinta kasih.
Â
Daftar Pustaka
ALI, M. (2012). Hukum Pidana Terorisme: Teori dan Praktik. Penerbit Gramata Publishing.
Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Pemberantasan Tindak Pidana . (2003). Jakarta: Fokus Media.
Mustofa, M. (2002, desember). MEMAHAMI TERORISME:. SUATU PERSPEKTIF KRIMINOLOGI, 2, pp. 30-38.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H