Sebulan lagi, liga yang ngakunya hasil unifikasi yang adil dan sesuai dengan Statuta Bali, liga yang ngakunya profesional dan terjeger di negeri ini (nama yang dipilih ISL) akan bergulir. Terlepas dari berbagai kontrofersi yang terjadi baik soal sistem unifikasi liga (sebelumnya ada IPL/liga resmi dan ISL), pemilihan nama liga maupun soal verifikasi yang konon kabarnya hanya dilakukan PSSI tanpa mengikutkan AFC, mulai tercium aroma persaingan yang khas ala ISL selama ini. Mulai banyak berita dan isu soal perpindahan pelatih, pemain bahkan rombongan pelatih dan pemain kesayangannya dari satu klub ke klub lainnya. :D
Kota kembang salah satu kota dengan tingkat fanatisme tertinggi diantara kota-kota lain di bumi pertiwi ini terhadap sepakbola sudah mulai bersiap-siap. Klub kebanggaan kami para BOBOTOH, PERSIB sudah siap mengarungi musim ini. Tak ada lagi tunggakan gaji pemain seperti musim-musim sebelumnya, dan semua dana untuk mengarungi kompetisi musim inipun sudah disiapkan. bahkan sebagian besar pemain sudah kembali dirombak seperti kebiasaan tahun-tahun sebelumnya. Kebiasaan yang hanya akan berhenti seperti kalau manajemen mau berinfestasi pemain muda. Usaha manajemen PT. PBB dengan membentuk Diklat PERSIB yang muaranya nanti diharapkan jadi pemasok pemain handal bagi maung Bandung, bagi sebagian prngurus masih dianggap buang-buang uang. Ahmad Jufrianto, Makan Kanoute, Djibril Coulibally, Ferdinand Sinaga, Tantan dan tentu saja playmaker terbaik di Indonesia saat ini M. Taufiq berhasil diikat. Bahkan Ferdinand, Taufiq dan penjaga gawang muda usia Shahar Ginanjar diganjar dengan kontrak 2 tahun. Sebauh usaha yang sangat bagus dari manajemen, tinggal menunggu prestasinya saja. Klo masih tak sesuai target, semoga yang udah beberapa kali janji akan mundur kalau PERSIB tetap tak juara benar-benar menepati janjinya untuk mundur dan menjadi bobotoh biasa kembali, bukan ngarariweh pelatih wae. :))
Nun di kota tercinta Padang sebuah klub yang juga tak pernah bermasalah dalam hal gaji pemain dibanding dengan tim lain di Indonesia sudah bersiap mengarungi musimnya di ISL tahun depan. Juara IPL tahun lalu yang juga perempat finalis piala AFC tahun lalu sudah menyiapkan tim dan mencoba merekrut pemain yang tepat untuk mengganti trio pemain utama yang hijrah (Vendry Mofu, Edward Wilson, Elly Aiboy). Dua mantan punggawa Persiba Bantul Slamet Nur Cahyo dan Ezzequel Gonzales sudah di ikat oleh manajemen Kabau Sirah. Masih ada beberapa pemain target lagi yang coba didatangkan manajemen untuk menjaga kedalaman squad tim yang bermarkas di Stadion Haji Agus Salim ini. Bahkan manajemen PT KSSP (Kabau Sirah Semen Padang) sudah menyiapkan lahan untuk dibangun stadion bertaraf international di daerah Aie Pacah, Padang. Semua dilakukan demi menjadi klub yang benar-benar profesional, bukan hanya dimulut pengurus saja tapi kenyataannya masih jauh dari kata profesional itu.
Sayangnya, di ujung sana masih banyak pemain yang belum terbayarkan gajinya musim lalu dan gaji dua musim lalu. Â Bahkan ada yang nasibnya sangat miris karena tak dibayar klubnya yang ironisnya sudah jor joran merekrut pemain baru untuk musim depan. Ini terjadi lebih dari 1 tim yang mau berlaga di ISL. Padahal dengan promosi dari TV pengusung kompetisi ini seakan-akan tak ada masalah gaji lagi. Dan bahkan tak pernah dibahas sama sekali oleh media pro ISL. Ada pemain yang terlunta-lunta dan bahkan ada yang melaporkan klubnya ke pengadilan karena gajinya yang tak kunjung dibayarkan. Operator liga menjadikan tanggal 5 Des sebagai batas akhir pelunasan gaji pemain, kalau belum dilunasi juga keberadaannya sebagai peserta liga unifikasi akan ditinjau lagi. Harusnya PSSI berani mencoret klub yang menelantrakan pemainnya, bahkan kalau perlu degradasi kedivisi terendah seperti yang dialami klub langganan juara liga Skotlandia Glasgow Rangers. Mudah-mudahan semua bukan hanya jadi mimpi belaka seperti tahun-tahun sebelumnya dimana klub tak pernah dihukum walaupun memberlakukan pemain sudah seperti tentara belanda memberlakukan rakyat Indonesia, mereka dipekerjakan tapi tidak dibayar.
PT LI sebagai pengelola liga harsunya tidak cuek dengan hal ini. Tak perlu memaksakan agar liga tetap berjalan dengan jumlah klub maksimal, lihat liga Sinagpura dan Liga Vietnam yang jumlah klubnya di liga teratas hanya 12 tim tapi diberi jatah play-off Liga Champions Asia oleh AFC karena pengelolalaan yang profesional dan tentunya gaji pemain yang tak pernah tertunggak. Tak ada salahnya PT LI belajar dari pengelola 2 liga ini, jangan hanya berani bilang terbaik di Asia karena liganya rame dan penonton antusias padahal nyatanya jauh tertinggal. Kalau dibandingkan liga Thailand mungkin masih jauh kita tertinggal soal profesionalisme, tapi kalau mau belajar, bersungguh-sungguh dan menerapkan peraturan dengan benar tak akan butuh waktu lama bagi kita menyamai bahkan mungkin melewati Thailand. Â Tak banyak memang pemain yang berani melawan klubnya dengan mogok latihan misalnya atau mungkin mencari klub yang baru yang benar2 menjamin gaji tak tersendat. Kalau seandainya masih dibiarkan seperti tahun sebelumnya, Â PT. Li semakin menunjukkan satu hal kepada kita bahwa mereka hanya mengutamakan kepentingan kelopmpoknya tanpa memperhatikan pemain. Didalam hal ini pemain adalah korban sebenarnya.
APPI sebagai asosiasi pemain harusnya lebih tegas lagi. Sekarang saatnya APPI menunjukkan taringnya. Ajak semua pemain boikot ISL selama belum dilunasi tunggakan gaji pemain musim lalu. Jangan hanya berani di slogan saja, tunjukkan kalau pemain profesional adalah pemain yang kompak, pemain yang memperhatikan dan care dengan keadaan sesama pemain. Contohlah asosiasi pemain prof di Spanyol 2 tahun lalu yang mengancam memboikot liga sampai gaji pemain dibayarkan dan disesuaikan. Walaupun tak jadi mogok, ini cukup membuat pengelola liga Spanyol dan klub segera melunasi tunggakannya pada pemain. Harusnya pemain meniru apa yang dilakukan Bepe dan Leo Saputra yang memboikot klub nya dan mengajukan kasusnya ke pengadilan.
Bagaimana dengan PSSI? Tak banyak yang bisa dilakukannya ditahun politik ini. Hanya berdoa semoga sepakbola kita tak semakin hancur oleh orang-orang ini. Mungkin setelah tahun 2014 baru bisa kita menikmati sepakbola Indonesia tanpa politisasi. Itupun kalau 2014 yang menang di pemilu dan pemilihan presiden adalah yang tak ikut berkecimpung di PSSI saat ini dan lebih profesioanal. :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H