Mohon tunggu...
Bayu Segoro Aji
Bayu Segoro Aji Mohon Tunggu... lainnya -

kekuatan itu bukan pada otot tetapi pada keyakinan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

“Sepotong Roti Untuk Bang Karni“

12 Oktober 2013   23:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:37 2
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Suara Dari Seorang Pemuda yang seorang diri “

History :

“ Maafbang aku beri sepotong roti dari seorang pemuda tanpa title, tanpa hal yang menarik tapi tidak bermaksud menarik hati.. lewat coretan ini saya berimajinasi bahwa sepotong roti ini bias membuat menahan lapar dengan cepat, saya tahu abang tak suka roti apa lagi dari seorang seperti saya ini… tak apa iya bang dan mari bang kita nikmati sepotong roti ini…. “





Dari sumpah itu saya pun keluh lidah ini bergerak tanpa harus aku ucap sumpah itu ada dalam balur – balur sejati dari negeri ini, lewat drama musikalitas pimpin saat ini selalu berubah versi dengan cepat berita pun bagai anak panah yang tajam menhujam tapi tumpul dari finisihing sebuah makna.

Apa yang bisa di lakukan oleh seorang pemuda dalam batas meneropong tanpa terpong dan pekat hitam pandanggan membuat bukti dalam kasus tanpa sesuatu prakarsa apa – apa yang bisa untuk di wujudkan.

Calon pimpin dan pimpin? Hati bagai cermin yang terbelah menohok di setiap cela – celah kesempatan menyempit dan terjepit pada haus yang berkepanjangan tanpa embun yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.

Jurang itu ada dalam negeri ini tapi indahnya pohon menutup jurang – jurang itu hadir tanpa di bentuk dan terbentuk pada labirin waktu yang terus berputar akankah aku dapat membuat sepotong kata ini bisa membimbingku pada nyata yang indah untuk sesuatu kata sejahterah tapi sadarku membuatku aku berikhtiar inilah hidup dan di hidupi

Dan aku pun bermimpi….

Mimpi yang sempurna dan sepotong roti ini hanya mampu ku pandang dalam mata batin yang teduh.

Bang senyum yang indah kerap hadir walau kerut di kening mu berkerut tidak menampak’kan ke gusaran hati yang mungkin berdialog? Tak banyak yang dapat ku toreh hanya saja saya berharap kacamata itu bukan hiasan untuk melihat tapi mata batin sang malaikat tintah mencatat dalam peristiwa di setiap detak napas mu dalam berita.

Bang aku titip seutas asaku untuk Ibuku dari balik gubuk tua aku bersimpuh dalam do’aku dikau di berikan kesehatan mungkin di suatu hari aku dan bersejuta pemuda dapat berpijar dalam pijar untuk diri sendiri dalam lingkup terkecil karena dari kecil akan besar.

Terakhir bang aku akan tetap aku terserah mereka mau bilang apa. Maksi bang untuk cerita ini tak bisa aku awali tak bisa aku akhir karena aku hanya aku yang terjepit pada lorong ini. Sukses iya bang do’aku untuk abang dan keluarga dan aktifitas abang.

Keterangan gambar diambil dari berbagai sumber maaf sebelumnya mengunakan gambar tersebut dan terima kasih dngan gambar itu saya bisa berimajinasi.. maaf sebelumnya.

Salam saya

ttd
BayuAdjie Putranto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun