Mohon tunggu...
Perdana Putra Gultom
Perdana Putra Gultom Mohon Tunggu... Freelancer - Student at Undergraduate Programme of Anthropology, Universitas Indonesia

Manusia yang sedang mengambil kuliah mempelajari manusia dan kebudayaannya. Seorang penggemar olahraga yang tertarik pada isu sosial-politik, kebudayaan, teknologi, ekonomi, dan popular culture.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Pembelajaran bagi Si "Calon Klub Kaya" Newcastle United FC

28 April 2020   17:27 Diperbarui: 28 April 2020   17:33 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.standard.co.uk/

Di tengah terhentinya turnamen sepakbola akibat Pandemi Covid-19 saat ini, jagat sepakbola dihebohkan oleh wacana akuisi salah satu klub Liga Primer Inggirs yaitu Newcastle United Oleh Pangeran Arab Saudi, Mohammed Bin Salman dengan mahar sebesar 300 juta Poundsterling. 

Sebelum Newcastle United, sudah banyak terjadi proyek-proyek dengan dana besar seperti ini ,ada yang berhasil, namun tidak sedikit pula yang mengalami kegagalan.

Dana segar tentunya menjadi kelebihan bagi suatu klub untuk mencapai kesuksesan, dengan suntikan dana ini, klub dapat leluasa dalam bursa transfer ,sementara tawaran gaji yang tinggi dapat menjadi daya tarik bagi pemain untuk berlabuh di klub tersebut.

Sebut saja nama-nama klub seperti Manchester City yang sejak diakuisisi oleh Sheikh Mansour berhasil bersaing di papan atas Liga Primer Inggris, bahkan menjuarainya, kucuran dana yang melimpah membuat Manchester City dapat belanja pemain hebat di setiap bursa transfer. 

Suntikan dana segar juga berhasil membuat Paris Saint-Germain (PSG) meruntuhkan dominasi Lyon yang menjuarai Ligue 1 sebanyak 7 kali berturut-turut, serupa dengan Manchester City, suntikan dana dari Qatar Sport Investment (QSI) memuluskan jalan PSG untuk membeli pemain di bursa transfer.

Mungkin kesuksesan instant seperti ini juga diharapkan dapat terjadi di Newcastle United setelah diakuisisi nanti. Namun, bukan bermaksud merendahkan Newcastle United, atau mematahkan semangat para fans karbitan yang sebentar lagi menjadi fans baru The Magpies, pada kenyataannya, tidak semua klub yang mendapat kucuran dana melimpah mampu bertahan lama dalam persaingan klub elit, bahkan terdapat klub dengan dana besar justru mengalami kegagalan tanpa pernah merasakan gelar juara.

Kejayaan dan kejatuhan Parma FC mungkin bisa dijadikan pembelajaran pertama bagi Newcastle United, klub ini meraih masa kejayaannya setelah dibeli oleh perusahaan Parmalat yang merupakan sponsor dan pemiliki Parma FC pada 1991. 

Berkat dana dari Parmalat, Parma berhasil membawa nama-nama besar seperti Gianfranco Zola, Fabio Cannavaro, Hernan Crespo, Enrico Chiesa, Juan Sebastian Veron, Lilian Thuram, hingga Hristo Stoichkov berlabuh di Stadion Ennio Tardini. Parma FC menjadi klub yang diperhitungkan di Italia dan Eropa dengan tiga kali juara Coppa Italia dan dua kali juara Piala UEFA. 

Namun, Parmalat mengalami kebangkrutan pada tahun 2003 dan dinyatakan bahwa Parmalat memanipulasi neraca keuangannya dengan tidak melaporkan nominal utang yang sangat besar. 

Pemilik Parma dan Parmalat, Calisto Tanzi dipenjara dan dijerat dengan pasal penipuan, pencucian uang, dan penggelapan pajak, hal ini juga berdampak pada Parma FC yang kehilangan suntikan dana dan harus diambil alih oleh pemerintah. 

Setelah kejatuhan ini dan diambil alih pemerintah, Parma beberapa kali berganti kepemilikan dan naik-turun kasta kompetisi, hingga pada 2015, Parma dinyatakan bangkrut dan degradasi ke kasta keempat dalam piramida sepakbola Italia. Baru pada musim 2018-2019 Parma dapat kembali ke Serie A, dengan manajemen baru dan bebas dari utang.

Pengalaman Parma FC dapat dijadikan pelajaran bagi Newcastle United setelah mendapat dana melimpah nanti, transparansi adalah salah satu hal penting dalam pengelolaan keuangan suatu perusahaan, termasuk klub sepakbola, karena dibutuhkan "napas panjang" alias pendanaan yang berkelanjutan agar klub dapat sustain dalam mengarungi kompetisi. 

Ditambah lagi sudah ada klub-klub seperti Manchester City, Manchester United, atau Chelsea yang lebih dulu eksis sebagai klub kaya di Liga Primer Inggris, menjadikan uang saja tidak cukup untuk mengantarkan Newcastle United merajai turnamen ini.

"Lebih baik mencegah dari pada mengobati", kisah yang lain yang tak kalah penting untuk dijadikan Newcastle United sebelum dimanjakan oleh kucuran dana adalah Anzhi Makhachkala.  

Kisah ini bermula pada saat yang bersamaan dengan akuisisi PSG oleh QSI pada 2011, seorang miliader lokal bernama Suleiman Kerimov membeli sebuah klub yang berasal dari Makhachkala, Republik Dagestan, Rusia. Klub tersebut bernama Anzhi Makhachkala dan pada saat itu bermain di Liga Primer Russia. 

Ibarat manusia, Anzhi Makhachkala adalah "OKB" alias "Orang Kaya Baru", walaupun pemiliknya adalah miliader Russia dengan usaha yang bergerak di berbagai bidang, Anzhi muncul seperti "OKB" yang menghebohkan bursa transfer dengan menggelontorkan uang dalam jumlah besar bagi sebuah klub yang tidak dikenal dan bukan dari liga top Eropa.

Pada tahun yang sama dengan akuisisi oleh Kerimov, Anzhi membeli legenda Brazil, Roberto Carlos pada saat usianya hampir menginjak 40 tahun dengan biaya transfer sebesar 10 juta Euro, kemudian membeli Samuel Eto'o dan memberikan gaji sebesar 20 juta Euro per musim, yang artinya Eto'o menjadi pemain dengan bayaran tertinggi di dunia, melewati Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi, ditambah lagi penunjukkan Guus Hiddink sebagai pelatih, menjadikan Anzhi cukup menakutkan bagi klub-klub lain di Russia. 

Pada 2012, Anzhi mengakhiri musim dengan  finish hanya di posisi ke-5 Liga Primer Russia, musim selanjutnya Anzhi membeli Willian dengan mahar 35 juta Euro dari Shakhtar Donetsk dan Lassana Diarra dari Real Madrid, Anzhi mencatat rekor tertinggi klub selama di Liga Primer Russia dengan finish di peringkat 3.

Pencapaian ini dianggap sebagai sebuah kegagalan bagi Kerimv yang telah menggelontorkan dana pribadi hingga 300 juta Euro untuk skuad Anzhi, ditambah kerugian di bidang bisnisnya yang lain, Kerimov melakukan pemotongan 2/3 dari total gaji klub. 

Hal ini berdampak pada performa Anzhi di musim berikutnya yang langsung terdegradasi dengan hanya memenangkan 3 pertandingan sepanjang musim. 

Anzhi Makhachkala yang sebelumnya tampil sebagai klub kaya baru jatuh semakin dalam setelah pada 2018 Anzhi mengalami masalah keuangan yang semakin memburuk dengan kegagalan pembayaran sebesar 25 juta Euro, kondisi ini membuat Anzhi melepas seluruh pemainnya dan tidak mampu membeli Russian Football Union License sehingga dilempar ke kasta ketiga. Sebagai tambahan informasi, di tengah pemberhentian turnamen saat ini, Anzhi masih berada di divisi ketiga dan duduk di peringkat kedua terbawah.

Anzhi menjadi klub kaya seumur jagung karena hanya dijadikan sebagai objek bisnis atau bahkan mainan bagi pemiliknya. Dari kisah Anzhi ini, Newcastle United dapat belajar bahwa kesuksesan tidak sepenuhnya tentang uang, dan kesuksesan membutuhkan proses untuk mencapainya. 

Penggemar hanya dapat berharap agar akuisi oleh Pangeran Arab Saudi ini berbuah manis seperti Manchester City atau Paris Saint-Germain, bukan berbuah kegagalan seperti Anzhi Makhachkala yang hanya dijadikan sebagai lahan bisnis. 

Ironi memang, namun Newcastle United dapat menjadikan klub-klub yang dikategorikan "gagal" ini sebagai pelajaran bahwa dana besar tak sepenuhnya menjamin kesuksesan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun