Mohon tunggu...
Nopa Ariansyah
Nopa Ariansyah Mohon Tunggu... Guru - Manusia Fakir Ilmu

Menuangkan ke dalam bentuk tulisan tentang apa yang saya dapatkan, pikirkan, dan rasakan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hasil Dari Kegiatan MOS/MOPD

2 Agustus 2015   10:35 Diperbarui: 2 Agustus 2015   10:35 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gambar diambil dari http://www.jpnn.com/"][/caption]

Sepekan sudah tahun ajaran baru 2015/16 dimulai. Seperti biasa pada awal tahun ajaran baru setiap sekolah menerima peserta didik baru dan melakukan sebuah acara penyambutan yang dinamakan MOS/MOPD (masa orientasi siswa/masa orientasi peserta didik). Tujuan utama dilakukannya kegiatan tersebut pada dasarnya adalah untuk mengenalkan peserta didik baru pada lingkungan sekolah mereka agar proses adaptasi tentang kegiatan di sekolah tersebut berjalan dengan cepat. Berbagai macam kegiatan pun dilakukan di setiap sekolah, mulai dari kegiatan yang membangun karakter dan kedisiplian hingga kegiatan yang berbentuk perpelocoan dan kekerasan.

Kegiatan perpeloncoan dan kekerasan nampaknya sudah menjadi sebuah hal yang lazim pada setiap kegiatan MOS/MOPD. Dulu kita beranggapan bahwa kegiatan perpeloncoan dan kekerasan adalah hal wajib yang harus dilalui oleh setiap peserta didik baru. Harapannya agar para perserta didik dapat terasah secara mental dan fisik. Selain itu juga peserta didik mendapatkan pengalaman berkesan yang akan selalu mereka ingat. Sebuah pemikiran yang memang ada benarnya sebab penulis pun dahulunya merasakan hal yang demikian.

Penulis dan kita semua pasti pernah merasakan MOS/MOPD baik sebagai peserta, panitia (pengurus OSIS), maupun sebagai tenaga pendidik di setiap satuan pendidikan masing-masing. Dulu dalam posisi kita sebagai peserta atau pun panitia dalam kegiatan MOS/MOPD mungkinlah masih melakukan kegiatan yang demikian dikarenakan keterbasan pengetahuan kita yang berposisi sebagai peserta didik. Namun sebagai bagian dari tenaga kependidikan dan stake holder pendidikan sudah seharusnya pola pemikiran tersebut harus diubah. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan untuk mengubah sebuah kebiasan yang sudah menjadi budaya.

Berdasarkan surat edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pelaksanan MOS/MOPD tahun 2015/16 agar tidak tejadinya praktik perpeloncoan, pelecehan, dan kekerasan sebagai sebuah hal yang patut kita apresiasi. Seperti kata pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati. Surat edaran yang didasarkan pada Permendikbud No. 15 tahun 2014 ini mengingatkan pada kita semua, bahkan termasuk kita sebagai dari orang tua peserta didik, untuk ikut serta dalam pengawasan kegiatan MOS/MOPD agar tidak menyimpang dari tujuan yang sebenarnya. Kenapa hal ini menjadi perhatian kita semua pada akhir-akhir ini?

Kemajuan suatu bangsa terletak pada bagaimana sebuah bangsa tersebut menyiapkan generasi penerus mereka kedepan. Pendidikan merupakan elemen terpenting dalam mempersiapkan generasi penerus. Melalui pendidikan generasi penerus diberikan kemampuan yang akan mereka gunakan dimasa depan dalam mengisi pembangunan bangsa ini. Adanya perpeloncoan dan kekerasan pada kegiatan MOS/MOPD dengan dalih agar peserta didik mempunyai mental tahan malu dan kuat secara fisik bukan hal yang layak dibenarkan. Bercermin dari kegiatan MOS/MOPD di negara lain yang berisi dengan kegiatan sosial yang positif rasanya kita sudah jauh sangat tertinggal.

Tentunya sudah sering kita melihat bagaimana para koruptor yang sudah jelas-jelas menjadi tersangka masih percaya diri tersenyum dihadapan media dan mengaku tidak bersalah. Begitu juga juga aksi tawuran yang dilakukan mulai dari rakyat biasa, kaum terdidik, hingga para wakil kita di parlemen. Penulis berpendapat itulah hasil dari MOS/MOPD yang mengandung unsur perpeloncoan dan kekerasan. Perpeloncoan yang mengikis budaya malu dan kekerasan yang menumbuhkan sikap anarkisme dan premanisme. Terlebih lagi tindakan-tindakan pelecehan yang sudah merasuki di segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pelecehan terhadap konstitusi, penegakan hukum, dan amanah-amanah rakyat.

 *Gambar diambil dari http://www.jpnn.com/

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun